NovelToon NovelToon
Istrimu Aku, Bukan Adik Iparmu

Istrimu Aku, Bukan Adik Iparmu

Status: tamat
Genre:CEO / Selingkuh / Keluarga / Angst / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga) / Tamat
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Caca Lavender

Yujin hanya ingin keluarga utuh dengan suami yang tidak selingkuh dengan iparnya sendiri.

Jisung hanya ingin mempertahankan putrinya dan melepas istri yang tega berkhianat dengan kakak kandungnya sendiri.

Yumin hanya ingin melindungi mama dan adiknya dari luka yang ditorehkan oleh sang papa dan tante.

Yewon hanya ingin menjalani kehidupan kecil tanpa harus dibayangi pengkhianatan mamanya dengan sang paman.
______

Ketika keluarga besar Kim dihancurkan oleh nafsu semata.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Caca Lavender, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Serakah

‼️Adegan Dewasa‼️

Malam hari di rumah Jihoon dan Hana. Jihoon baru saja pulang dari kantor, dasinya masih longgar di leher, kemejanya dilipat hingga ke siku. Hana mengenakan sweater abu-abu dan celana tidur. Hana langsung memeluk manja Jihoon karena mereka berdua sama-sama lelah. Jihoon langsung menggendong Hana menuju sofa ruang tamu dan duduk dengan Hana yang berada di pangkuannya.

“Hari ini melelahkan sekali,” Hana akhirnya memecah sunyi.

Jihoon mengangguk pelan, “aku tahu.”

“Sampai kapan Yewon dan Sunghan akan dijauhkan dari kita?” cicit Hana.

“Dunia masih tidak siap menerima kita,” sahut Jihoon dengan tangan yang masih mengelus rambut Hana, “tapi kenapa kita harus peduli dengan dunia kalau kita saling memiliki?”

Hana mendongak, “aku tidak peduli dengan apa kata dunia, Hoonie. Aku Hanya mau kita hidup bahagia bersama anak-anak.”

Jihoon menatap dalam Hana, “aku tahu, Sayang. Kita hanya perlu berusaha lebih keras.”

Ada jeda. Hana memejamkan mata, lalu kembali menyandarkan kepala di dada Jihoon, “aku takut, Hoonie. Aku takut kehilangan Yewon selamanya.”

“Kamu tidak akan kehilangan siapa pun, Min,” ucap Jihoon, “kita akan selalu bersama.”

Hana tertawa pahit, “kadang aku merasa seperti kita ini bodoh. Menghancurkan segala yang kita punya demi sesuatu yang bahkan kita sendiri belum tahu ujungnya.”

Jihoon menunduk dengan alis berkerut, “apa kamu menyesal?”

Hana tak langsung menjawab. Tentu ada penyesalan karena ia kini kehilangan Jisung dan Yewon, tapi ia tidak mau kehilangan Jihoon juga, “tidak. Aku hanya lelah.”

“Jangan melihat ke belakang lagi,” bisik Jihoon tepat di telinga Hana, “lihatlah masa depan. Aku, kamu, dan anak-anak kita.”

Jihoon mengecup pelan daun telinga Hana membuat tubuh wanita itu gemetar. Hana memejamkan mata saat Jihoon mulai mencium pelipisnya, lalu pipi, lalu bibir. Dua orang tanpa ikatan sah itu mulai berciuman panas. Desahan lirih Hana mengudara saat Jihoon menyusuri rongga mulutnya menggunakan lidah.

Hana menggesekkan tubuh bagian bawahnya maju mundur di atas pangkuan Jihoon. Geraman rendah terdengar bersamaan dengan Jihoon yang mulai menjilati leher Hana sambil menggigit kecil untuk membuat tanda merah di leher putih itu.

“Ah … Hoonie,” desah Hana saat intim mereka bergesekan semakin cepat.

“Hana, Sayang … cintaku,” geram Jihoon sambil menciumi tulang selangka Hana dan tangannya meraba perut Hana dari balik sweater.

Hana mulai naik turun menghentakkan tubuhnya yang masih berbalut pakaian di atas Jihoon, “ah, Hoonie. Mmh, buat aku melupakan semuanya.”

Jihoon tersenyum menang melihat kekasihnya semakin terangsang, “aku akan membuatmu lupa semua hal, Sayang. Malam ini, hanya namaku yang akan kamu ingat saat aku menghancurkan lubangmu.”

Setelah itu, Hanya ada suara teriakan Hana yang terus melantunkan betapa nikmatnya hubungan terlarang mereka. Dan suara geraman Jihoon yang terus memuji betapa cantik dan sempitnya Hana dibandingkan Yujin. Serta suara tepukan kulit mereka yang beradu, panas sekaligus menjijikkan.

...----------------...

Pagi datang dengan aroma nasi dan ayam panggang. Di rumah Yujin, dapur kembali hidup. Sunghan duduk di kursi tinggi sambil menyuap sendiri makanannya. Yewon duduk di sebelahnya sambil menggambar sesuatu di buku dengan krayon. Sumin membantu menyiapkan dua bekal.

Sumin dan adik-adiknya mendapat makan siang di sekolah, jadi ia hanya mengemas dua bekal saja. Untuk sang mama dan satu lagi untuk Jisung. Manis sekali, ia mulai membiarkan Jisung, pamannya, menjadi salah satu orang penting dalam hidupnya.

Yujin berdiri di depan wastafel dengan mengenakan blazer krem muda dan rok pensil hitam. Rambutnya disanggul rapi, wajahnya segar meski kantung mata masih samar.

“Wonnie, jangan lupa pakai jaket ya, pagi ini dingin,” ucap Yujin sambil menuang susu ke gelas.

“Wonnie mau pakai jaket serigala!” seru Yewon.

Sumin terkekeh, “itu kan jaket Sunghan.”

“Tidak! Wonnie duluan yang pakai kemarin!” ucap Yewon tidak mau kalah.

Sumin melirik Sunghan yang diam sambil tertawa pelan. Anak laki-laki itu tampaknya tidak masalah kalau jaket kesayangannya diambil alih oleh sang sepupu.

Pintu depan terbuka. Mereka semua menoleh saat Jisung muncul mengenakan jas hitam. Jisung memang sudah memiliki akses untuk masuk ke rumah ini dengan leluasa karena mereka percaya sepenuhnya pada Jisung.

“Selamat pagi,” sapa Jisung yang dibalas ceria oleh anak-anak.

Yujin tersenyum, “pagi, Jisung. Kamu sudah sarapan? Kalau sudah, kalian semua bisa berangkat sekarang. Anak-anak sudah siap.”

“Tapi kamu belum siap,” balas Jisung singkat.

Yujin terkesiap, “aku?”

Jisung mengangguk, “kita berangkat bersama. Aku akan mengantarmu ke kantormu dulu sebelum pergi ke kantorku.”

“Eh, tapi, bukannya kamu sibuk, ya? Kalau terus-terusan mengantar aku dan anak-anak, kamu pasti akan terlambat ke kantor,” ucap Yujin tidak enak.

“Tenang saja, jadwalku tidak begitu padat hari ini,” Jisung memberikan senyum meyakinkan, “lagipula tidak setiap hari aku bisa mengantarmu ke kantor.”

Yujin berusaha menyembunyikan rona pipinya yang memerah, meskipun gagal. Yewon dan Sunghan langsung berseru dengan semangat mendengar mereka akan berangkat bersama-sama. Sumin menahan senyum ketika melihat sang mama yang tersipu malu.

Sumin berdeham untuk mengalihkan perhatian mereka, lalu menyerahkan kotak bekal kepada Jisung, “paman, mama sudah siapkan bekal untuk paman.”

Jisung menerima bekal itu, lalu menatap Yujin, “terima kasih, Yujin.”

Yujin terkekeh pelan, “sebenarnya itu ide Sumin, bahkan dia yang mengemas sendiri untukmu.”

Sumin melotot pada Yujin supaya tidak membocorkan hal itu pada Jisung. Sedangkan Jisung melihat Sumin dengan ekspresi senang berlebihan yang justru terlihat bodoh.

“Wah, apa ini? Sumin menyiapkan bekal untuk paman Jisung dengan tangannya sendiri?” ucap Jisung dengan nada terkejut yang dibuat-buat.

Sumin mendengus kesal, “kalau tidak mau ya sudah.”

Jisung tertawa lepas, “siapa bilang paman tidak mau.”

Kemudian, Jisung mengubah ekspresinya menjadi lebih lembut dan tulus. Menurutnya, Sumin sangat menggemaskan ketika bersikap dingin dan pura-pura tidak peduli, padahal ia sangat peduli dengan orang-orang yang ia sayang. Dan Jisung merasa ada kebanggaan tersendiri karena menjadi salah satu orang yang dipedulikan oleh remaja itu.

“Terima kasih ya, Sumin,” ucap Jisung dengan tulus.

Sumin hanya mengangguk pelan sambil menyembunyikan rasa malunya. Benar-benar tsundere.

...----------------...

Sementara itu, Hana duduk di kursi firma hukum besar yang berada di lantai lima sebuah gedung di Mapo-gu. Di hadapannya, seorang pengacara perempuan muda khusus perceraian sedang memeriksa dokumen-dokumen yang dibawa Hana.

Catatan psikolog. Surat keterangan pekerjaan. Permohonan hak kunjung anak.

Setelah beberapa menit, sang pengacara meletakkan berkas dan menghela napas berat.

“Saya harus jujur, Nyonya Seo. Ini kasus yang sulit.”

Hana mengerutkan alis, “kenapa sulit? Saya Hanya minta diizinkan bertemu anak kandung saya seminggu sekali. Di tempat umum pun juga tidak apa-apa.”

“Masalahnya bukan niat Anda, tapi siapa yang Anda hadapi,” balas sang pengacara.

Hana terdiam. Ia tahu maksud pengacara itu. Suaminya, Kim Jisung, adalah pengacara terkenal yang masuk ke dalam jajaran pengacara dengan tingkat keberhasilan tertinggi di Korea Selatan.

“Saya tahu kalau suami saya hebat dalam pekerjaannya. Maka dari itu, saya datang ke firma hukum ini. Firma hukum ini juga besar, jadi seharusnya saya tidak perlu meragukan kemampuan Anda untuk melawan suami saya,” ucap Hana yang masih bersikeras.

Pengacara itu berusaha untuk membalas ucapan Hana dengan sopan, “Kim Jisung lawan yang sulit bukan hanya karena dia adalah salah satu pengacara paling berpengaruh di Korea. Tapi karena dia tahu semua celah hukum dan punya kredibilitas tinggi. Rekam jejaknya bersih, khususnya di kasus ini. Ditambah dia adalah ayah kandung anak itu.”

Hana menunduk. Tangannya mengepal di atas lutut. Ia tidak bisa mengelak fakta bahwa dirinya pasti akan kalah melawan Jisung.

“Psikolog, sekolah, bahkan lingkungan tempat tinggal, semua mendukung posisi Kim Jisung. Saya sangat ragu hakim akan memberi izin kunjungan, kecuali ada perkembangan besar ataupun izin langsung dari Kim Jisung,” jelas sang pengacara.

Hana menarik napas dalam, “saya tidak minta hak asuh. Saya juga masih berusaha untuk membujuk suami saya untuk tidak menceraikan saya. Yang saya minta hanya izin mengunjungi anak saya.”

Pengacara itu menatapnya lama, sedikit kasihan dengan keputus asaan Hana, “saya akan bantu semampu saya. Tapi Anda juga harus siap dengan kemungkinan ditolak.”

Hana memasang raut harap dan langsung menjabat tangan pengacara itu, “terima kasih. Terima kasih banyak. Terima kasih karena bersedia membantu saya memperjuangkan putri saya.”

...🥀🥀🥀🥀🥀...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!