Bismillah karya baru FB Tupar Nasir
WA 089520229628
Sekuel dari Ya, Aku Akan Pergi Mas Kapten
Kapten Excel belum move on dari mantan istrinya. Dia ingin mencari sosok seperti Elyana. Namun, pertemuan dengan seorang perempuan muda yang menyebabkan anaknya celaka mengubah segalanya. Akankah Kapten Excel Damara akan jatuh cinta kembali pada seorang perempuan?
Jangan lupa ikuti kisahnya, ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hasna_Ramarta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 Papan Nama Zinni
Perasaan Zinni masih deg-deg ser. Tiba di dalam rumah, ia berdiri terpaku di balik pintu dan kembali melamunkan kejadian tadi sejak di kafe Leopard, sampai tiba di depan gerbang rumah.
"Ya ampun, tadi itu seperti benar-benar nyata. Aku diperlakukan romantis oleh Pak Excel. Bahkan Pak Excel menyatakan cintanya sama aku tadi. Indahnya," gumam Zinni senang.
Namun, ketika Zinni kembali tersadar, bahwa semua yang dilakukan Excel tadi hanyalah sandiwara untuk membuat mantan istri sirinya menjauh atau cemburu, Zinni hanya bisa mengelus dada. Ada kecewa di sana.
"Kenapa aku bisa kecewa kalau yang dilakukan Pak Excel hanyalah sandiwara? Aku ini bekerja pada Pak Excel. Dan apa yang aku lakukan tadi merupakan bagian dari pekerjaanku."
Zinni segera bergegas dari ruang tamu, lalu menuju kamarnya dan memasukinya.
Keesokan harinya, pagi ini, Zinni sudah berada di dapur setelah sholat subuh tadi. Dia sedang membuatkan sarapan pagi untuk Excel. Zinni kali ini membuat sarapan pagi berat seperti biasa. Zinni membuat nasi uduk sesuai pesanan Excel kemarin.
Terpaksa Zinni, mencari referensi cara membuat nasi uduk yang enak dengan cara mencari di google. Kalau bahan-bahannya ada di kulkas, dia bisa mengeksekusi dengan senang hati, apapun yang Excel pesan. Untung saja kemarin, Excel belanja bahan makanan setelah pulang dari kantor.
Wangi nasi uduk dalam mejikom sudah tercium. Zinni kini mulai menggoreng tahu, ikan nila, serta sambal tomat dikasih terasi sedikit, lalapannya ada terong rebus, labu jepang direbus, serta tumis kangkung. Lengkap sudah sarapan Excel pagi ini.
"Sayangnya tidak ada pete," gumamnya sambil tersenyum.
Meja makan kini sudah dipenuhi makanan sederhana tapi cukup menggiurkan.
Excel sudah mengenakan seragam PDH nya. Dia menuruni tangga. Hidungnya sudah mencium bau yang sedap dari arah dapur, sejak tadi. Tubuhnya yang masih atletis, terlihat sangat seksi dan mengagumkan, sejenak Zinni menatap kagum ke arah Excel yang sedang menuju dapur.
"Ya ampun, Pak Excel ganteng banget. Ini bisa mengalahkan Ca Eun Woo." Zinni berbisik dalam hati. Tubuhnya yang gagah, wajahnya yang dingin, memunculkan aura tentara Korea yang sejati. Setidaknya begitu gambaran Zinni tentang Excel yang menyerupai tentara-tentara Korea yang sudah ia tonton dari beberapa judul.
"Benar-benar tampan," gumamnya lagi tanpa sadar. Namun, ketika sadar siapa dirinya, Zinni kembali pada statusnya, yakni hanyalah seorang bawahan dari Excel yang tidak mungkin kesampaian jika meraihnya.
"Zinni, lho, kenapa bengong? Jangan katakan kalau kamu sedang membayangkan perihal kejadian kemarin itu, ya. Kita hanya bersandiwara karena saya ingin membuat mantan istri siri saya tidak lagi mengganggu hidup saya. Saya muak dengannya," sergah Excel. Sontak Zinni terkejut setengah pingsan.
"I~itu, Pak. Silahkan sarapan paginya sudah ada di meja makan." Zinni mendadak gugup dengan ucapan Excel barusan.
"Silahkan, Pak." Zinni sudah menghidangkan nasi uduk di depan Excel, beserta lauknya, setelah Excel duduk.
Setelah itu, Zinni meninggalkan Excel agar sarapan dengan tenang.
"Zinni, kamu mau ke mana? Duduklah dan sarapan dengan saya," titah Excel.
"Tapi, saya harus mencuci pakaian, Pak," tolak Zinni berharap Excel membiarkannya.
"Duduklah dan temani saya sarapan, bukankah kamu juga belum sarapan?" titah Excel lagi. Hal ini tidak bisa dibantah lagi, terpaksa Zinni patuh perintah Excel, lalu dia meraih piring untuknya.
Sarapan pagi berdua pun dimulai, Excel dan Zinni makan dalam keheningan. Hanya suara sendok saja yang terdengar akibat beradu dengan piring.
"Pandai kamu membuat nasi uduk, rasanya pas dan sesuai dengan lidah saya," ujar Excel menyudahi sarapannya, secara tidak langsung memuji masakan Zinni.
"Terimakasih banyak, Pak.Tapi, semua ini saya buat berdasarkan resep yang saya dapat dari google," jawab Zinni jujur.
"Minimal ada usaha. Menurut saya bagus, karena kamu mau berusaha."
"Iya, Pak," balas Zinni seraya tersenyum senang.
"Ok. Saya harus pergi. Dan jangan lupa, tolong kamu rapikan kamar saya," ujar Excel sebelum pergi.
"Baik, Pak."
Setelah itu, Excel segera pergi, meninggalkan Zinni yang menatap kepergiannya sampai tubuhnya menghilang di balik tembok. Setelah mobil Excel jauh. Zinni tidak perlu mengunci gembok rumah sendiri, sebab Excel sudah menguncinya sendiri dari luar.
Zinni membereskan meja makan, lalu mencuci piring bekasnya dan bekas Excel. Setelah dapur bersih, Zinni bergegas ke atas untuk membereskan kamar Excel sekalian ngepel lantai kamarnya.
Tiba di dalam kamar, ranjang itu dalam keadaan kusut. Baju kotor ada di atasnya. Dengan cekatan Zinni merapikan ranjang yang pernah ditidurinya saat mati lampu dua hari yang lalu.
"Duh, kapan lagi aku bisa tidur di ranjang menyehatkan ini?" khayalnya sembari merebahkan tubuhnya di ranjang itu. Tiba-tiba mimpi bersama Excel yang seperti nyata itu, teringat lagi di dalam kepalanya.
"Ya ampun, kenapa aku harus ingat mimpi itu lagi? Itu hanyalah mimpi. Hanya bunga tidur. Tapi, kenapa bayang-bayang Pak Excel selalu ada dalam kepalaku? Pak Excel yang sangat menyebalkan, tapi kenapa dia begitu menggetarkan jiwa?"
Zinni bangkit kembali dari ranjang setelah puas menikmati lembutnya ranjang Excel.
Ranjang telah rapi dan wangi, kini Zinni mulai ngepel lantai, yang sebelumnya sudah ia sapu.
"Ahhhh, wanginya. Kamar Pak Excel kini sudah bersih dan wangi." Zinni gembira, dia senang melihat hasil kerjanya pagi ini.
Sebelum meninggalkan kamar Excel. Jiwa kepo dan penasarannya kini meronta. Zinni mendekati laci meja rias, lalu membukanya. Entah apa yang mau dia cari.
"Lho, ini, kan?" Pikiran Zinni kembali ke beberapa tahun yang lalu. Dia masih ingat pernah hilang papan nama saat dia menyendiri di sebuah taman yang viewnya danau buatan.
"Papan nama ini, namanya mirip denganku. Alzinni Z. Jangan-jangan ini punyaku yang dulu pernah hilang. Dari mana Pak Excel mendapatkan papan nama ini?" gumamnya setelah ia menemukan sebuah papan nama bertuliskan persis namanya.
"Sepertinya ini memang papan nama aku yag jatuh dua tahun lalu di taman itu," duganya seraya meraih memasukkan papan nama itu ke dalam saku roknya.
Zinni keluar dari kamar Excel, nanti sepulang Excel dari kantor, Zinni akan menanyakan perihal papan nama itu.
Pagi pun berganti siang, siang berganti sore. Zinni sudah menyiapkan makan sore untuk Excel. Dia pun sudah mandi dan wangi. Karena bagaimana pun, Excel yang judes itu memang selalu ingin ditemani makan dalam satu meja.
Deru suara mobil Excel sudah terdengar. Zinni segera berlari menuju pintu. Lalu ia membukanya layak seorang istri menyambut suami pulang bekerja.
"Siang Pak Excel," sambut Zinni seraya meminta tas yang digendong Excel. Excel menatap Zinni seketika. Zinni baginya siang ini terlihat sangat berbeda, cantik dan elegan, menyambutnya persis seorang istri, atau malah persis Elyana yang sedang menyambut kepulangannya dari kantor.
kawal si exel sm zinni sampai ke pelaminan