Dijebak oleh sahabat dan atasannya sendiri, Adelia harus rela kehilangan mahkotanya dan terpaksa menerima dinikahi oleh seorang pria pengganti saat ia hamil. Hidup yang ia pikir akan suram dengan masa depan kacau, nyatanya berubah. Sepakat untuk membalas pengkhianatan yang dia terima. Ternyata sang suami adalah ….
===========
“Menikah denganku, kuberikan dunia dan bungkam orang yang sudah merendahkan kita."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10 ~ Rencana Abimanyu
Bab 10
Abimanyu berdecak setelah menutup panggilan dari Kemal. Apapun itu ia tidak akan terpengaruh. Mau ada pergantian siapapun tidak akan pengaruh dengannya. Namun, nama Zahir yang mungkin akan naik menjadi direktur agak mengganggu. Apa ia, perusahaan akan bergantung pada pria itu.
“Halah, masa bodoh.”
Lebih tertarik membuka isi file kiriman Kemal. Membaca identitas seseorang yang ia ingin tahu.
“Dua puluh tiga tahun, masih muda juga. Pantas saja terlihat lugu. Semoga tidak jadi korban Zahir.”
“Mas Abi, galonnya kosong.”
Abi yang berada di dekat janitor segera memasukan ponsel dalam kantong lalu memasuki pantry. Seperti biasa, saat jam makan siang kadang ada staf yang memilih menikmati makan siang atau menghabiskan waktu di pantry.
“Sudah saya ganti, mbak.”
“Makasih ya, mas ganteng.”
Abi hanya berdehem mendengar pujian itu dan meninggalkan pantry karena ponselnya bergetar. Ia mengernyitkan dahi mendapati id caller yang menghubungi. Ragu antara menjawab atau tidak. Akhirnya panggilan berakhir sebelum dijawab. Tidak lama ternyata kembali ada panggilan masuk masih dengan pemanggil yang sama.
Menunggu beberapa saat, Abi akhirnya menjawab panggilan tersebut.
“Iya,” ucap Abi.
“Susah sekali menghubungimu,” ucap pria di ujung sana terdengar serak dan dalam.
“Aku sibuk.”
“Bisa kita bertemu?”
“Aku bilang sibuk,” cetus Abi.
“Besok malam, Kemal akan share lokasinya. Datang atau aku yang mendatangimu.”
Abi berdecak dan tidak merespon juga tidak berniat mengakhiri apalagi menghardik pria itu.
“Aku sudah tua, tidak lama lagi tidak akan mengganggumu. Hanya saja sebelum aku pergi, harus pastikan semua berjalan sesuai dan berada pada tempatnya. Termasuk … kamu. Abimanyu Bagas Daswira.”
***
“Pulang jam berapa?” tanya Mona sudah berdiri dan memakai tasnya.
“Sebentar lagi, tanggung aku lagi edit bahan presentasi besok,” sahut Adel.
“Aku duluan ya.”
Adel hanya tersenyum dan melambaikan tangan saat Mona beranjak pulang. Sebagian staf sudah meninggalkan kubikel mereka, beberapa pun keluar bersama Mona. Hanya tinggal dirinya dan satu meja lagi itu pun sudah bersiap pulang juga.
Sengaja menunda kepulangannya, meski jam kerja sudah berakhir satu jam lalu. Adel memutuskan pulang lebih lambat, ia harus menemui Zahir. Yang ia dengar Zahir kerap pulang agak larut kalau berada di kantor.
Hampir satu jam menunggu setelah semua staf meninggalkan kubikel mereka, Adel pun beranjak membawa tasnya. Memberanikan diri akan menemui Neli untuk bertemu Zahir, penuh harap bisa bicara dengan pria itu.
Nyatanya meja Neli sudah kosong, bahkan lampu di area tersebut sudah dimatikan. Adel menghela nafas pelan lalu melangkah malas menuju lift. Rupanya dunia sedang berpihak dengannya. Zahir berdiri sedang berbicara lewat telepon.
“Pak Zahir,” gumam Adel dan berniat menunggu pria itu selesai bicara.
“Baik, Om. Pasti, pasti saya sampaikan pada Bunda. Sampai nanti dan selamat malam om.”
Pembicaraan selesai, Adel gegas menghampiri.
“Selamat malam, Pak Zahir.”
Zahir menoleh lalu menatap sekeliling mendapati Adel di dekatnya.
“Kamu belum pulang?”
“Ini baru mau pulang. Maaf pak, bisa kita bicara sekarang. Bapak bilang hari ini kita ….”
“Ah, iya, maaf hari ini saya sibuk,” sela Zahir dan kembali menatap sekeliling lalu melangkah mendekat. “Adel, saya pasti tanggung jawab, tapi ada hal yang perlu kita pastikan.”
“Tentang apa, pak?” tanya Adel ragu-ragu dan bingung, tangannya mencengkram tali tas yang menyilang di depan dada.
“Malam itu, kita mabuk dan sepertinya saya keluarkan di dalam. Apa saat itu kamu dalam masa subur?” tanya Zahir dengan suara lirih.
“Saya tidak tahu pak dan tidak pernah memastikan kapas masa subur saya karena tidak pernah berniat untuk melakukan hal itu sebelum menikah.”
“Iya, iya, saya paham. Kamu jangan tersinggung, ini hanya memastikan saja. Tidak usah khawatir, saya pasti tanggung jawab,” tutur Zahir. “Jangan bahas masalah kita di kantor, tunggu saja nanti saya yang akan hubungi kamu.”
“Tapi, pak ….”
“Kamu sudah tanda tangan kontrak kerja?” tanya Zahir menyela ucapan Adel dan dijawab dengan anggukan.
“Bersyukur dan nikmatilah, itu karena kerja kerasmu,” ucap zahir sambil menepuk bahu Adel. “Kita jangan turun bersama, nanti malah jadi fitnah. Aku duluan, kamu tunggu lift berikutnya.”
Zahir tersenyum sebelum memasuki lift dan Adel masih terpaku di tempatnya. Kata-katanya semakin membingungkan. Kalau tidak boleh membahas urusan mereka di kantor, kenapa pula sulit dihubungi. Lalu kalimat karena kerja kerasmu, sangat tidak nyaman di hati Adel. Ia merasa rekomendasi yang didapatkan bukan karena hasil kerja melainkan mengorbankan tubuhnya. Sungguh memuakkan dan menjijikan kalau Zahir memang berpikir seperti itu. Tanpa Adel tahu, ada seseorang menyaksikan dan mendengarkan ia dan Zahir bicara.
Abi keluar dari melalui pintu darurat setelah Adel memasuki lift. Tidak menduga ia mendengar percakapan rahasia yang mungkin juga bukan rahasia lagi mengingat sepak terjang Zahir. Padahal ia tadi hanya merokok di tangga darurat, lalu mendengar percakapan tersebut. Tidak menduga kalau Adel yang ia nilai polos akan jatuh dalam rayuan Zahir.
‘Tapi terdengar seperti terpaksa, apa mungkin ia dijebak,’ batin Abi.
Mengeluarkan ponsel, Abi menghubungi seseorang.
“Gue butuh bantuan lo lagi,” ujar Abi.
“Kebiasaan, giliran butuh baru hubungi gue. Bantuan apa?”
“Akses untuk masuk ke sistem.”
“Ya nggak bisa begitu Bi, lo nggak bisa seenaknya juga. Kecuali lo direktur,” seru Kemal di ujung sana.
“Ck, pake akses lo aja sih. Ribet amat.”
“Oke, lo bisa pake user gue, tapi gue dampingi. Tidak gratis ya, cukup lo penuhi permintaan Pak Indra untuk makan malam.”
Abi menghela nafas. “Oke, gue datang. Pu4s lo?”
Terdengar kekehan Kemal di ujung sana. “Belum Bi, gue puas kalau lo udah terima nasib. Gue tunggu di apartemen, malas ke kosan lo.”
siap siap aja kalian berdua di tendang dari kantor ini...
hebat kamu Mona, totally teman lucknut
gak punya harga diri dan kehormatan kamu di depan anak mu
kalo perlu zahir nya ngk punya apa " dan tinggal di kontrakan biar kapok
sedia payung sebelum hujan