Amira, wanita cantik berumur 19 tahun itu di jodohkan dengan Rayhan yang berprofesi sebagai Dokter. Keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Namun Amira dan Rayhan tidak menginginkan perjodohan ini.
Rayhan pria berumur 30 tahun itu masih belum bisa melupakan mendiang istrinya yang meninggal karena kecelakaan, juga Amira yang sudah memiliki seorang kekasih. Keduanya memiliki seseorang di dalam hati mereka sehingga berat untuk melakukan pernikahan atas dasar perjodohan ini.
Bagaimana kisah cinta mereka selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alin Aprilian04, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hari pertama Kuliah
Hari ini adalah hari dimana Amira akan memulai kehidupan barunya. Dimana ia akan menjadi mahasiswa resmi dari Universitas swasta yang ada di kota Bandung. Ia di temani oleh Rayhan yang sengaja meliburkan diri demi menemani dirinya daftar kuliah.
Sesuai kesepakatannya bersama dengan Rayhan, pria itu dengan mudah mengizinkan Amira untuk sekolah lagi. Dan bahkan sangat mensupportnya karena ini adalah kegiatan yang positif. Ia pun membutuhkan seorang Ibu yang pintar untuk anak-anaknya kelak.
Sudah dari jam 07.30 pagi Amira disana. Dan kini semuanya baru saja selesai. Amira begitu senang karena sebentar lagi ia akan kembali menjadi seorang mahasiswa. Ia akan memiliki teman baru dan kegiatan yang baru sehingga tidak selalu berdiam diri di rumah.
"Seneng gak?" ucap Rayhan menatap Amira dengan senyuman. Membuat Amira sedikit canggung, apalagi mengingat kejadian semalam dimana keduanya Baru saja berciuman.
Amira mengangguk pelan, "Alhamdullillah seneng."
"Mulai besok harus makin di siplin yaa. Gak boleh tidur lagi habis subuh."
"Iya."
"Saya akan usahain antar kamu tiap hari, tapi kalau jemput kamu dari kampus saya gak janji, karena kadang saya pulangnya gak nentu."
"Iya gapapa, gak di anter jemput juga aku bisa sendiri kok. Banyak angkutan umum kan sekarang!"
"Tapi ingat jangan lagi naik Bis yaa. Naik grab mobil aja. Kamu kan punya penyakit asma."
"Iya, iya."
"Mau saya siapin supir?"
"Gak, gausah. Sayang uangnya, gaji supirkan lumayan perbulannya. Mendingan di tabung uangnya."
"Mashaallah, pengertian banget sih." Rayhan mengusap lembut puncak kepala Amira, membuat Amira seketika menoleh menatap wajah tampan itu dengan dada yang berdebar.
"Iya sih, Mas juga mikirnya gitu. Maaf yaa belum bisa bahagiain kamu. Tapi Insyaallah seiring berjalannya waktu Mas akan berusaha lebih keras untuk kehidupan kita lebih baik."
"Ini udah baik kok. Ada ART di rumah, tinggal di Apartemen yang nyaman. Setidaknya secara ekonomi kehidupan Amira sebelum nikah dan sesudah nikah sama aja, malah lebih."
"Mashaallah, baik banget sih." Lagi-lagi pria itu mengusap pipi Amira. Membuat hati Amira bergetar tak menentu.
Mobil berwarna putih itupun berhenti karena lampu merah di salah satu stopan paling lama di Indonesia. Kebetulan kaca mobil BMW itu pun tak tembus pandang. Rayhan kini mendekati Amira, keduanya saling memandang. Debaran jantung masing-masing seakan terdengar begitu jelas. Rayhan menatap manik mata indah itu dengan perasaan aneh. Lagi-lagi sebagai pria normal ia tertarik dengan kecantikan Amira yang teramat bercahaya.
Tangan Rayhan menangkup wajah Amira. Bibir keduanya kini semakin mendekat. Dan lagi-lagi Rayhan mencium Amira.
Cup
Satu kecupan berhasil menyentuh bibir ranum Amira. Rayhan mencoba menikmati ciuman ini, dan Amira yang sudah berhasil bisa membalas ciuman Arga karena belajar dari semalam. Keduanya sangat menikmati, hingga tak sadar Lampur merah pun berganti menjadi hijau.
Tid tid
Banyak kendaraan yang mengklakson dirinya. Memprotes karena tak kunjung maju ketika lampu menyala hijau. Rayhan segera menyudahi ciuman itu, lalu dengan cepat melajukan mobilnya.
"Astagfirullah!" Rayhan mengusap wajahnya kasar.
Sedangkan Amira memalingkan wajahnya malu, lalu mengalihkan dirinya dengan pura-pura memainkan ponselnya. Wajahnya memerah, membuat Rayhan yang melihatnya mengulum senyum.
***
Hari ini adalah hari pertama Amira kuliah. Perasaannya cukup senang namun juga tegang. Kali ini ia memakai baju hitam putih sesuai instruksi dari kampus lengkap dengan jilbab hitam segiempatnya yang ia ulurkan menutupi dada. Tenntu saja semua ini atas permintaan Rayhan.
"Eleuh-eleuh meni jiga budak SMA Kitu si, Neng," Bi Atin mencolek pipi Amira gemas.
"Ah si Bibi mah bisa aja!" Amira tersenyum. Ia segera memeriksa kembali barang bawaannya memastikan tidak ada yang tertinggal. Lalu ia pun memakai sepatunya dan menalikan tali berwarna putih itu.
Rayhan menatap istri kecilnya yang begitu terlihat lucu. Masih tak menyangka ia akan menikahi gadis yang bahkan baru saja masuk kuliah. Apalagi melihat penampilan Amira yang seperti ini. Gadis itu terlihat semakin seperti anak SMA.
"Udah di bawa bekalnya?" tanya Rayhan yang kini sudah memakai kemeja berwarna hitam dengan Jas putih yang di tenteng di tangannya.
"Udah ya, Bi?" tanya Amira pada Bi Atin.
"Udah Neng, semuanya udah bibi masukin ke Tas Neng."
"Makasih yaa, Bibi cantiikk!" ucap Amira lembut, khas dengan lenggak lenggoknya yang manja.
"Sama-sama neng geulis," BI Atin tertawa kecil. "Ih si Bapak punya istri teh meni lucu!" ujarnya. Rayhan pun mengulum senyum.
"Yuk kita berangkat sekarang. Mas udah agak kesiangan ini!"
"Ayoo!" Amira berdiri, merapikan kembali bajunya juga hijab hitam yang di pakainya. Ia mengeluarkan kaca kecil dari saku bajunya lalu memastikan tidak ada yang salah di wajahnya.
"Udah jangan cantik-cantik amat, mau di liat siapa emangnya!" Ketus Rayhan.
Amira mengerutkan keningnya, "Gak niat di liat siapa-siapa, yaa cuman malu aja kalau misalkan penampilannya berantakan."
"Beneran? Atau emang biar di lirik Kakak kelas?"
"Ih apasih, Mas. Pagi-pagi udah nuduh aja!" Amira mengerucutkan bibirnya.
"Lain kali jangan pakai minyak wangi, haram bagi perempuan." Rayhan membawa tasnya yang berada di atas sofa, lalu membawa kunci mobil yang tergantung di dinding ,"Saya tunggu di luar!" ucapnya seraya pergi.
Amira mengerutkan keningnya, merasa heran dengan Rayhan yang tiba-tiba saja marah. Biasanya dirinya yang selalu marah ataupun kesal. Kenapa jadi pria itu yang sekarang seperti ini.
"Ish, dia kenapa sih." Amira memutar bola matanya malas. Lalu dengan cepat menghampiri Rayhan.
"Aku berangkat dulu yaa, BI!" Amira menyalami Bi Atin.
"Iya, Neng. Hati-hati yaa."
***
Amira menyalami Rayhan ketika keduanya sudah berada di depan kampus. Setelahnya Amira bersiap untuk pergi menuju Universitas barunya.
"Ingat pesan saya yaa, jangan makan makanan yang tidak sehat. Jangan sembarangan bergaul dengan lawan jenis karena haram. Kalau ada yang macem-macem laporin Mas aja!" ujar Rayhan, pria yang nampak pendiam itu kini sudah banyak perubahan. Menjadi lebih banyak bicara, karena menurutnya Amira harus banyak di ingatkan.
"Iyaaa, Pak Ustaadzz, saya mengerti. Ya Allah!" Amira menghela nafas panjang, jengah dengan petuah Rayhan dari tadi.
"Yang sopan sama suami!"
"Euh!" Gumam Amira geregetan. Ia melemparkan senyuman manis yang di paksakan pada Rayhan.
"Suamiku tercinta, tersayang. Suamiku paling saya hormati di dunia ini, guruku, surgaku. Istrimu ini mau kuliah dulu, apakah boleh?"
Bukannya kesal, Rayhan malah lucu melihat Amira yang seperti itu. Terlihat raut wajah terpaksa di wajah cantik itu, membuat Rayhan tak bisa menahan tawa.
"Puas!" Amira mendelik kesal.
"Sering-sering gitu, biar saya ketawa terus!"
"Anda pikir saya ini pelawak apa!"
"Ish, nyebelin banget sih. Pagi-pagi udah bikin bed mood aja!" Gerutu Amira.
Rayhan terkekeh pelan, "Yaudah cepat masuk, nanti kesiangan!"
"Iyaa, dari tadi kek gitu. Nyebelin banget punya suami. Tukang jail pula!"
"Udah jangan ngomel terus," ujar Rayhan mencolek dagu Amira.
"Iya, assalamualaikum!" Amira kembali menyalami Rayhan.
"Eh sebentar!"
"Astagfirullah, apa lagi siii... "
"Ini Inhaler dan obat buat Asma. Kalau sesak nafas mendadak lagi pakai obat ini, insyaallah ampuh."
"Iya!" Kesal Amira, membawa obat itu dengan cepat dan wajah yang di tekuk.
"Bilang apa?" Rayhan menatap Amira lucu, namun ia tak menunjukan ya.
"Makasiiihhh, suamikuuu!" Amira lagi-lagi memutar bola matanya.
"Udah, ah. Assalamualaikum!" Amira membuka pintu mobil dan menutupnya dengan keras sebagai tanda ia marah.
Setelahnya Rayhan menatap kepergian istri kecilnya ia tertawa lepas. Lumayan pagi-pagi sudah ada yang membuatnya tertawa. Amira sangat lucu, pikirnya.
***
Amira sedang berada di dalam satu ruangan di area kampus itu bersama teman-teman baru lainnya. Lengkap dengan baju hitam putih yang di pakainya, Amira duduk di barisan ketiga dimana para mahasiswa baru berkumpul disana.
Amira duduk di sebelah seorang wanita cantik yang begitu ramah sejak tadi. Wanita yang tinggi nya lebih dari dirinya itu tak henti tersenyum padanya.
"Hai, salam kenal. Aku Safira!" ujarnya dengan senyuman manisnya yang membuat Amira begitu menyukai wanita tersebut.
"Hai, salam kenal juga. Aku Amira!" Amira menjabat tangan Safira.
"Kamu ngambil jurusan apa kalau boleh tahu?" tanya Safira.
"Aku ngambil jurusan akuntansi, kalau kamu?"
"Oh, masyaallah. Kok sama yaa, aku juga ngambil jurusan Akuntansi lhoo!"
"Waahhh, kayanya kita nanti bakal sekelas deh!" ujar Amira antusias.
"Iyaa semoga ajaa, tos dulu gak siiihh!" ujar Safira yang humble. Amira pun menempelkan tangan mungilnya dengan tangan wanita itu. Keduanya langsung akrab, seolah ada kecocokan satu sama lainnya.
"Mulai sekarang kita jadi teman ok?"
"Dengan senang hati!" Amira memegang tangan Safira.
"Yeeeaayy, aku punya teman baruu." ucapnya jingkrak.
"Aku juga seneng akhirnya punya temen baru." Amira mengusap bahu Safira.
Rangkaian acara pun di mulai. Pemateri yang hendak menjelaskan dan memotivasi para mahasiswa baru sudah berdiri di atas podium. Terlihat gagah pria berumur sekitar 60 tahun itu dengan jas hitamnya. Penjelasannya sangat mudah di mengerti dan sangat memotivasi diri untuk lebih semangat dan bersungguh-sungguh dalam belajar.
***
Jam kini menunjukan pukul tiga sore. Amira tengah menunggu Rayhan yang katanya akan menjemputnya. Pria itu tetap kekeuh ingin menjemputnya meski sudah ia larang.
Amira duduk di sebuah bangku di pinggir jalan di depan kampusnya. Namun tiba-tiba saja seseorang menepuk bahunya.
"Hey!"
"Eh, Safira!" Amira menoleh ke arah kiri.
"Kamu pulang sama siapa?"
"A-aku nunggu sepupu aku!" ucap Amira gelagapan, karena tak mungkin ia berkata jujur. Ia masih ingin merahasiakan pernikahan ini sebelum ia benar-benar siap untuk mengumumkannya.
"Ooh, mau aku anter aja? Kebetulan nih hari ini aku lagi bawa motor!"
"Gak, gausah Safira, Makasih yaa. Kamu duluan aja gapapa."
"Okay deh kalau gitu, aku duluan yaa?" Safira melambaikan tangannya. Amira pun membalasnya lalu tersenyum.
Sudah hampir sepuluh menit, Rayhan belum juga datang. Amira kini memainkan ponselnya, menjelajahi media sosial miliknya.
Dan lagi-lagi kini ada seorang pria yang menaiki mobil berwarna hitam berhenti lalu menyapnya. Pria itu membuka kaca mobilnya melambaikan tangannya pada Amira.
"Hai Amira!"