"Aku insecure sama kamu. kamu itu sempurna banget sampai-sampai aku bingung gimana caranya supaya bisa jadi imam yang baik buat kamu."
~Alvanza Utama Raja
🍃🍃🍃
Ketika air dan minyak dipersatukan, hasilnya pasti menolak keduanya bersatu. Seperti Alvan dan Ana, jika keduanya dipersatukan, hasilnya pasti berbeda dan tidak sesuai harapan. Karena yang satu awam dan yang satu tengah mendalami agamanya.
Namun, masih ada air sabun yang menyatukan air dan minyak untuk bisa disatukan. Begitu juga dengan Alvan dan Ana, jika Allah menghendaki keduanya bersatu, orang lain bisa apa?
🍃🍃🍃
"Jika kamu bersyukur mendapatkan Ana, berarti Ana yang harus sabar menghadapi kamu. Sebab, Allah menyatukan dua insan yang berbeda dan saling melengkapi."
~Aranaima Salsabilla
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aufalifa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
gagal bercinta
Mendengar dokter mengatakan bahwa Herlin hans dirawat inap, Alvan mengusap wajahnya gusar. Lagi-lagi Alvan teringat Yono yang menyetubuhi bundanya tanpa Kasihan jika Ibundanya sangat kesakitan.
"Sabar, A." ujar Ana berusaha menenangkan suaminya
"Aa' nggak bisa tenang, Na. Melihat betapa bejatnya Yono pada bunda, hati Aa hancur, Aa' merasa gagal menjaga bunda." Balas Alvan
"Sekarang kita temui bunda ya A'."
Keduanya berjalan menuju ruang dimana Herlin dirawat khusus alat-alat medis. Melihat bundanya yang kini tengah mengobrol dengan perawat, Alvan langsung mundur beberapa langkah.
"Kenapa, A'?"
"Nggak papa, yaudah ayo temui bunda." Alvan dan Ana berjalan masuk untuk menemu Herlin. Perawat yang tadinya mengobrol dengan Herlin pun melenggang pergi meninggalkan ruangan.
"Bunda udah makan?" Tanya Alvan
"Belum." Herlin meraih tangan Ana dengan senyum menghangatkan. "kamu udah makan tadi, Nak?" Tanya Herlin tanpa memperdulikan dirinya yang belun makan.
Ana membalas senyuman mertuanya itu. "Udah. Bunda Sendiri kenapa belum makan? sekarang Bunda makan, ya. Ana yang suapin bunda." Tanpa menunggu balasan dari Herlin, Ana langsung mengambil makanan yang disiapkan oleh rumah sakit.
Alvan tersenyum bangga pada istrinya yang cepat tanggap tanpa menunggu balasan Apalagi melihat istrinya itu yang begitu akrab pada ibundanya dan sepertinya Herlin begitu menyukai menantunya itu.
Disusul teman-teman Alvan yang baru datang karena suruhan Alvan. Alvan meminta pada teman-temannya itu untuk menjaga dan merawat bundanya seharian.
Alvan berjongkok kearah Herlin dan membisikkan sesuatu pada Herrin. Herlin tersenyum dengan antusias setelah mendengar bisikan Alvan.
"Yasudah, sekarang kalian buruan berangkat keburu nggak ada waktu lagi." Ujar Herlin dengan menggenggam tangan putra dan menantunya
"Mau berangkat kemana, Bunda?" Tanya Ana bingung
"Sudah, ikuti saja perkataan Alvan, Nak." Balas Herlin memberi senyum pada Ana
Ana pun mengangguk mengikuti perkataan Herlin dan Juga suaminya. Meski dari lubuk hati ingin bertanya-tanya
"Kita sebenarnya mau kemana, A'?" Tanya Ana pada akhirnya
"Honeymoon sebelum kamu berangkat, sayang."
🍃🍃🍃
Mulai dari rumah sakit bahkan sampai ke hotel, Ana hanya diam sembari menatap suaminya. Seperti ingin mengatakan sesuatu tapi takut. Sedangkan Alvan yang dengan perasaan berbunga-bunga segera memencet tombol lift agar cepat sampai di kamar yang sudah Alvan siapkan.
Berdiri di depan pintu, Alvan menyempatkan senyum untuk menghilangkan perasaan gugupnya.
"Suprise untuk kamu sa-" Ucapan Alvan seketika terhenti karena di depan matanya sudah ada Naya yang berbaring sembari memakan makanan yang ada di atas meja
"Apa maksud Aa' Kasih suprise untuk Ana?" Tany Ana bingung. Ada sedikit rasa kecewa tetapi Ana tak mau memperlihatkannya pada Alvan..
"Maaf, sayang." Balasnya yang setelah its langsung menghampiri Naya yang merusak acara Honeymoonnya
"Welcome to darling." ujar Naya menyapa Alvan dengan sesekali ingin mencium pipi Alvan tetapi, Alvan dengan cepa menepisnya.
"Apa yang to lakuin di kamar que Bangsat!!" Bentak Alvan tak habis pikir pada mantannya yang seharusnya berubah menjadi lebih baik malah tambah gila.
"Kasar banget sih, mulutnya tuh toxic, kurang asupan dari istri ya? Atau nggak pernah dikasih asupan? kasiannya kesayangan aku, sini deh biar aku yang kasih kamu asupan." Naya bergerak mendekat tetapi dengan gerakan cepat Ana datang dan langsung menampar Maya
"Maaf, jika tangan saya melukai anda. Tetapi, kelancangan anda membuat saya benar-benar tak habis pikir. Anda berpenampilan sempurna tetapi ucapan anda sangat munafik." Setelah mengucapkan hal itu, Ana langsung membaca istighfar sebanyak-banyaknya
Alvan yang mendengar ucapan Ana langsung melongo Tidak menyangka dengan istrinya yang hanya diam ternyata bisa melawan.
"Gue nggak munafik! Gue kayak gini gara-gara lo, bitch!"
"Keluar dari kamar gue! Mulut lo sumber racun buat istri gue!" Sahut Alvan Dengan perasaan kesal campur kecewa, Naya keluar dengan sesekali menendang meja hingga makanan yang di atas meja mini jatuh berserakan.
"Astaghfirullah."
"Maafin Aa' ya, Na. Acara Honeymoon nya jadi rusak berantakan gini. Tapi, bukan berarti kalau acara malamnya tertunda kan?"
Ana menatap sendu kearah suaminya yang seperti sangat ingin bercinta dengannya. Sedetik kemudian Ana langsung memeluk Alvan.
"Maaf ya A'. Ana baru saja datang bulan."
Mau ikut kecewa tapi Alvan tidak boleh se egois itu meminta malamnya pada Ana. "Yahhh, padahal udah susah susah Aa' hafalin doanya."
"Do'a apa A'?" "Tanya Ana bingung
"Bismillah, Allahumma jannib naassyyaithaana wa jannibi syaithoona maarazaqtanaa."
🍃🍃🍃
Alvan meminta seluruh anggotanya untuk bersiap-siap mengawal Ana sampai pesantren. Disisi lain, Alvan juga menemani Ana berpamitan pada keluarga dan sahabatnya.
"Maaf ya, Ana sering buat kamu sedih." Ujar Ana dengan memeluk Ulya.
"Itu takdir, Na. Insyaallah minggu depan aku nyusul kamu di ponpes." Balas Ulya
"Oh ya? Masyaallah, berawal dari santri, Abdi lalu jadi istri putra kyai ya." Keduanya tertawa guna melepas rasa bersama
"Minta bimbingannya ya, Na."
"Insyaallah, kila belajar bersama ya."
Setelahnya Ana berpamitan pada kedua orang tua Ulya yang udah Ana anggap sebagai orang tua juga. Serta yang terakhir, Ana berpamitan pada Orang tua dan ibu mertuanya.
"Jangan terlalu lama, Na. Kasian suamimu, terlalu banyak menunggu." Ujar Ida memperingati
"Perjanjian awal kan emang ngebolehin Ana tetep di pesantren. Salah dia dong kenapa cepet-cepet nikahi Ana." Balas Ana Seadanya
"Kamu juga kan yang mau?"
Ana sedikit gelagapan mendengarnya. "Ana kan ngikut apa kata Abah dan ibu."
"Abah dan ibu kan nggak maksa kamu untuk ngikutin apa kata Abah dan ibu."
Ana menghembuskan nafas kepasrahannya. "Udah siang, Bu. Ana pamit mau berangkat."
Terakhir yang Ana pamiti adalah mertuanya, Herlin. Ana mencium tangan dan telapak tangan Herlin. Tak lupa juga Ana yang mencium pipi mertuanya itu.
"Doakan bunda, Nak."
"Itu pasti, Bunda."
Alvan menoleh kearah benda yang menempel di tangan kirinya. "Udah sayang?" Tanyanya, Ana mengangguk
Kedua sepasang kekasih itu berjalan keluar rumah Ahmad dan Ida. Keduanya disambut hangat oleh puluhan orang dengan gaya dan pakaian yang sama.
"Astaghfirullah, A'. Mereka semua siapa?" Tanya Ana merasa terkejut dengan puluhan orang didepannya
"Anak Blaster, sayang. Mereka semua akan antar kamu ke pesantren dengan selamat tanpa ada lecet sedikitpun." Balas Alvan
Ana menyembunyikan wajah cantiknya ke bahu Alvan. "Malu A'. Ini mau berangkat pesantren bukan mau tawuran." Bisiknya terlalu malu ketika seluruh anak buah Alvan menatapnya sekaligus bersiul-siul menggodanya.
Alvan terkekeh. "Resiko mempunyai kelompok gengster adalah mempunyai banyak musuh. Apalagi Aa' ketuanya, udah pasti banyak yang ngincer Aa'." Balasnya dengan menuntun Ana sampai ke mobil, membiarkan Ana yang tetap menyembunyikan wajah cantiknya.
"Lain kali nggak usah ngurusin begituan, A'. Apalagi banyak musuh, bahaya buat Aa'."
"Justru yang bahaya itu kamu, sayang. Bakalan ada banyak orang yang ikut ngincer kamu karena kamu istri Aa'. Kamu nggak perlu khawatir, menjadi pelindung kamu itu kewajiban Aa'. Cukup kamu yang percaya pada Aa'." Balas Alvan
🍃🍃🍃
Suara deruman motor mulai memasuki area pesantren. Satu mobil yang memimpin banyak motor dibelakangnya yang mengawal. Satu kata yang melintas di otak Ana yaitu 'malu'. Ana malu karena ada banyak santri yang keluar asrama untuk melihat suara bising beberapa menit lalu.
"Malu A'. Banyak santri yang liatin." Ujar Ana
Alvan mengangguk, ia segera keluar dari mobil untuk memandu anak buahnya. Alvan menatap satu persatu anak buahnya, setelahnya Alvan menjentikkan tangan ke atas guna memberi kode.
Melihat kode dari Alvan, Arden langsung mengawali untuk membentuk barisan memanjang seolah membuat jalan untuk Ana.
"Udah, sayang. Ayo keluar."
Ana keluar dari mobil sesuai dengan perintah Alvan. Dirinya langsung menutup sebagian wajahnya menggunakan jilbab yang ia kenakan.
"Malu, A'."
"Anak Blaster tinggi-tinggi. Jadi bisa nutupin kamu dai mereka yang terus liatin."
"Percuma, A'. Dari lantai atas tetep kelihatan."
Alvan merespon dengan senyuman. Setelahnya ia langsung mengeluarkan payung dan memayungi Ana bak seorang ratu yang selalu mendapat perlindungan dari raja dan prajuritnya.
Melihat perlakuan Alvan, Ana hanya bisa membalas dengan senyum manisnya. Kedua pipinya sudah berubah seperti kepiting rebus.
Keduanya berjalan sampai pintu masuk area asrama putri. Ana melarang keras untuk Alvan yang akan ikut masuk kedalam asrama.
"Cukup sampai sini, A'. Sekarang Aa' boleh pulang." Ujar Ana nampak santai dan tenang
"Nggak mau peluk Aa' dulu gitu? Kasih kiss atau apa." Tanya Alvan
Tanpa menunggu lama, Ana langsung berhambur kedalam dekapan Alvan. Sedangkan Alvan mengecupi kening Ana berkali-kali dan berakhir mengecup singkat bibir sang istri.
Ana menyodorkan benda gepeng miliknya pada Alvan. "Aa' simpen ya, dipakai juga nggak papa."
"Aa' teringat sesuatu. Kamu dulu pernah bilang kalau di ponsel kamu ini ada banyak foto laki-laki. Aa' boleh dikasih tahu siapa?" Tanyanya
Ana tersenyum. "Para waliyullah A'."
"Waliyullah?"
Ana mengangguk. "Habib syech, habib Umar, habib Sholeh dan juga habib-hbib lainnya."
"Masyaallah, benar-benar beruntung Aa" punya istri yang se Sholehah ini." Alvan kembali mengecup kening sng istri
"Yaudah, Ana masuk dulu ya, A'."
"Dijaga kesehatannya, diatur pola makannya, jangan suk begadang. Soalnya Aa' nggak bisa mantau kamu, sayang." Alvan mengeluarkan beberapa uang gepok dari tas kecilnya. "Segini cukup kan?"
Ana terkejut melihat uang yang diberikan Alvan untuknya. "A'. Satu gepok kebanyakan buat Ana. Satu gepok udah cukup untuk beberapa bulan ke depan."
"Biaya kamu sekarang adalah tanggungan Aa'. Pakai aja dulu, kalau butuh sesuatu langsung hubungi Aa'. Mungkin satu Minggu kedepan, Aa' jenguk kamu." Ujar Alvan tak mau menerima bantahan.
"Ana ngikut apa kata Aa'. Ana izin masuk ya."
Alvan mengangguk, Ana segera meraih tangan kekar suaminya untuk ia cium punggung tangan serta telapak tangannya. Sedangkan Alvan langsung membalas kembali dengan mencium tangan mungil istri dan mencium singkat bibir Ana.
"Semangat, sayang."