Memiliki watak yang berbeda dengan saudaranya yang lain, membuat Erina sulit diatur. Bahkan ia tidak mengindahkan permintaan orang tuanya untuk segera menikah. Ia lebih memilih tinggal di luar negeri dan sibuk dengan karirnya. Hingga pada suatu saat, ia tidak menyangka bisa berjumpa dengan seseorang yang dapat menaklukkan hatinya. Pertemuan mereka yang tidak disengaja mampu merubah kehidupan Erina. Meski awalnya ia tidak tertarik namun akhirnya ia yang tidak bisa menjauh darinya.
Laki-laki tersebut adalah seseorang yang juga sedang sibuk dengan dunianya sendiri. Namun setelah bertemu dengan Erina, ia mulai merubah pandangannya terhadap seorang wanita.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bunda RH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Suara aneh
Erina menggeser tubuhnya sampai ke ujung tempat tidur untuk melihat keadaan Rasyad. Pelan-pelan ia mengintipnya. Ternyata Rasyad tidur terlentang sambil bersedekap.Mungkin ia kedinginan tidur di lantai.
"Duh, bangunin nggak ya?" Batinnya.
"Uhuk uhuk... "
Tiba-tiba Rasyad terbatuk. Erina langsung pura-pura memejamkan mata. Untungnya mereka punya air mineral kemasan botol yang tadi mereka sempat beli. Rasyad pun beranjak untuk minum. Setelah minum, ia melirik ke tempat tidur. Namun tiba-tiba Erina tidak dapat menahan bersin.
"Haccim... "
Ketahuan kan kalau belum tidur juga.
"Bangunlah, minum dulu." Rasyad angkat suara sambil menawarkan air mineral kepada istrinya.
Erina dengan mood kalem bangun dan menerima botol air mineral yang diberi oleh suaminya. Ia pun meminumnya.
"Terima kasih."
"Iya, sama-sama."
"Em, kamu belum tidur?"
Rasyad menggelengkan kepala.
Erina ragu-ragu mau mengatakan sesuatu yang tertahan.
Rasyad duduk di kursi sambil memainkan handphone-nya. Ternyata ia juga mendapat chat dari sang mama.
"Jef, kamu sudah menikah. Sudah punya seorang istri. Belajarlah menerima hubungan itu. Walau bagaimana pun pernikahan bukan ajang permainan. Ijab mu disaksikan oleh banyak malaikat. Berbuat baiklah kepada istrimu. Dekati istrimu pelan-pelan. Mama yakin, dia wanita yang baik."
Setelah membaca chat dari sang mama, Rasyad memandang ke arah tempat tidur. Dan ternyata Erina masih duduk bersandar di atas tempat tidur.
"Kok nggak tidur lagi?" Tanya Rasyad.
"Em... nggak pa-pa. Itu, kamu juga nggak tidur."
Rasyad menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Nggak pa-pa, kamu tidur saja duluan."
"Duh gimana cara ngomongnya suruh dia tidur disini. Nanti dia pikir aku yang keganjenan." Batin Erina.
"Kenapa kok bengong? Nggak bisa tidur kalau ada orang lain ya?"
"Em, bukan begitu."
"Lalu?"
"Ya, ampun, Erina. Kenapa secanggung ini. Dia suami kamu lho."
"Em, maaf bukan maksudku tidak sopan tadi sudah tidur di atas. Sedangkan kamu di lantai. Silahkan tidur di atas. Saya ridho."
Ucapan sering bagai angin segar bagi Rasyad. Ia tidak menyangka jika Erina yang mengatannya sendiri. Benar kata sang mama, Erina wanita yang baik. Tidak mungkin ia membiarkannya tidur di bawah.
"Kamu yakin?"
Erina mengangguk.
Erina menggeser posisinya, lalu menaruh guling di tengah-tengah sebagai pembatas. Rasyad mengerti maksudnya. Ini baru permulaan. Ia sangat memakluminya. Begitu pun dirinya yang juga belum terbiasa meski sebenarnya ia sudah menerima.
Rasyad pun melangkah ke arah tempat tidur. Ia membenarkan posisinya. Begitu saja rasanya jantung Erina tidak karuan. Akhirnya mereka sama-sama berbaring terlentang dengan guling pembatas.
"Selamat tidur." Ucap Rasyad.
"Hem, kamu juga."
"Em maaf, apa tidak sebaiknya kamu melepas jilbabnya saat tidur? Apa kamu tidak gerah? Tenang saja, aku nggak bakal ngapa-ngapain kok. "
Sontak Erina melotot mendengar perkataan Rasyad.
"Em itu, aku belum keramas. Nanti kamu bisa pingsan." Ujar Erina sambil memalingkan wajahnya ke kanan.
Rasyad mengulum senyum mendengar hal itu. Ia tahu istrinya sedang beralasan. Padahal dari tadi Rasyad sudah dapat mencium aroma wangi dari kepala istrinya. Nalurinya sebagai laki-laki tentu saja merasakan sesuatu yang berbeda. Apa lagi selama ini ia tidak pernah sedekat itu dengan seorang perempuan.
Selanjutnya tidak ada suara lagi. Mereka sibuk dengan pikiran Masing-masing. Keduanya sama-sama berusaha untuk memejamkan mata. Dan akhirnya keduanya saat ini sudah sama-sama terlelap.
Namun, di pertengahan malam. Karena tidak terbiasa, Rasyad pun terbangun. Ia melihat selimut yang dipakai Erina sudah berantakan. Pashminanya juga sudah terlepas dari kepalanya. Gaun yang dipakainya pun tersingkap sampai ke lutut. Tentu saja Erina kurang nyaman karena tidak terbiasa tidur menggunakan gaun. Ia biasanya memakai setelan piama panjang atau pendek. Kalau pakai daster pun maka akan tersingkap karena tidurnya tidak anteng. Melihat hal tersebut, tangan Rasyad terulur untuk menarik gaunnya. Namun Rasyad kesusahan karena Erina menindih gaunnya. Karena itu, Erina terusik. Ia pun terbangun. Melihat Rasyad pada posisi di bawahnya, sontak Erina langsung beranjak. Ia tidak sadar jika rambutnya sudah terurai karena tidurnya yang belangsakan.
"K-kamu mau ngapain?"
"Astaghfirullah... aku hanya ingin membenarkan gaunmu yang tersingkap. Dari tadi mataku sudah ternodai. " Ujar Rasyad dengan pura-pura menyesal. Namun diam-diam ia memperhatikan wajah polos istrinya saat bangun tidur.
Sadar terhadap pandangan suaminya, Erina lansung meraba kepalanya. Ia pun mencari pashminanya.
"Kenapa harus dipakai lagi? Bukannya halal bukunya dilihat suami? Bahkan bukan hanya melihat saja, sebenarnya..... "
"Ssttt..... " Erina menutup mulut Rasyad dengan jari telunjuknya.
Dan ternyata mereka mendengar suara aneh dari kamar sebelah. Suara itu seperti suara desa*an orang yang sedang melakukan hubungan suami istri. Tiba-tiba wajah keduanya memerah mendengar suara tersebut. Terutama Erina yang merasa malu. Ia menggigit tangannya sendiri, menyesal karena menyuruh Rasyad diam.
"E... aku pikir tadi suara hantu." Ujar Erina, langsung berbaring lagi dan menutup wajahnya dengan selimut karena ia benar-benar malu.
"Astaghfirullah, suara itu... " Batin Erina.
Sedangkan Rasyad, saat ini harus menyembunyikan sesuatu yang telah mulai bangun.
"Oh tidak. " Batinnya.
Cepat-cepat Rasyad pun berbaring miring ke kiri. Jadi saat ini mereka saling membelakangi. Suara dari kanan sebelah semakin menjadi. Erina pun menutup telinganya dengan bantal. Nafasnya tersenggal-senggal seakan habis lari 1 kilo meter.
Sementara Rasyad tidak dapat berbaring dengan tenang. Ia miring ke kiri, lalu ke kanan. Setelah itu ia tengkurap. Karena tak juga bisa tidur, a Rasyad pun pergi ke kamar mandi. Terpaksa ia mengguyur tubuhnya di tengah malam.
Keesokan harinya.
Alarm Erina berbunyi. Kali ini, Erina yang bangun terlebih dahulu. Saat membuka mata, ia terkejut karena ada seorang laki-laki di sampingnya yang saat ini sedang ia peluk. Erina baru ingat kalau dirinya sudah menikah.
"Ya Allah, baru saja aku mau teriak. Lupa, kalau sudah menikah. Untung saja dia masih tidur. Kalau tidak, mau ditaruh di mana wajahku ini." Batinnya.
Erina langsung bangun dan tidak lupa meng afirmasi dirinya pagi ini. Ia mengundurkan rambutnya lalu turun dari tempat tidur. Sebelum ke kamar mandi, Erina membangunkan Rasyad.
"Kak... kak, bangun. Sudah Shubuh." Erina menyentuh lengan Rasyad.
Rasyad tak kunjung terjaga. Sepertinya ia sangat mengantuk. Erina pun memutuskan untuk masuk ke kamar mandi. Ia mandi lalu bewudhu'.
Saat keluar dari kamar mandi ia pun shalat. Beruntung suaminya semalam meminjam karpet. Jadi ia bisa shalat di atas karpet. Beruntung juga ia selalu membawa mukenah travelnya.
"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh. "
Erina baru saja selesai shalat. Ia tidak sadar jika suaminya sudah terbangun dan sedang memperhatikannya.
Bersambung...
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Semoga kalian berdua segera saling membuka hati, apalagi kedua ortu kalian dah memaksa kalian untuk tinggal bersama ?? Hayo kita semua dah siap nungguin kalian berdua belah duren 🤣🤣🤣🤩🤩🤩🙏