NovelToon NovelToon
BAHAGIA?

BAHAGIA?

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Anak Yatim Piatu / Mengubah Takdir
Popularitas:690
Nilai: 5
Nama Author: Nemonia

berfokus pada kisah Satya, seorang anak dari mantan seorang narapidana dari novel berjudul "Dendamnya seorang pewaris" atau bisa di cek di profil saya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nemonia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 17

"Aku ... tidak tahu." Shintia yang tertunduk, menutup wajahnya dengan kedua tangan dan berusaha menghilangkan ingatan saat melihat kekerasan tepat di hadapannya. Tubuhnya masih sedikit gemetar meski sudah bisa lebih tenang. Dan saat ia menyadari sesuatu, ia setengah mengangkat kepala menatap Raska. "Dan kau... Sejak kapan di sini?" tanyanya.

"Ah, aku? Seperti biasa aku hanya ingin bertemu denganmu. Tai saat aku sampai, aku sudah melihatmu pingsan," dusta Raska.

"Jadi... saat kau di sini sudah tidak ada siapapun?"

Raska mengangguk sebagai jawaban. "Tapi, yang penting kau baik-baik saja. Tasmu uga masih ada."

Shintia terdiam kemudian mengangguk pelan. Sebenarnya ada yang membuatnya bertanya-tanya. Kenapa preman itu tak langsung mengambil tasnya? Padahal dirinya tengah lengah. Tapi pria itu justru seperti sengaja agar terjadi adegan tarik menarik di antara mereka. Shintia mengeleng keras. Mungkin itu hanya perasaannya saja. Dan Raska benar, yang terpenting dirinya baik-baik saja dan tasnya masih selamat. Namun ia masih penasaran dengan orang yang menyelamatkannya juga keberadaan preman itu sekarang.

"Kau mau pulang? Aku akan mengantarmu."

Dengan terpaksa Shintia mengangguk. la masih takut jika harus pulang sendiri terlebih ia tak bisa meminta Satya menjemput karena Satya di kampus.

Dalam perjalanan Shintia hanya diam. la seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Meski Raska sesekali mengajaknya bicara, ia seolah tak mendengarkan.

"Shin, kau baik-baik saja? Apa kita perlu ke rumah sakit?" tawar Raska yang menunjukkan kecemasan berlebih.

"Tidak perlu. Aku baik-baik saja," tolak Shitia dengan suara halusnya. Yang ia butuhkan saat ini hanyalah istirahat.

"Oh, ya, apa kemarin anakku berkunjung ke rumahmu?" tanya Raska tiba-tiba mencoba mengalihkan kecemasan Shintia karena kejadian barusan.

Shintia menoleh menatap Raska dari samping. " Ya. Apa kau yang menyuruhnya?"

Raska terdengar mendesis dan tamak malu-malu. "Bagaimana aku mengatakannya? Dia sangat antusias dan senang saat aku mengatakan berharap pada seseorang."

"Tapi... kau mengatakan padanya bahwa kita hanya berteman, kan? Jangan membuatnya terlalu berharap, Raska."

Raska menoleh, menatap Shintia sejenak dengan sorot matanya penuh harap dan mengatakan, "Pada kenyataannya aku memang berharap padamu, Shin. Begitu juga Oliv." Kemudian kembali menatap ke depan pada jalanan yang lengang.

"Raska, turunkan aku di sini," pinta Shintia.

"Apa? Tapi kenapa? Masih jauh untuk sampai di rumahmu, Shin," sergah Raska yang dapat menebak Shintia marah padanya.

"Sebaiknya setelah ini kau berhenti menemuiku ," ucap Shintia tegas meski dengan suara pelan.

"Apa? Kenapa? Kau bahkan berharap pada lelaki itu, kenapa aku tak boleh berharap padamu?"

Shintia tercenung mendengarnya. Raska benar, selama ini Yoga menyuruhnya berhenti, tapi ia yang keras kepala, memutuskan dan memilih untuk tetap menunggunya. Sama seperti Raska. Berapa kali pun ia memintanya berhenti, pria itu tetap tak menyerah.

Apa yang terjadi seperti lingkaran segitiga yang tak pernah terputus. Mungkinkah seperti ini perasaan yang Yoga rasakan? Tangan Shintia terkepal di depan dada seakan tengah menggenggam hatinya. Setelahnya tak ada lagi yang terucap dari mulut Shintia. la seolah tertampar dengan pernyataan Raska sebelumnya.

Hampir setengah jam kemudian mobil Raska memasuki halaman rumah Shintia. "Istirahatlah, aku akan pulang," ucap Raska setelah Shintia melepas sabuk pengaman. Sebenarnya ada banyak kata yang ingin ia katakan, tapi ia memilih menyimpannya untuk nanti. Apa yang dikatakannya sebelumnya sepertinya sudah berhasil membuat Shintia berpikir.

"Baiklah. Terima kasih." Setelah mengatakan itu, Shintia turun dari mobil dan tetap berdiri di sana sampai mobil Raska melaju pergi.

Shintia masih berdiri di sana menatap kepergian Raska dalam keheningan, Apa yang Raska katakan seakan masih berputar-putar dalam kepala. Andai saja penantiannya pada Yoga segera terjawab, mungkin bisa memutus lingkaran segitiga antara mereka.

Dalam perjalanan setelah jauh dari rumah Shintia, raut wajah Raska yang sebelumnya tenang seketika berubah. Wajahnya tampak merah karena amarah di mana urat-urat di pelipisnya sampai terlihat. Umpatan kasar pun mulai terdengar diikuti kepalan tangannya yang memukul stir.

Sementara itu di tempat lain, terlihat Satya yang baru keluar dari kelas. Pelajaran hari ini selesai dan sebelum pulang Satya ingin mengunjungi salah satu tokonya. Bukan tanpa alasan, melainkan mengantar Faro yang merengek meminta sepatu baru padanya.

"Nanti diskon sembilan puluh persen, ya," gurau Faro disertai kekehan.

Satya melirik Faro lewat ekor mata. "Ambil saja, tidak usah bayar. Tapi untuk adikmu," ucapnya.

"Ish. Apa kau gila? Adikku bahkan masih dalam kandungan. Selain itu, berhentilah bicara mengenai anak kecil. Rasanya aku benar-benar muak dan mual mengingat ayahku menikah lagi dengan wanita seumuranku dan sekarang aku akan jadi kakak di usiaku ini," keluh Faro dengan menunjukkan wajah masamnya. Bukan ia tak menyukai anak kecil, hanya saja, ia malu punya adik di usianya sekarang. Memiliki adik di saat sudah pantas memiliki anak.

Tiba-tiba langkah Satya terhenti. Sekelebat pikiran mungkin ia bisa memiliki adik jika ayahnya menikah dengan wanita yang lebih muda terlintas.

Namun ia segera mengenyahkan pikiran konyol itu. Jika itu sampai terjadi, sama saja ia mengkhianati ibunya, menyakiti ibunya karena membiarkan ayahnya menikahi wanita lain.

Menyadari Satya menghentikan langkah, Faro menghentikan langkahnya dan menatap Satya penuh tanya. "Ada apa?"

Satya terdengar menghela nafas kemudian menjawab, "Tidak ada." Kemudian melanjutkan langkahnya diikuti Faro yang kembali berjalan di sampingnya.

Tiba-tiba ponsel Satya berdering. Kembali menghentikan langkahnya diambilnya ponselnya dari saku celana.

"Siapa? Pacarmu?" tanya Faro dengan mengintip dan seketika mendapat lirikan sinis dari Satya.

Satya tampak berpkir namun pada akhirnya mengangkat panggilan dari Alexa.

["Sat, apa kau senggang? Bisa kau menolongku ?"]

"Ada apa?" tanya Satya. Awalnya ia cukup respect pada Alexa namun setelah wanita itu kian jelas menunjukan ketertarikan serta mencari perhatian darinya membuatnya sedikit risih. Namun, lagi-lagi jasa ayahnya membuatnya menekan perasaan itu.

["Ban mobilku kempes dan aku tak bisa menggantinya. Selain itu aku berada di tempat yang cukup sepi sekarang."]

"Baiklah! Kami akan segera ke sana!"

Satya menekan telinganya dengan jari telunjuk mendengar teriakan Faro pada ponsel yang masih menempel di telinga. Rupanya Faro mencuri dengar pembicaraannya dengan Alexa.

"Ayo, Sat. Kita selamatkan calon pacarmu," ajak Faro menggebu.

Satya menjauhkan ponselnya dari telinga, juga dari Faro agar tak bicara macam-macam. "Teruslah bicara, aku tak akan memberikan diskon satu persen, pun," ancamnya.

"Ish, tapi Sat. Kau tidak lihat berita kemarin?"

Sebelah alis Satya tampak meninggi.

"Kemarin ada berita, telah ditemukan seorang wanita yang tewas di mana mayatnya ditemukan di tempat sepi.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!