Haii…
Jadi gini ya, gue tuh gay. Dari lahir. Udah bawaan orok, gitu lho. Tapi tenang, ini bukan drama sinetron yang harus disembuhin segala macem.
Soalnya menurut Mama gue—yang jujur aja lebih shining daripada lampu LED 12 watt—gue ini normal. Yup, normal kaya orang lainnya. Katanya, jadi gay itu bukan penyakit, bukan kutukan, bukan pula karma gara-gara lupa buang sampah pada tempatnya.
Mama bilang, gue itu istimewa. Bukan aneh. Bukan error sistem. Tapi emang beda aja. Beda yang bukan buat dihakimi, tapi buat dirayain.
So… yaudah. Inilah gue. Yang suka cowok. Yang suka ketawa ngakak pas nonton stand-up. Yang kadang galau, tapi juga bisa sayang sepenuh hati. Gue emang beda, tapi bukan salah.
Karena beda itu bukan dosa. Beda itu warna. Dan gue? Gue pelangi di langit hidup gue sendiri.
Kalau lo ngerasa kayak gue juga, peluk jauh dari gue. Lo gak sendirian. Dan yang pasti, lo gak salah.
Lo cuma... istimewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoe.vyhxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
eksperimen
"Pak Jeevan , ini draf revisi proposal untuk klien Surabaya, sesuai arahan kemarin." Kata bian sambil melirik raut wajah Jeevan yang tampaknya lebih serius.
"Saya juga sudah meninjau isi presentasinya. Kami sesuaikan tone dan strategi dengan feedback dari pihak klien. " Jelas bian.
Dahi Jeevan mengernyit " kuartal pertama menunjukkan peningkatan 8% dalam pendapatan dibanding tahun lalu. Namun, ada lonjakan pengeluaran operasional sebesar 12%.. kenapa pengeluaran bisa naik sejauh itu?" Tanya Jeevan tegas.
Bian kelabakan. Apa yang salah dengan ini" Salah satu penyebabnya adalah investasi awal untuk kampanye digital yang baru diluncurkan pak. " Gagapnya.
"Brakk!!" Jeevan menggebrak meja menggunakan laporan yang ia pegang. "Itu tanggung jawabmu. Apakah kampanye itu efektif?"
"Ma-maf pak. Sepertinya ada masalah teknis . "
Jeevan menatap bian tajam "Masalah teknis ?" Jeevan berdiri. " Kamu pikir saya anak kecil ? Kenapa gak ada evaluasi dari tim?. " Kata Jeevan lagi.
"Kita tidak bisa terus buang uang tanpa hasil. Saya ingin laporan rinci minggu depan" kata Jeevan sambil pergi keluar ruangan.
bian lemas. Seakan dirinya terjatuh dari atas gedung tinggi langsung menimpuk beling beling kaca. Nafasnya tersedak. "Sial! Ketampanannya bikin gue mati mendadak!! " Umpatnya.
Bian segera keluar menuju mejanya.
"Halo mbak" saya karyawan baru.
"Kenalin aku azel. Anak magang baru disini."
Tatapan bian seakan mengintimidasi tubuh anak baru yang ia tatapi dari atas kebawah secara berulang. "Langsung dari direktur ya?"
Azel kikuk " anu. Dari mas darel"
"Sialan?! Kayaknya darel beneran kepengen jauhin gue dari pak Jeevan. "
Azel yang ditugaskan menjadi asisten Jeevan yang baru saja datang , mencoba ramah tamah dengan bian. Ia segera membereskan peralatan yang akan menjadi barang bantu kerjanya. " Lo disamping gue?" Tanya bian memastikan,
"Iya mba. Katanya biar lebih cepat adaptasi belajarnya sama mbak bian"
Bian hanya mengangguk.
Darel yang melirik dari kejauhan hanya bisa menahan tawa. " Jangan harap Lo bisa ngecenginn Abang gue. " Lirihnya,.
......................
.
.
"Kita ngapain ya ki? Biar seru gitu." Guman Rohit yang sudah melamun diruang tengah sambil menonton film. Bahkan film yang ia tonton cuma sebatas pandangan ilusi mata. Ia tak berniat benar benar menonton.
Adip yang hanya membolak balikkan komik kuno milik kian juga ikut merasa bosan." Ini komik atau artefak sejarah sih" sambil meniup debu yang menempel.
Berbeda dengan kian. Ia tengah memotong bunga agar lebih cantik ala-ala florist Korea untuk ditempatkan di vas yang sudah ia isi air.
Rohit melirik kesal ke kian "Serius banget kayak mau buka toko bunga depan rumah." Sambil mendekat " motongnya jangan kecil kecil. Nanti cepet mati"
" daritadi ga kelar kelar"
Kian yang merasa ditatap Rohit sedikit bergeser dekat adip. Semacam butuh perlindungan dari makhluk pengganggu bernama Rohit. "CK!! Susah kalo ngomong sama orang yang ga punya otak seni kayak Lo" sungut kian
Adip segera duduk. " Gimana kalo kita buat makanan apa gitu. Ala ala chef gitu. Mumpung Tante Vita lagi keluar"
"Eksperimen maksud Lo?" Rohit berbinar.
Adip mengeluarkan ponselnya "Iya. Kita search dulu . "
Kian masih berkutik di bunga cantik pemberian Jeevan . Sambil bersenandung, ia potong lebih pendek agar tangkai yang lain bisa dapat masuk semua kedalam vas.
"Nahhh.. bagus " kata adip yang duduk disamping kian sambil memotret vas bunga yang sudah dirangkai.
"Sama guenya juga dong dip., hehe "
Ckrik!!
Ckrikk!!
"Kok si abel ga kesini ya..semalem di grub centang 1.. Ini malah ngilang kayak cicilan terakhir.? " Tanya Rohit heran,
Katanya mau menghabiskan waktu liburan bersama. Tapi Abel dari pagi buta tidak nampak batang hidungnya. Kian pikir memang Abel tukang ngebo. Tapi kalau sampai jam 11 pun ia belum bangun dan kesini, berarti dia punya acara lain. Pikirnya.
Adip mengirim gambar yang paling bagus ke kian " susulin sana. Siapa tahu lagi ngebo" jawab adip asal.
"Jadinya kita mau buat apa?" Tanya Rohit penasaran. Ia sudah mengganti channel tv ke Spotify.
Kian mengotak Atik fotonya dan mengirimkan ke seseorang. "Makasih ya om ganteng. Kian suka. Jangan lupa senyum ya. Love you more om ganteng " send.
5 foto ia kirim sekaligus dengan pose yang berbeda. Tanpa menunggu waktu lama. Kian segera meninggalkan ponselnya untuk ikut nimbrung adip dan Rohit yang sedang merencanakan aksinya.
"Kita buat roti aja gimana ? Tapi kayak roti ulang tahun gitu" kata adip.
"Boleh tuh. " Rohit dan kian setuju.
"Tapi gue benerin motor dulu, agak brebet kemaren. " Sambil berjalan keluar memanasi motornya,
Kian dan adip segera bersiap untuk membeli bahan kue yang akan dibuat.
"Jangan lupa samperin Abel dulu hit, takut gak kebagian. " Kata adip sambil menyalakan motor.
"Lest go Abang gojek. Kita berangkat" kian bersemangat.
"Ini motor mintanya apasih!! Heran banget" Rohit masih mencoba menyetel pelan motor yang ia modifikasi .
"Ngoprek ngoprek motor Mulu hit. Beli ganti baru aja. Motor begitu apa bagusnya?" Tanya intan yang barusaja nongol disamping pagar.
Rohit melepaskan kaos yang ia rasa basah " jangan dong Bu intan. Orang ini motor balap kesayangan kok"
"Dibawa ke tempatnya Siman aja. Nanti juga dibenerin. Punyanya siabel juga dibawa kesana. Bagus . Gak rewel"
Rohit hanya tersenyum mengejek. " Ya kalo motor gue dibawa ke Siman yang ada printilan motor gue ilang Bu intan , Part ilang satu-satu, tahu-tahu lampu rem berubah jadi lampu disco, orang Siman matanya modifikasi akut"
"Tapi Abel kok gak keliatan kemana Bu intan? " Tanya Rohit yang sudah mencuci tangannya. Selesai
"Pergi tadi pagi. Katanya diajakin temen sekelasnya nonton bioskop "
"Kamu jangan panas panasan hit. Nanti jadi black doff .alias hitam pekat" Kata intan ketawa sambil berjalan menuju rumahnya
Rohit hanya mengangguk. Ia segera menyingkirkan motornya ke tempat yang teduh. Sambil berkaca dijendela " masa gue item banget?" Memegang dagunya dan berekspresi " masih ganteng tuh"
,
......................
.
.....
"Oke well.. Hari ini kita akan membuat kue spesial, dengan bahan-bahan... dari kulkas sebelah!" Rohit mengawali pembukaan di kitchen nerakanya!
Kian yang barusaja datang sambil membawa mixer dan oven dari rumah Bu intan melihat sedikit banyaknya keresahan. "Eh ini beneran bikin kue kan? Bukan bikin portal ke dunia lain?"
Lihat saja!! Bahkan dapur mamanya bisa berantakan hanya ditinggal 5 menit.
Adip yang melihat wajah cemas kian menepuk pundaknya "Tenang, semua aman kok. Ada tepung, gula, telur, coklat bubuk... dan... ini apaan nih? Kecap manis? Mie!" Katanya sambil menenteng agak tinggi.
Rohit dan kian sambil melirik satu sama lain. Mereka mulai mengaduk adonan.
"Bentar., lagunya belum ada . Gerakan kita jadi kaku" kata Rohit kembali dengan musik box ditangannya,
Jangan lupakan pengeras suara yang adip bawa, music dj summertime saddness drop X jungle Dutch bbhc sound dapa remix tengah menggelegar sampai kedepan rumah.
Gerakan tubuh kian dan goyangan Rohit yang menggebor membuat Adip ngakak sampe jatuh, tepung tumpah sebagian ke arah mukanya. Sekarang dia mirip tuyul berkabut.
Semua bahan sudah tercampur dan tinggal memasukkannya ke loyang.
"Waiiitttt,,, jangan dulu" cegah Rohit mencekal tangan adip
"Gue punya ide cemerlang. Kita tambahin topping ya! Coklat? Keju? Atau... mie instan?! Tambahin kecap dikit diatasnya"
Adip menoyor kepala Rohit " jangan Ngadi Ngadi. Lo mau bikin bencana pangan?"
"Duh,, bayangin deh" kata Rohit penuh dengan wajah ambisi yang mengerikan. Mimik wajahnya yang serius ditambah senyuman jahatnya itu. "Bayangkan... kue Rasa Mi Goreng kecap! Inovasi! Revolusi! Sejarah baru dunia pastry!"
Setelah semuanya selesai. Kian segera memasukkan adonan yang sudah ditaruh loyang kedalam oven. Sambil deg degan karena menunggu hasil karya mereka.
"Jadi gak ya kuenya?" Guman kian yang masih melihati loyang didalam.
"Kalau nggak jadi, kita tinggal nyalahin ovennya. Oven zaman kolonial gini emang suka punya prinsip sendiri."
Beberapa menit kemudian, aroma mulai keluar... aneh. Kayak coklat campur... sesuatu yang tidak seharusnya ada. Kian, adip, dan Rohit was was.
"Udah Mateng belum?" Tanya intan yang baru saja datang.
"Kok. Kayak bau kayu kebakar ?" Tanya intan ikut mendekat. Ia penasaran.
"Kalian lagi buat apasi?" Intan berbisik.
"Kue" jawab adip
"Kayaknya bagian atas gosong. Tapi bagian bawahnya... masih cair." Kata intan lebih mendekat.
"Jangan Deket Deket Bu intan. Kita juga pengen liat prosesnya" kata kian.
Ting!! Oven berbunyi. ..
Adip segera membuka oven dan.. fullll... Bau asap memenuhi ruangan.
"Astaga., kalian buat kue apa bakar dupa sih!!" Kata Bu intan sambil mengibaskan tangan.
Mereka semua deg deg an. Was was.
"Gimana ?" Tanya kian.
"Taruh sini dulu coba..kita cek bareng bareng" kata intan yang sudah membawa piring agak lebar.
Mereka mundur sejengkal. Menutup mulut, menutup muka, menepuk jidat.. siall!! Ini bukan kue. Ini... tragedi berbentuk loyang!!
.
.
Eksperimen gagal total!!.
.
.
...****************...