Anne Ciara atau Anci, harus merelakan semua kebahagiaannya karena harus bertunangan dengan cowok yang menjadi sumber luka dalam hidupnya. Tak ada pilihan selain menerima.
Namun suatu hari, seseorang mengulurkan tangannya untuk membantu Anci lepas dari Jerrel Sentosa, tunangannya.
Apakah Anci akan menyambut uluran tangan itu, atau Anci memilih tetep bersama tunangannya?
" Jadi cewek gue.. Lo bakalan terbebas dari Jerrel. " Sankara Pradipta
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon little ky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SSFA 17
Ditemani Ethena sebagai penengah, Gemma dan San berbincang. Lebih tepatnya Gemma yang sejak tadi bicara dan San hanya mendengarkan saja. Bagi San, semua yang Gemma ucapkan tidak ada yang masuk otaknya. Semua itu omong kosong.
Pradipta dan Pradipta, tentang bagaimana Gemma menjadi bagian keluarga itu. Bagi San apa yang sedang coba Gemma perjuangkan hanyalah hal yang sia-sia. San benci sikap Gemma yang lebih terlihat sebagai pengemis kasih sayang daripada apa yang Gemma sebut sebuah bakti.
" Papi nggak enak San tahu-tahu menolak tegas niat keluarga Gladys yang pengen putrinya deket sama kamu. " pembahasan yang dinanti San sejak tadi, karena dia sudah menyiapkan ribuan sanggahan di kepalanya.
" Kalau nggak suka, ya jangan terang-terangan gitu dong. Apalagi kamu tadi bentak Gladys. Papi yang nggak enak San, keluarga Yanuar udah banyak bantu keluarga kita. " Gemma tatap San penuh harap.
" Keluarga papi, bukan aku. Karena aku nggak ngrasa ada hutang budi sama mereka. Dan apa tadi papi bilang? Membantu? " San tersenyum mengejek Gemma.
" Membantu membereskan masalah adik papi dengan mengkambing hitamkan seseorang hingga akhirnya hidup orang itu beserta seluruh keluarganya jadi hancur dan berantakan. Itu yang papi maksud membantu? " ujar San dengan gigi yang bergemelatuk menahan amarah.
Gemma menoleh ke arah sang istri, disini Gemma tidak tahu apa maksud San. Jadi dia meminta bantuan Ethena siapa tahu istri tersayangnya ini tahu maksud San dengan mengkambing hitamkan orang lain.
Tentu saja Ethena menggeleng. Tidak ada clue sama sekali. Sejujurnya Ethena juga tidak terlalu suka keluarga suaminya yang menurutnya manipulatif itu. Ethena juga menjauhkan diri dari semua seluk beluk keluarga, pun dia malas mengurus urusan keluarga problematik itu.
" Maksud kamu apa sih, boy? Keluarga siapa yang hancur? " tanya Gemma saat dia sudah mentok tidak tahu perihal masalah ini.
" Masa papi nggak tahu? Atau papi jadi bodoh karena sering dibodoh-bodohi keluarga papi itu. "
" SANKARA!! "
Bentakan Ethena menggema di ruangan ini. Ethena menatap marah pada putra kesayangannya karena dianggap sudah tidak sopan pada Gemma.
" Jaga bicara kamu!! Beliau tetap papi kamu San. " Ethena perintahkan putranya.
" Hormat?? Memang papi menghormati pilihan hidupku? Enggak kan? " San tidak gentar meski maminya sudah mengeluarkan taringnya.
" Sejak papi lebih memilih kembali ke negara ini daripada anaknya sendiri, San sudah hilang respect. Papi lebih memilih keluarganya padahal jelas waktu itu aku bilang untuk nggak kembali ke negara ini. Apa papi dengarkan? "
" Papi bawa mami aku, adik aku jauh dari aku tanpa sedikit pun berpikir kalau aku mungkin aja kesepian. Aku merasa dikhianati papi, aku merasa tidak papi sayang dan hargai. " San ungkapkan semua hal yang dia tanggung sendirian selama ini.
Gemma dan Ethena langsung kicep, tidak bisa mengatakan satu pembelaan apapun atas semua yang San beberkan. Apalagi Gemma yang bahkan sudah memelas dan berkaca-kaca matanya lantaran mendengar ungkapan hati putranya.
" San nggak pernah larang papi berbakti kepada orang tua. Atau mengharap mendapatkan kasih sayang dari pria tua itu. Tapi tidak dengan menggadaikan kasih sayang buat San. "
" San kecewa sejak hari itu, dimana papi mengabaikan semua perasaan San. Lalu sekarang papi menuntut San harus menuruti semua pengaturan keluarga papi? I SAID BIG NO!! " San bangkit dari posisi duduknya, bersiap pergi dari mansion yang membuatnya merasakan sesak.
" San.. Dengarkan papi. Ini bukan maksud papi, nak.. Papi nggak pernah berpikir seperti itu. Papi cuma... " Gemma mendekat, meraih tangan San yang langsung dengan kasar San hempaskan.
" Nggak perlu bicara apapun lagi, pi. San bukan prioritas papi, San Terima itu. Tapi jangan pernah mengatur hidup San lagi. apalagi papi sodorkan San untuk memenuhi ekspetasi pria tua itu.. " San sambar kunci mobilnya dan bergegas berlalu pergi.
San tulikan kedua telingnya saat Gemma dan Ethena secara bersamaan memanggil namanya. San abaikan semua itu dan memilih pergi. San butuh mempertahankan kewarasannya agar tidak sampai berbuat kasar pada Gemma.
Semua kejadian ini Gia lihat dari lantai dua. Gia dengar semua ungkapan isi hati San. Sungguh Gia ikut murka atas apa yang papinya lakukan pada San. Gia pun langsung masuk ke kamar, ada seseorang yang harus Gia telepon. Seseorang yang selalu mampu menenangkan San dan berdiri di sisi abangnya.
*****
Beberapa hari berlalu sejak terakhir dia bertemu San dan cowok itu tidak lagi terlihat batang hidungnya. Ponsel San tidak dapat dihubungi dan pria itu juga tidak menjemput Anci selama beberapa hari ini. San, menghilang bagai ditelan bumi. Anci khawatir, dan Anci takut jika San meninggalkan Anci.
Selama hilangnya San dari peredaran, Anci menjadi cukup pendiam. Dia seperti memikul beban berat yang hanya dia sendiri yang tahu. intan dan Cynthia sudah mencoba menenangkan Anci, tapi tak jua berhasil.
Beberapa hari ini, Anci juga menghindari Jerrel. Untungnya pria itu tidak curiga sama sekali karena sepertinya ada pengalihan fokusnya sehingga tidak terlalu mengurusi kehidupan Anci. Jujur saja Anci sangat bersyukur karena itu, tapi di waktu yang bersamaan Anci ketakutan karena hilangnya San.
" Kaka kemana sih? Nggak bisa dihubungi, trus nggak nongol juga. Gue kan khawatir. " Anci bicara sendiri sambil menatap pesannya yang tidak kunjung dibalas oleh San.
" Cari kemana nih? Gue bener-bener nol besar kalau soal kak San. Nggak kaya dia yang tahu aja apapun soal gue. " Anci baru sadar sekarang, jika dia hampir tidak tahu apapun soal San.
" Apa dia sakit ya? " Anci berulang kali menghela nafas. Dia frustasi memikirkan hal-hal yang kemungkinan terjadi pada San.
Disaat Anci sibuk dengan pikirannya, matanya tak sengaja melihat Gia lewat tak jauh darinya. Anci langsung teringat jika Gia pasti tahu keberadaan San. Bodohnya dia tidak kepikiran bertanya pada Gia, padahal jelas Anci tahu Gia itu adik kandung San.
Berlari kencang mengejar Gia, akhirnya Anci berhasil mengejarnya sesaat sebelum cewek cantik itu masuk ke dalam mobil mini cooper yang dibelikan oleh San.
" GI... GIA.. " panggil Anci tepat waktu sebelum Gia masuk mobil.
" Anci? lo kenapa lari-lari? " Gia perhatikan bagaimana anci yang menunduk sedang mengatur nafas.
" Gue.... hah.. hah.. Ada yang perlu gue.. hah.. " Anci terengah sampai kalimatnya terputus-putus.
" Ambil nafas dulu, Ci.. Tenang, gue nggak akan kemana-mana. " Anci mengangguk.
Dia memang berlari kencang sekali tadi, memaksa tubuhnya yang sedikit kurang fit untuk mengejar Gia. Anci takut kesempatan untuk tahu keberadaan San gagal kalau dia tidak bisa mengejar Gia yang sialnya jalannya cepat sekali.
" Gue mau tanya, Gi. " ujar Anci setelah berhasil menguasai diri.
" Abang lo dimana? Kok gue nggak bisa hubungi dia. " Anci gas saja bertanya tanpa ditutup-tutupi. Toh Gia sudah tahu hubungan mereka.
" Huft.. Sorry, ci.. Gue juga nggak tahu abang dimana. " Gia nampak sedih.
Alis Anci berkerut, " Maksudnya? Abang lo ilang, Gi? "
Gia menggeleng, " Abang berantem sama papi beberapa hari yang lalu, trus abang pergi dari mansion. Sampai sekarang nggak balik-balik. Semua akses dia tutup sampai orang papi sama mami aja nggak bisa nemuin dia. "
Anci melongo mendengar ucapan Gia barusan. Anci merasa bersalah sekali sekarang, di saat San sedang dalam masalah Anci malah nggak tahu apapun. Padahal San selalu ada untuk anci selama beberapa waktu belakangan ini.
" Kira-kira dia kemana ya? " entah kepada siapa Anci bertanya, karena siapapun mungkin tidak bisa memberinya jawaban.