NovelToon NovelToon
Married To Mr. Killer

Married To Mr. Killer

Status: sedang berlangsung
Genre:Dosen / Nikahmuda
Popularitas:8.1k
Nilai: 5
Nama Author: muliyana setia reza

Intan Puspita Dewi (17) tidak pernah membayangkan masa mudanya akan berakhir di meja akad nikah. Lebih parah lagi, laki-laki yang menjabat tangan ayahnya adalah Argantara Ramadhan—dosen paling dingin, killer, dan ditakuti di kampus tempatnya baru saja diterima.

Sebuah perjodohan konyol memaksa mereka hidup dalam dua dunia. Di rumah, mereka adalah suami istri yang terikat janji suci namun saling membenci. Di kampus, mereka adalah dosen dan mahasiswi yang berpura-pura tak saling kenal.

"Jangan pernah berharap aku menganggap ini pernikahan sungguhan," ucap Arga dingin.

Namun, sekuat apa pun mereka menjaga rahasia, tembok pertahanan itu perlahan retak. Ketika benci mulai terkikis oleh rasa cemburu, dan dinginnya sikap perlahan mencair oleh perhatian, sanggupkah mereka menyangkal bahwa cinta telah hadir di antara skenario sandiwara ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pahlawan Yang Tergantikan

Aroma itu lagi.

Antiseptik, alkohol, dan dingin yang menusuk tulang.

Perlahan, kelopak mata Intan bergerak. Cahaya lampu neon putih di langit-langit Instalasi Gawat Darurat (IGD) memaksanya menyipitkan mata. Rasa perih di perutnya sudah berkurang, digantikan oleh rasa kebas yang hangat—efek obat pereda nyeri yang disuntikkan lewat infus.

"Tan? Lo udah sadar?"

Suara itu terdengar cemas, dekat di telinga kanannya.

Intan menoleh lemah. Bayangan wajah yang ia harapkan—wajah dingin namun tampan milik suaminya—tidak ada di sana.

Yang ada adalah Rangga Pangestu.

Laki-laki itu duduk di kursi besi sebelah ranjang, tubuhnya condong ke depan, kemeja flanelnya sedikit kusut. Ada guratan lega yang luar biasa saat melihat mata Intan terbuka.

"Kak... Rangga?" panggil Intan, suaranya parau dan kering.

"Syukurlah," Rangga menghembuskan napas panjang, menyandarkan punggungnya lemas. "Lo bikin gue jantungan, Tan. Gue kira lo kenapa-napa."

Rangga dengan sigap mengambil gelas air mineral yang sudah dipasangi sedotan. Ia membantu mengangkat sedikit kepala Intan. "Minum dulu. Bibir lo kering banget."

Intan menurut. Ia menyedot air itu dengan rakus. Rasa segarnya membasahi tenggorokannya yang sakit.

"Aku... kenapa?"

"Asam lambung lo naik parah. Kata dokter, lambung lo iritasi karena makan pedas pas perut kosong, ditambah stres," jelas Rangga sambil merapikan anak rambut Intan yang berantakan di dahi. Sentuhannya lembut, penuh kehati-hatian. "Lo punya masalah apa sih, Tan? Sampai nyiksa diri kayak gini?"

Intan terdiam. Masalahku bernama Argantara Ramadhan, batinnya menjawab.

"Cuma... tugas numpuk kok, Kak," dusta Intan lagi. Ia mengedarkan pandangan ke seluruh penjuru IGD yang ramai oleh pasien dan perawat yang berlalu-lalang.

Matanya mencari-cari. Siapa tahu... siapa tahu ada sosok jangkung berjas rapi yang berdiri di sudut ruangan. Siapa tahu Arga menyusulnya. Siapa tahu hati nurani suaminya itu masih berfungsi.

Tapi nihil. Tidak ada Arga.

Yang ada hanya Sarah yang baru kembali dari apotek membawa kantong plastik obat.

"Tan! Huaaa!" Sarah langsung memeluk kaki Intan. "Gue takut banget lo mati! Muka lo tadi pucet kayak mayat hidup!"

"Hush! Mulutnya," tegur Rangga, tapi ia tersenyum geli. "Udah, biarin dia istirahat. Infusnya sebentar lagi habis, habis itu boleh pulang."

Intan tersenyum tipis pada dua temannya itu. "Makasih ya, Kak Rangga, Sarah. Maaf ngerepotin kalian terus."

"Santai elah," jawab Rangga. Ia kemudian menatap Intan lekat-lekat. "Gue bakal anter lo pulang. Ke rumah orang tua lo, bukan ke kost Sarah. Lo butuh perawatan yang bener, bukan makan mie instan."

Intan panik. "Eh, jangan! Papa... Papa galak banget kalau tau aku sakit. Ke kost Sarah aja, Kak. Please?"

Rangga menghela napas, tampak tidak setuju tapi tidak tega menolak mata memohon Intan. "Oke. Tapi gue yang beliin bubur, gue yang pastiin lo minum obat. Nggak ada penolakan."

Intan mengangguk lemah. Di dalam hati, ia menangis. Perhatian yang seharusnya ia dapatkan dari suaminya, justru diberikan melimpah ruah oleh orang lain.

Sementara itu, sepuluh meter dari tirai hijau tempat Intan berbaring.

Seorang pria berdiri mematung di balik pintu kaca otomatis IGD. Ia mengenakan kemeja putih yang lengan bajunya digulung berantakan, dasinya sudah hilang entah ke mana.

Argantara Ramadhan.

Dia ada di sana. Dia menyusul.

Arga melihat semuanya.

Ia melihat bagaimana Rangga menyodorkan minum. Ia melihat bagaimana Rangga mengusap rambut Intan dengan sayang. Ia melihat senyum lega di wajah Intan saat menatap Rangga.

Tangan Arga mengepal di sisi tubuhnya. Kukunya menancap di telapak tangan, menciptakan rasa sakit fisik yang ia harap bisa mengalihkan rasa sakit di dadanya.

Egonya berteriak: Masuk! Itu istri kamu! Tarik dia pulang! Usir laki-laki itu!

Tapi logikanya membantah: Dengan hak apa? Kamu sendiri yang bilang kalian orang asing. Kamu sendiri yang bilang ke Clarissa kamu lajang. Kalau kamu masuk sekarang, semua sandiwara hancur. Intan akan semakin membencimu.

Arga merasa seperti pengecut paling hina di dunia.

Ia hanya bisa berdiri di sana, mengintip seperti penguntit, menyaksikan tugasnya sebagai suami diambil alih oleh orang lain. Ia melihat betapa Intan merasa aman di dekat Rangga—rasa aman yang gagal Arga berikan.

"Maaf, Pak? Bapak keluarga pasien?" tanya seorang perawat yang membawa berkas administrasi, menegur Arga yang menghalangi jalan.

Arga tersentak. Ia menatap perawat itu dengan tatapan kosong.

"Bukan," jawab Arga lirih, suaranya serak. "Saya... saya cuma orang asing."

Arga melangkah mundur. Ia berbalik badan, menjauh dari pintu kaca itu sebelum Intan atau Rangga melihatnya.

Ia berjalan menuju bagian administrasi.

"Mbak," panggil Arga pada petugas kasir.

"Ya, Pak? Ada yang bisa dibantu?"

"Pasien atas nama Intan Puspita Dewi. IGD Bed 4," ucap Arga sambil mengeluarkan kartu debit platinum miliknya. "Tolong lunasi semua biayanya. Obat, tindakan, semuanya. Dan tolong upgrade obatnya ke yang paling bagus, yang tidak bikin mual."

Petugas itu mengangguk cepat, sedikit terpesona dengan aura mahal Arga. "Baik, Pak. Atas nama Bapak siapa untuk kuitansinya?"

"Hamba Allah," jawab Arga singkat. "Dan tolong, jangan beritahu pasien kalau tagihannya sudah lunas. Bilang saja ditanggung asuransi kampus atau apalah. Terserah Mbak."

Setelah transaksi selesai, Arga tidak kembali ke IGD. Ia berjalan keluar menuju parkiran rumah sakit yang gelap.

Di dalam mobilnya yang dingin dan sepi, Arga memukul setir sekali lagi. Matanya terasa panas.

Ia baru saja membayar lunas biaya rumah sakit istrinya, tapi ia tidak sanggup membayar "biaya" untuk harga dirinya sendiri. Ia memilih bersembunyi di balik uang dan kekuasaan, sementara Rangga memberikan apa yang tak bisa dibeli dengan uang: kehadiran.

"Cepat sembuh, Intan," bisik Arga pada kekosongan di kursi penumpang di sebelahnya.

Dari kaca spion, ia melihat Rangga dan Sarah memapah Intan keluar dari lobi IGD menuju mobil Rangga. Mereka terlihat seperti keluarga kecil yang saling menyayangi.

Arga menyalakan mesin mobilnya, lalu melajukannya ke arah yang berlawanan. Menjauh. Kembali ke hotelnya yang mewah namun hampa, membawa serta egonya yang masih utuh, namun hatinya yang retak semakin parah.

Hari itu, Argantara memenangkan gengsinya, tapi ia kalah telak sebagai seorang laki-laki.

1
Miramira Kalapung
Suka banget sama cerita nya Thor, semoga cepat update yah🥰🥰
sarinah najwa
miris sekali hudupnu pak dosen 😅silahkan menikmati buah dari perbuatAnmu ..
Rian Moontero
lanjuuuttt👍👍😍
Sri Wahyuni
Luar biasa
☠ᵏᵋᶜᶟ𝕸y💞Putri𖣤​᭄
sukurin Arga....
makan tuh gengsi Segede gaban😄
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!