NovelToon NovelToon
Kau Dan Aku Selamanya

Kau Dan Aku Selamanya

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Crazy Rich/Konglomerat / Pelakor / Cinta Seiring Waktu / Suami Tak Berguna
Popularitas:5.9k
Nilai: 5
Nama Author: Seraphine E

Hidup Audy runtuh ketika pengkhianatan dalam rumah tangganya terbongkar. Di tengah luka yang menganga, kariernya justru menuntutnya berdiri tegak memimpin proyek terbesar perusahaan. Saat semua terasa mustahil, hadir Dion—direktur dingin yang perlahan menaruh hati padanya, menjadi sandaran di balik badai. Dari reruntuhan hati dan tekanan ambisi, Audy menemukan dirinya kembali—bukan sekadar perempuan yang dikhianati, melainkan sosok yang tahu bagaimana melawan, dan berhak dicintai lagi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Seraphine E, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

“Gradakkk…” suara logam beradu terdengar lagi, membuat Audy refleks menegakkan tubuh. Dari pengeras suara kecil, suara teknisi bergema.

“Pak, Bu, harap tenang ya. Kita lagi buka pintunya. Tunggu sebentar.”

Audy dan Dion saling melirik, seolah sama-sama lega. Beberapa saat kemudian, pintu lift terbuka perlahan, dan cahaya terang dari koridor menyambut mereka.

Yunita langsung menghampiri, wajahnya jelas panik sejak tadi menunggu.

“Dy! Astaga, kamu nggak papa kan?” serunya, menghampiri cepat.

Audy mengangguk, menampilkan senyum tipis. “Aku baik-baik aja, Yun. Cuma… ya, kaget aja. Tau-tau lift berhenti ditengah jalan.”

Dion ikut melangkah keluar, memberikan anggukan singkat pada teknisi. “Terima kasih" Setelah itu dia menoleh ke Audy. “Kalau begitu, saya duluan ke lantai atas.”

Sekilas, ada tatapan singkat yang tertangkap di antara mereka—tidak lebih dari sepersekian detik, namun cukup membuat mereka berdua terlihat canggung dan salah tingkah.

Dion kemudian melangkah pergi, masih menyisakan Audy dan Yunita yang tetap berdiri didepan lift.

Yunita langsung menyipitkan mata curiga. “Hmm… Kok aku ngerasa ada getar-getar asmara ya?"

Audy menoleh cepat. “Ngomong apaan sih kamu Yun?”

“Nggak, cuma kayak interaksi kalian berdua beda aja gitu sari biasanya. Seperti apa ya....” goda Yunita sambil menahan tawa.

Audy mendesah, menepuk bahu sahabatnya. “Jangan kebanyakan nonton drama china deh, pikiranmu jadi ngelantur kemana-mana. Tenang aja, ini nggak seperti yang kamu pikirin.”

Yunita mengangkat alis tinggi-tinggi, seolah tak percaya. “Yakin? Kalau nggak ada apa-apa, kenapa kalian berdua kayak salting gitu?"

Audy buru-buru membuang wajahnya ke arah lain, menegakkan punggungnya. “Duh, udah deh Yun. Jangan mancing gosip. Kamu tahu aku masih punya suami, jangan ngomong sembarangan, kalau sampai jadi skandal gimana.”

Yunita mengangguk kecil, paham dengan maksud Audy, makanya dia tidak berusaha menekan lebih jauh. Tapi tetap saja, dia senang melihat Audy kembali tersenyum ditengah-tengah masalah yang dia hadapi sekarang.

"Ya udah... Ya udah... Kita balik aja ke ruangan kita. Masih ada beberapa project yang mesti kamu review" sahut Yunita akhirnya, sembari menggandeng tangan Audy, meninggalkan lift yang sedang diperbaiki.

...***...

Dion melangkah masuk ke ruang kerjanya di lantai sebelas, seperti biasanya. Namun, ketika pintu menutup di belakangnya. Tangannya refleks menyentuh dada—detak jantungnya masih belum sepenuhnya normal.

Bayangan tadi, ketika Audy refleks memegang lengannya di dalam lift, melintas lagi di benaknya. Wajah terkejut wanita itu, lalu buru-buru menjauh dengan raut salah tingkah… begitu jelas, begitu dekat. Bahkan aroma samar parfum Audy masih terasa di ujung inderanya.

Dion mendesah pelan, menekan jemari ke pelipisnya seolah ingin menyapu bayangan itu pergi.

“Duh, mikir apa sih aku ini,” gumamnya lirih. “Dia udah menikah dan punya suami.”

Dia lalu mulai menyalakan laptop, menatap layar yang penuh angka dan laporan, mencoba menenggelamkan diri pada pekerjaan. Namun, fokusnya buyar setiap kali tanpa sadar matanya melirik ke arah pintu, seolah mengharapkan Audy datang padanya, meskipun hanya untuk memberikan laporan tentang project atau sekedar berdiskusi dengannya.

Dion menghela napas panjang, lalu bersandar di kursinya. “Nggak bener ini, masa kayak gini bikin aku kepikiran sih.”

Dia menepuk-nepuk mejanya, memaksa pikirannya kembali ke dunia kerja. Meskipun sulit untuk melupakan interaksinya dengan Audy beberapa saat lalu.

...***...

Sinar matahari menembus kaca jendela gedung, memantul di meja-meja kerja yang sibuk dengan kertas, laptop, dan suara telepon yang bersahutan. Audy merapikan beberapa berkas di tangannya, lalu melirik Yunita yang sudah bersiap dengan tasnya.

“Yun, ayo jalan. Kita sekalian makan siang dulu aja sebelum ketemu klien,” ujar Audy, nadanya ringan seolah tanpa beban.

“Siap, Bos!” canda Yunita, penuh semangat.

Baru saja mereka akan masuk kedalam lift, mereka bertemu lagi dengan Dion, yang sepertinya juga akan pergi makan siang.

"Kalian mau makan siang?" tanyanya basa-basi.

"Iya pak, kami mau makan siang dulu sebelum bertemu klien" jawab Audy sedikit gugup.

"Mau ketemu dimana? Kebetulan saya belum makan siang, saya bisa bergabung kan?" ucap Dion.

Audy sontak menoleh, hampir tak percaya dengan apa yang dia dengar. “Pak Dion… ikut?” tanyanya, bingung.

Yunita pun refleks menoleh ke Audy dengan mata membulat, seolah berkata ‘Tumben banget?’.

Biasanya, untuk rapat dengan klien lokal seperti ini, cukup Audy yang turun tangan. Bahkan seringkali Dion hanya meminta laporan lewat email.

Dion tersenyum tipis, menutup laptopnya dengan tenang. “Nggak apa-apa, saya juga mau ketemu klien tersebut, kalau nggak salah ini klien dari Sinar Agra, ya? Saya juga ingin tahu lebih dalam soal progres mereka.”

Nada bicaranya biasa saja, profesional. Namun ada kilatan halus di matanya yang hanya Audy tangkap sekilas.

Audy terdiam sejenak, merasa janggal tapi tak bisa menolak. “Oh… baik, Pak. Kalau begitu mari.”

Mereka bertiga pun berjalan bersama keluar dari kantor. Yunita, yang berjalan setengah langkah di belakang, tak bisa menahan senyum geli melihat bagaimana bos besar yang biasanya penuh wibawa itu kini tampak sedikit lebih rileks di samping Audy.

Sesekali Dion melirik ke arah Audy. Hal-hal kecil yang biasanya luput dari perhatiannya kini terlihat jelas: cara Audy menunduk sebentar saat tersenyum, bagaimana dia merapikan anak rambut yang jatuh ke pipinya, bahkan bagaimana dia mendengarkan Yunita dengan penuh perhatian.

Dion tak menunjukkan apa-apa di wajahnya, tetap tenang, tetap menjaga wibawanya. Namun dalam hatinya, ada sesuatu yang bergerak pelan—sebuah rasa ingin tahu yang makin sulit diabaikan.

Audy sendiri berusaha tetap profesional, menutupi perasaan kikuk yang samar muncul. Hanya saja, ketika secara tak sengaja tatapannya bertemu dengan mata Dion saat percakapan singkat tadi, dia bisa merasakan sesuatu lembut mulai menyapa batinnya.

...***...

Restoran itu cukup elegan, dengan lampu gantung kristal yang berkilauan di atas meja, aroma masakan Eropa bercampur dengan rempah khas Nusantara. Audy duduk di sisi kanan meja, Yunita di sebelahnya, sementara Dion di seberang.

Suasana awal begitu formal—pembicaraan tentang strategi pemasaran, target kuartal, dan sedikit tawa ringan ketika Yunita menambahkan komentar lucu. Namun, ketika hidangan utama datang, Yunita bangkit dari kursinya.

“Dy, aku ke toilet dulu ya, tiba-tiba aja nih...” katanya.

“Oke, Yun,” jawab Audy sambil tersenyum tipis.

Kini hanya tersisa Audy dan Dion di meja itu. Sejenak ada hening yang aneh, hingga Dion yang memecahkannya.

“Audy,” katanya, suaranya lembut tapi penuh wibawa. “Aku suka dengan cara kami mimpin tim di rapat kemarin… Kamu punya caramu sendiri. Tegas, tapi orang lain tetap merasa kerja keras mereka dihargai. Aku rasa kalau seperti itu, semangat tim bisa semakin bertambah. Kerja bagus Audy”

Audy sedikit terkejut, tak menduga pujian itu keluar begitu saja. “Oh… terima kasih. Aku cuma berusaha melakukan yang terbaik. Kadang rasanya pun masih belum maksimal.”

Dion menatapnya lebih lama dari biasanya, lalu tersenyum samar. “Kalau menurutku, justru itu yang membuat kamu menonjol—karena kamu tak selalu berkembang, dan nggak mau ketinggalan momen penting.”

Audy menunduk sebentar, merasakan pipinya hangat. Sebelum dia sempat menanggapi, sebuah suara keras dan penuh emosi memotong udara.

“Audy!!!!”

Keduanya serentak menoleh. Chandra berdiri agak jauh di sisi meja mereka, buru-buru dia menghampiri, wajahnya tegang, matanya merah. Dia menunjuk Audy dengan nada menuduh.

“Jadi ini alasan kamu nggak peduli lagi sama aku? Kamu selingkuh sama dia? Siapa dia?”

Orang-orang di sekitar meja mulai menoleh, beberapa berbisik pelan.

Audy membeku sesaat, lalu bangkit berdiri dengan mata berkilat. Tanpa pikir panjang, plak! tangannya mendarat keras di pipi Chandra. Suara tamparan itu membuat beberapa pengunjung terhenyak.

“Jangan ngomong sembarangan kamu, Chandra!” suara Audy bergetar, namun penuh kuasa. “Dia adalah bosku dikantor, dan kami di sini bukan cuma berdua. Ada rekan lain juga. Jangan seenaknya ya kamu ngomong sembarangan tanpa bukti, aku nggak kayak kamu!”

Chandra memegangi pipinya, terperangah antara marah dan malu. Dion berdiri, berusaha tetap tenang meski rahangnya tampak menegang, menahan keinginan untuk menegur lebih keras.

"Maksud kamu apa ngomong gitu? Udah jelas kamu ketangkap basah sama pria lain, masih aja ngelak. Jujur aja, pasti dia kan alasan kenapa selama ini kamu berubah? Kamu pasti selingkuh sama dia kan?" cecar Chandra

"Tolong jangan buat keributan disini, nggak enak kalau mengganggu tamu lain" ucap Dion, suaranya tertahan, seolah dia berusaha menahan diri untuk tidak menghajar Chandra didepan Audy.

"Jangan ikut campur kamu, kamu siapa ngatur-ngatur. Ini urusan rumah tangga saya sama istri saya" maki Chandra berapi-api.

Tepat pada saat itu juga, Yunita muncul dari arah toilet. Begitu melihat Chandra, matanya langsung menyala penuh api. Nafasnya tercekat, mengingat jelas bagaimana pria ini mengkhianati Audy.

“Ngapain kamu disini?” suara Yunita tampak jelas dia sangat marah, namun dia menahan diri agar tidak meledak di tempat umum. “Bisa-bisanya kamu bikin ribut disini. Kamu nggak ngaca ya, malah nuduh Audy macam-macam?!”

Chandra menoleh ke Yunita, "Diam kamu Yun, ini bukan urusan kamu". Ruangan terasa makin sesak oleh tatapan orang-orang yang penasaran.

"Audy, kalau kamu kayak gini terus. Lebih baik kita bercerai!!!" teriak Chandra.

Audy mengangkat dagunya, menatap Chandra lurus dengan suara rendah namun menghantam.

“Kalau kamu nggak pergi dari sini sekarang, jangan salahkan aku kalau aku mempermalukan kamu didepan umum. Kamu pikir aku takut bercerai sama kamu? Kalau emang itu yang kamu mau, dengan senang hati aku akan mengabulkannya"

Chandra mengepalkan tangan, tapi tak menyangka jika Audy tidak gentar menanggapi ancaman kosongnya soal perceraian.

Tak bisa lagi berkata-kata, dan karena pihak security sudah siap untuk menyeretnya keluar, Chandra hanya berbalik, melangkah cepat keluar dari restoran, meninggalkan jejak kemarahan dan malu.

Seketika, meja itu kembali sunyi. Audy menghela napas panjang, menunduk sebentar, sementara Dion memperhatikan wajahnya—ada rasa iba.

Yunita duduk kembali, matanya masih berapi. Ia menatap Audy, lalu menatap Dion sejenak.

“Dy, kamu tenangin diri dulu ya”

Audy menutup matanya sebentar, mencoba meredam gejolak di dada, lalu tersenyum getir. “Maaf, atas keributan ini pak Dion, Yun"

"Nggak masalah, yang penting kamu baik-baik saja. Mungkin sebaiknya kamu ambil langkah hukum yang tepat buat menghadapi suami kamu, saya takut dia gelap mata. Kalau kamu butuh bantuan, perusahaan siap menyediakan pengacara buat kamu" kata Dion.

Yunita mengangguk setuju, tapi Audy hanya menggeleng, "Saya masih belum perlu pak. Mungkin nanti"

...***...

1
Widya Herida
lanjutkan thor ceritannya bagus
Widya Herida
lanjutkan thor
Sumarni Ukkas
bagus ceritanya
Endang Supriati
mantap
Endang Supriati
engga bisa rumah atas nama mamanya audi.
Endang Supriati
masa org penting tdk dpt mobil bodoh banget audy,hrsnya waktu dipanggil lagi nego mau byr berapa gajinya. nah buka deh hrg. kebanyakan profesional ya begitu perusahaan butuh banget. td nya di gaji 15 juta minta 50 juta,bonus tshunanan 3 x gaji,mobil dst. ini goblog amat. naik taxi kwkwkwkwkkk
Endang Supriati
audy termasuk staff ahli,dikantor saya bisa bergaji 50 juta dpt inventaris mobil,bbm,tol,supir,by perbaikan mobil di tanggung perusahaan.bisa ngeclaim entertaiment,
Endang Supriati
nah itu perempuan cerdas,sy pun begitu proyek2 sy yg kerjakan laporan 60 % sy laporkan sisanya disimpan utk finslnya.jd kpu ada yg ngaku2 kerjja dia,msmpus lah.
Syiffa Fadhilah
good job audy
Syiffa Fadhilah
sukur emang enak,, menghasilkan uang kaga foya2 iya selingkuh lagi dasar kadal
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!