Hidup terkadang membawa kita ke persimpangan yang penuh duka dan kesulitan yang tak terduga. Keluarga yang dulu harmonis dan penuh tawa bisa saja terhempas oleh badai kesialan dan kehancuran. Dalam novel ringan ini kisah ralfa,seorang pemuda yang mendapatkan kesempatan luar biasa untuk memperbaiki masa lalu dan menyelamatkan keluarganya dari jurang kehancuran.
Berenkarnasi ke masa lalu bukanlah perkara mudah. Dengan segudang ingatan dari kehidupan sebelumnya, Arka bertekad mengubah jalannya takdir, menghadapi berbagai tantangan, dan membuka jalan baru demi keluarga yang dicintainya. Kisah ini menyentuh hati, penuh dengan perjuangan, pengorbanan, keberanian, dan harapan yang tak pernah padam.
Mari kita mulai perjalanan yang penuh inspirasi ini – sebuah cerita tentang kesempatan kedua, keajaiban keluarga, dan kekuatan untuk bangkit dari kehancuran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Michon 95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 17 : Sosok Itu
Ralfa berjalan menuju gudang dengan setumpuk berkas di tangannya. "Kenapa harus aku yang membawa semua berkas ini ke gudang sendirian?" keluhnya, sambil melangkah di lorong yang kosong. Untunglah hari ini dia membawa mobil sendiri.
Ralfa menuruni tangga ke lantai satu dan menuju gudang di bawah tangga. Saat berada di depan pintu, dia merasakan perasaan tidak enak, tetapi tetap membuka pintu gudang seolah-olah ditarik oleh suatu kekuatan tak kasat mata.
Ralfa masuk ke dalam gudang dan meletakkan setumpuk berkas di dekat pintu. Tiba-tiba, terdengar suara.
"Suara apa itu?" gumam Ralfa, berusaha memahami apa yang dia dengar. Suara itu terdengar seperti terisak, mungkin suara seorang anak yang sedang menangis tersedu-sedu sendirian.
Dia seharusnya berbalik dan lari. Sebaliknya, rasa ingin tahu yang tidak wajar menguasai dirinya. Dia menyipitkan mata ke arah bagian gelap gudang tempat suara itu berasal.
Dia menelan ludah dan membeku. Di sana, di dalam kegelapan, ada seorang anak laki-laki yang terlihat beberapa tahun lebih muda dari Ralfa, mungkin berumur sekitar sepuluh tahun. Rambut anak itu lebat dan acak-acakan, berpakaian compang-camping, dan kulitnya dipenuhi kotoran. Namun, yang paling menarik perhatian Ralfa adalah betapa merahnya dirinya.
Ralfa meraba dinding, mencoba mencari saklar lampu dan menekannya. Saat lampu menyala, Ralfa melihat dari kepala hingga badan anak itu berlumuran cairan merah. Itu menetes darinya, membentuk genangan di lantai, tampak seperti darah.
"A-Apa itu? Apa itu hantu berdarah?"
Anak itu berjalan perlahan mendekati Ralfa. Ralfa yang ketakutan mundur perlahan keluar dari dalam gudang.
"Bisakah kamu berhenti melangkah mundur?" kata anak itu
"Eh? Apa aku baru saja mendengar suara?" Ralfa terkejut.
Keragu-raguan dalam suara itu membangkitkan rasa ingin tahu Ralfa. Dia mengamati anak itu, yang menatapnya dengan wajah sedih ketakutan.
Ralfa mendekati anak itu, mengulurkan tangan dan membelai kepala anak itu, merasakan cairan kental menempel di rambutnya.
"Benda merah ini... Jika dilihat lebih dekat, warnanya terlalu merah untuk disebut darah."
"Ini adalah cat,"
Anak itu menatap Ralfa dengan tatapan bingung.
"Aku tidak tahu apa itu, tapi aku membalikkan wadah yang menampungnya. Tapi jangan khawatir, aku akan membersihkan dengan benar," katanya dengan nada yang sopan.
Syukurlah dia bukan hantu, tapi pertanyaannya adalah siapa sebenarnya anak ini? Dengan penampilan yang compang-camping, rambutnya yang kusut, banyak robekan pada pakaian dan celana.
"Jadi, apa tujuanmu datang ke sini?" tanya Ralfa.
"Aku ingin meminta bantuanmu."
Bantuan? Apa dia ingin sesuatu untuk dimakan, pikir Ralfa.
"Bisakah kamu merahasiakan keberadaanku dan jangan beritahu siapapun?" pinta anak itu.
Ralfa hanya mengangguk dan bertanya, "Apa kamu tidak lapar?"
Anak itu hanya menggeleng.
"Terima kasih, aku tidak lapar," kata anak itu, tetapi perutnya mengeluarkan suara keroncongan.
Ralfa menatap anak itu. Yang mengejutkan, anak itu balas menatap dengan sedikit membusungkan dadanya, menunjukkan rasa percaya diri.
"Ayo kita bersihkan dirimu dulu di toilet."
Anak itu hanya mengangguk, dan Ralfa mengantarnya ke toilet untuk membersihkan diri. Setelah itu, Ralfa mengeluarkan sebungkus roti berisi coklat dari dalam tasnya dan memberikannya pada anak itu.
Anak itu membuka plastiknya dan memakan rotinya dengan rakus, air mata memenuhi matanya.
"Enak sekali," dia berkata sambil terisak sebelum melihat ke arah Ralfa. Ralfa hanya tersenyum dan melihat jam di ponselnya. Ternyata sudah sangat sore, sebentar lagi sekolah akan ditutup.
"Ini, minumlah," kata Ralfa memberikan anak itu sebotol air minum.
"Setelah ini, ayo ikut aku ke rumahku."
Akhirnya, mereka berjalan ke arah parkiran menuju sebuah mobil Nissan Silvia S15 varietta berwarna hitam.
Mereka masuk mobil, dan Ralfa menyalakan mobil dan melaju menuju rumahnya.
Saat sudah di depan gang kompleks rumahnya, Ralfa menyuruh anak itu pindah ke jok belakang dan bersembunyi agar tidak ketahuan satpam rumahnya. Saat tiba di rumah, Ralfa langsung memasukkan mobil ke garasi dan menutup pintu garasi, lalu menyuruh anak itu keluar.
"Nak, keluarlah, sudah aman."
Anak itu keluar, dan Ralfa langsung mengajaknya pergi ke kamarnya. Untungnya tidak ada orang di rumah. Setelah masuk kamar, Ralfa menutup pintu kamar.
"Sementara tinggal lah di sini. Aku punya banyak jajanan di sini. Aku akan meminta mereka membuat sarapan untukmu. Juga..." kata Ralfa sambil menatap anak itu sekali lagi, "kamu perlu mandi."
Pintu kamar terbuka.
"Tuan Ralfa, Anda sudah pulang?" tanya Viona, pelayan pribadi Ralfa.
"Viona, waktu yang tepat. Maukah kamu menyiapkan kamar mandi?"
"Tentu, Tuan, tapi siapa orang ini?" tanya Viona, bingung melihat anak itu.
Apa yang harus aku katakan? Ralfa berpikir sambil melihat anak itu dan Viona bolak-balik untuk mempertimbangkan pilihannya.
"Hah, v-viona? Maksudmu... ibu Viona? Dan dia baru saja memanggilnya tuan, maka itu berarti...?" kata anak itu dengan Suara rendah
"Um... maafkan aku, ada apa ya?" tanya Ralfa bingung melihat reaksi anak itu