"Sejak kamu datang... aku tidak bisa tidur tanpa mencium bau tubuhmu."
Yuna, dokter 26 tahun yang belum pernah merasakan cinta, mendadak terlempar ke dunia asing bernama Beastia—tempat makhluk setengah binatang hidup.
Di sana, ia dianggap sebagai jiwa suci karena tak bisa berubah wujud, dan dijodohkan dengan Ravahn, kepala suku harimau yang dingin dan kejam.
Misinya sederhana: temukan cinta sejati, atau terjebak selamanya.
Tapi siapa sangka... pria buas itu justru kecanduan aroma tubuhnya.
Temukan semua jawabannya hanya disini 👇
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Azida21, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Besok Malam Di Rumah Adat.
"Lukamu sudah mulai kering, sebentar lagi akan sembuh," ujar Yuna sambil membuka perban di lengan Nolan dengan hati-hati. Ia mengambil perban bersih lalu mulai menggantinya pelan-pelan.
Nolan tersenyum cerah, matanya tak lepas dari wajah Yuna yang fokus bekerja. "Semua ini berkatmu."
"Bukanlah," sangkal Yuna cepat. "Aku cuma membantu merawat mu sebisa mungkin."
"Aku tidak tahu dari mana kamu belajar mengobati, tapi... aku suka saat kamu merawat ku," ucap Nolan, suaranya merendah, terdengar jujur.
Yuna mengangkat alis sekilas, lalu tersenyum samar. "Aku menumpang hidup di rumahmu. Jadi, sebagai balasannya, aku bantu merawat mu sampai sembuh."
Senyuman Nolan perlahan memudar. "Apa kamu merawat ku hanya karena merasa berutang budi?"
Yuna mendongak dan menatap mata Nolan dengan serius. "Tidak."
"Kalau bukan karena balas budi, lalu karena apa?"tanya Nolan penasaran.
Yuna terdiam sejenak. Tangannya masih sibuk membenahi perban, tapi pikirannya mulai melayang. Ia tahu Nolan sedang menunggu jawaban yang lebih dari sekadar jawaban datar.
"Kamu baik padaku. Jadi aku juga merasa harus memperlakukanmu dengan baik. Lagipula, kamu terluka karena mencari aku... dan, entah kenapa, aku merasa bersalah," jelas Yuna hati-hati agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Nolan mengangguk pelan, tapi sorot matanya menunjukkan bahwa ia belum puas dengan jawaban itu. Jelas ia berharap Yuna merawatnya karena peduli, bukan karena rasa bersalah semata.
"Setelah sarapan, langsung minum obat. Setelah itu, aku bantu kamu bersihkan tubuh," ucap Yuna sambil meletakkan kotak P3K di bawah ranjang.
"Biar Lira saja yang bersihkan tubuhku," balas Nolan, nadanya terdengar murung.
Yuna mengerutkan kening. "Kenapa?"
"Aku khawatir merepotkan mu," jawab Nolan pelan. Tapi sebenarnya, ia hanya kecewa karena Yuna belum juga menunjukkan perhatian lebih seperti yang ia harapkan.
"Baiklah. Kalau kamu maunya begitu, nanti aku beri tahu Lira bagaimana cara membersihkan tubuh yang ada lukanya," ujar Yuna setuju, walau sebenarnya ia merasa aneh dengan permintaan itu. Tapi ia berusaha bersikap biasa saja.
Tak lama kemudian terdengar suara ketukan di pintu. Suaranya berasal dari luar rumah, bukan dari arah kamar.
"Siapa yang datang?" tanya Nolan penasaran.
Yuna menggeleng pelan. "Biar aku lihat dulu. Kamu jangan ke mana-mana, tetap di tempat tidur sampai aku kembali," ucap Yuna sambil beranjak.
Nolan mengangguk setuju. Ia memang tidak pernah membantah Yuna. Semuanya ia lakukan demi mendapatkan hati perempuan itu, berharap suatu hari Yuna melihatnya sebagai pejantan yang bisa diandalkan.
Yuna keluar dari kamar dan membuka pintu utama. Saat melihat siapa yang berdiri di sana, ia langsung mendesah pelan.
"Kamu lagi?" ucapnya ketus, pandangannya langsung tertuju pada Ravahn dan bukan pada sosok lain di sampingnya.
Ravahn hanya diam, tatapannya datar, tidak terpengaruh.
"Mau apa ke sini lagi?" tanya Yuna berani.
"Jangan bicara seperti itu pada ketua suku. Tidak sopan," tegur seorang betina tua di samping Ravahn.
Yuna mengalihkan pandangannya. "dia siapa ?"tanya Yuna sedikit berbisik.
"dukun"jawab Ravahn singkat.
Dukun yang di maksud segera bicara."Aku dukun suku harimau," ucap dukun itu memperkenalkan diri. "Kami datang ke sini untuk memeriksa keadaan Nolan."tambahnya lagi.
Yuna mengangguk singkat. "Baiklah..Silakan masuk."
Saat Ravahn hendak melangkah lebih dulu, Yuna malah mengangkat tangan seperti menghadangnya.
"Biar yang tua masuk lebih dulu," ucapnya ketus.
"Tidak apa-apa. Biarkan ketua suku masuk duluan," ujar sang dukun dengan nada sungkan.
"Dengar sendiri, kan?" ucap Ravahn sambil menatap Yuna tajam.
Akhirnya Yuna menyingkir dari depan pintu, memberi jalan pada keduanya.
"Duduk dulu," ucap Yuna sopan.
"Tidak perlu. Aku ingin melihat keadaan Nolan dulu," ujar sang dukun buru-buru.
"Baiklah, ikut aku," ucap Yuna sambil menunjuk arah kamar Nolan.
Sesampainya di kamar, sang dukun langsung masuk dan melihat Nolan yang masih terbaring.
"Bibi, kamu datang," sapa Nolan sopan.
Sang dukun tersenyum ramah. "Bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?"
Nolan mengangguk pelan. "Lukaku sudah lumayan kering."
"Sudah kering?" ucap dukun itu tak percaya. Ia mendekat untuk memeriksa luka Nolan secara langsung.
"Yuna merawat ku dengan baik. Jadi lukanya cepat sembuh," puji Nolan sambil melirik ke arah Yuna.
"Betina kecil ini namanya Yuna?" tanya dukun itu.
"Iya."
"Siapa sangka. Betina secantik ini ternyata bisa merawat orang sakit," ujar sang dukun tersenyum.
Saat melihat perban putih di lengan Nolan, ia bertanya heran. "Apa yang kamu pakai ini?"
"Ini namanya perban," jawab Yuna. "Digunakan untuk membalut luka agar tetap bersih dan mencegah infeksi bakteri."
"Bibi belum pernah melihat benda seperti ini. Kami biasanya hanya menggunakan kain biasa untuk membalut luka," kata sang dukun.
"Kain memang bisa digunakan dalam kondisi darurat, tapi untuk luka seperti yang dialami Nolan, menggunakan perban jauh lebih efektif," jelas Yuna tenang.
"Kalau kamu membalut lukanya seperti ini, artinya ramuan yang kuberikan tidak dioleskan?" tanya dukun itu, menunjuk buntalan ramuan yang masih utuh.
Yuna mengangguk. "Aku tidak memberikan ramuan itu pada Nolan."
"Lalu bagaimana lukanya bisa cepat mengering?"
"Aku membersihkan lukanya dengan antiseptik bernama Povidone-Iodine, untuk membunuh kuman dan mencegah infeksi. Setelah itu aku mengoleskan salep antibiotik topikal agar luka tidak bernanah dan bisa sembuh lebih cepat. aku juga memberinya obat Paracetamol untuk mengurangi nyeri dan menurunkan demam," jawab Yuna seperti seorang dokter yang terbiasa menjelaskan pada pasien.
Dukun itu terdiam sejenak, tampak bingung dengan istilah yang disebutkan.
"Itu semua bagian dari pengobatan yang kupelajari," lanjut Yuna tanpa sadar. "Aku belajar selama empat tahun dan fokus pada ilmu medis serta perawatan luka," tambahnya, menjabarkan latar belakang pendidikannya di dunia modern.
Bibi dukun langsung melongo. "Empat tahun?" ucapnya tak percaya. "Cepat sekali kamu belajar. Untuk menjadi dukun, perlu waktu lima belas tahun, tapi kamu..." kalimatnya terputus karena terlalu terkejut.
Yuna tersenyum canggung. Ia baru saja membuka sedikit tentang siapa dirinya sebenarnya.
"Berapa usiamu sekarang?" tanya dukun itu penasaran.
"Dua puluh enam tahun," jawab Yuna lugas.
Dukun itu ternganga, begitu pula Ravahn dan Nolan yang berdiri di belakangnya.
"Du... dua puluh enam tahun?" ulang Nolan, lebih syok daripada yang lain. Ia benar-benar tidak menduga.
Yuna mengangguk tenang.
"Kamu bahkan... lebih tua dariku," ujar Nolan lirih, nyaris tak percaya.
"Iya. Kalian tidak percaya?" tanya Yuna, sedikit kesal.
"Tapi... kamu tidak tampak seperti usia dua puluh enam tahun," balas Nolan pelan. Matanya menatap Yuna seolah baru pertama kali melihatnya.
"Dan... bibi juga tidak melihat tanda pasangan di lehermu," ucap sang dukun, matanya meneliti leher Yuna dengan seksama.
"Aku memang belum punya pasangan," jawab Yuna santai, tak ada nada ragu.
Dukun itu langsung menoleh pada Ravahn. "Ketua suku, mengapa ada betina dari suku harimau yang belum memiliki pasangan di usia yang sudah lewat dari masa dewasanya?"
"Dia bukan bagian dari suku harimau," jawab Ravahn datar.
"Dia pendatang. Tak seorang pun tahu dari mana asalnya," lanjutnya.
"Kalau begitu, ketua harus segera melakukan ritual pencari asal-usul," saran dukun itu serius. "Betina ini tidak seharusnya terlalu lama tanpa pasangan. Itu bisa mengganggu keseimbangannya."
Ravahn mengangguk pelan. "Baiklah."
"Aku akan adakan ritual di rumah adat besok malam," putusnya tegas, tanpa memberi ruang untuk penolakan.
Yuna terdiam. Ia tidak tahu harus merasa takut atau justru penasaran. Tapi seperti biasa, rasa penasarannya jauh lebih kuat daripada ketakutannya.
Ia baru hendak membuka mulut saat tatapan Ravahn menembus pandangannya, tajam dan penuh makna.
"Kamu tidak bisa menghindar dari ini," ucap Ravahn pelan, tapi tegas.
Yuna hanya bisa diam. Tak satu pun kata keluar dari mulutnya untuk membalas ucapan itu.
"Ritual pencari asal usul..tidak buruk" gumam nya pelan."Tapi...bagaimana kalau aku berasal dari suku lain,apakah aku akan di kembalikan ke sana?" gumam nya ragu.
*
Hai👋,author balik lagi nih! Tadi ada yang minta update, jadi author kabulin sekarang juga🥰
Buat kalian semua, jangan lupa untuk like, komentar, dan kasih ulasan ya. Dukungan kalian benar-benar berarti, apalagi author lagi kurang sehat akhir-akhir ini. Doain semoga cepat sembuh biar bisa terus nulis dengan semangat!😍❤️
Sampai jumpa di bab selanjutnya😘😘👇👉