NovelToon NovelToon
Dunia Yang Indah

Dunia Yang Indah

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kebangkitan pecundang / Spiritual / Persahabatan / Budidaya dan Peningkatan / Mengubah Takdir
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: YUKARO

Di balik gunung-gunung yang menjulang,ada dunia lain yang penuh impian. Dunia Kultivator yang mampu mengendalikan elemen dan memanjangkan usia. Shanmu, seorang pemuda desa miskin yang hidup sebatang kara, baru mengetahuinya dari sang Kepala Desa. Sebelum ia sempat menggali lebih dalam, bencana menerjang. Dusun Sunyi dihabisi oleh kekuatan mengerikan yang bukan berasal dari manusia biasa, menjadikan Shanmu satu-satunya yang selamat. Untuk mencari jawaban mengapa orang tuanya menghilang, mengapa desanya dimusnahkan, dan siapa pelaku di balik semua ini, ia harus memasuki dunia Kultivator yang sama sekali asing dan penuh bahaya. Seorang anak desa dengan hati yang hancur, melawan takdir di panggung yang jauh lebih besar dari dirinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YUKARO, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Latihan, Desas-desus, dan Polosnya Sebuah Hati

Waktu, yang tak terasa oleh Shanmu yang tengah asyik dengan eksperimen dan penantiannya, terus bergulir dengan kejamnya. Sinar matahari yang semula tegak lurus kini mulai condong, menyapu hutan dengan cahaya keemasan yang panjang. Sore telah tiba.

Selama berjam-jam, Shanmu tetap bertahan di bawah batu raksasa itu, menunggu dengan sabar, atau lebih tepatnya, dengan penuh harap akan kemunculan kultivator misterius yang ia yakini telah mengusili batunya. Ketika tidak ada tanda-tanda sama sekali, kebosanannya yang polos mulai muncul. Alih-alih meletakkan batu itu, ia justru memutuskan untuk memanfaatkannya.

"Kalau tidak ada yang muncul, lebih baik aku latihan saja," gumamnya pada diri sendiri, suaranya sedikit bergema di bawah batu.

Dengan langkah yang perlahan namun mantap, ia mulai berjalan mondar-mandir di area terbuka, bahunya yang kokoh menopang beban yang mengerikan itu seolah-olah hanya sebuah karung gabah. Setiap langkahnya meninggalkan jejak telapak kaki yang dalam di tanah lembap. Lalu, dengan konsentrasi aneh, ia mulai melakukan ayunan lengan, mengangkat dan menurunkan batu itu dengan gerakan terkendali, mirip dengan latihan angkat beban yang ia lihat para petani lakukan dengan batu kecil di desanya, hanya skalanya yang berbeda secara mengerikan. Satu... dua... tiga... Ia menghitung dalam hati, otot-ototnya beradaptasi dengan beban yang luar biasa.

Tidak puas dengan itu, ia kemudian dengan hati-hati membaringkan batu raksasa itu di tanah, proses yang menimbulkan gemuruh kecil, lalu meletakkan tubuhnya di bawahnya. Dengan telapak tangan menempel pada permukaan batu yang kasar, ia mulai melakukan push-up. Tubuhnya yang perkasa naik turun, mendorong beban sebesar rumah itu ke atas dan menahannya dengan sempurna. Satu... dua... sepuluh... dua puluh... Keringatnya membanjiri tanah di bawahnya, membentuk genangan kecil. Tapi Shanmu tidak berhenti. Ini adalah kesempatan latihan terbaik yang pernah ia dapatkan.

Lama kelamaan, sesuatu yang ajaib terjadi. Rasa berat yang awalnya begitu menekan mulai terasa... biasa saja. Otot-ototnya seolah-olah 'mengingat' beban yang lebih besar dari pengalamannya di badai, dan beradaptasi dengan cepat. Menjelang senja, ketika langit mulai berwarna jingga, Shanmu merasa bosan lagi. Dengan gerakan yang tiba-tiba dan penuh kekuatan, ia mendorong batu raksasa itu ke samping. Batu itu berguling beberapa kali dengan gemuruh yang menggetarkan bumi, lalu berhenti, menimbulkan kawah kecil di tanah hutan.

Shanmu berdiri, menghela napas panjang yang bukan karena lelah, melainkan karena kekecewaan. "Hmmm, ternyata tidak ada kultivator yang bersembunyi," katanya dengan nada sedikit sedih, seolah kehilangan teman bermain imajinernya. Ia memutuskan untuk pulang. Perutnya sudah mulai keroncongan, dan ia ingin mencoba pakaian biru pemberian Paman Gong.

Dengan langkah pelan dan santai, ia menikmati hembusan angin sore yang sejuk membelai kulitnya yang masih berkeringat. Suara jangkrik mulai berbunyi, dan langit di barat mulai dilukis dengan warna ungu dan merah muda. Setelah berjalan sekitar dua puluh menit, tembok Kota Lama kembali terlihat. Di gerbang, penjaga yang berdiri bukanlah pria berwajah dingin yang ia temui tadi siang, melainkan seorang yang lebih muda dengan ekspresi netral. Shanmu tidak ambil pusing. Ia hanya membungkuk sekadarnya sebagai tanda hormat dan langsung masuk.

Begitu melangkah ke dalam kota, suasana sedikit berbeda. Jalanan tampak lebih bersih, dan beberapa rumah serta toko mulai menghiasi pintu dan jendelanya dengan kain warna-warni serta bunga segar. Ada suasana seperti menyambut sesuatu. Shanmu, dengan telinganya yang tajam, menangkap pecahan percakapan dari sekelompok warga yang sedang berkumpul di sudut jalan.

"Kudengar Keluarga Ling dari ibukota, beserta sang istri dan putra mereka, akan berkunjung ke kota kita dalam beberapa hari mendatang," kata seorang pria paruh baya kepada istrinya, suaranya penuh dengan gema informasi penting.

"Untuk apa keluarga besar macam itu datang ke tempat terpencil seperti Kota Lama?" tanya pria lain yang sedang menggendong putri kecilnya, wajahnya penuh keheranan.

Pria pertama menurunkan suaranya, tetapi tetap terdengar oleh Shanmu yang melambatkan langkahnya. "Konon, mereka sedang menghindari keramaian pelelangan di ibukota. Dan, apa kau sudah lupa berita panas belakangan ini? Ada seorang penambang menemukan pecahan Batu Jiwa Emas di gunung yang berjarak sepuluh kilometer dari sini!"

Pria yang menggendong anak itu terkesiap. "Batu Jiwa Emas? Bukankah itu benda langka yang sangat bermanfaat bagi kultivator di tingkat Pejuang Perak? Jangan-jangan... ini untuk putra mereka? Yang katanya seorang jenius di antara para jenius, bahkan di usianya yang baru sembilan tahun itu?"

Shanmu mendengar semua itu. Kata "Batu Jiwa Emas" dan "gunung" menarik perhatiannya. Sebuah keingintahuan yang samar muncul. Batu untuk kultivator? Gunung? Tapi ia cepat-cepat mengusir pikiran itu. Dunia kultivator terlalu rumit dan berbahaya. Ia sekarang punya pekerjaan yang stabil. Ia memutuskan untuk tidak ikut campur. Dengan mempercepat langkahnya, ia meninggalkan kerumunan itu dan langsung menuju Penginapan Bintang Senja.

Saat tiba, Paman Gong yang sedang berada di balik konter langsung menaikkan kepalanya. Wajahnya yang biasanya tenang merekah senyum lebar saat melihat Shanmu.

"Shanmu! Dari mana saja kau, nak? Tadi kucari ke kamarmu tapi kosong."

Shanmu segera membungkuk memberikan salam hormat, senyum tulus dan cerahnya yang khas langsung menghiasi wajahnya yang sedikit kotor oleh debu dan keringat.

"Paman Gong! Saya tadi pergi berlatih ke hutan di luar kota. Tapi aneh sekali, Paman. Ada kultivator nakal yang mengganggu latihan saya!" Ia lalu dengan antusias dan polos menceritakan seluruh kejadian, bagaimana batu-batu yang ia coba angkat melayang dan menghilang, bagaimana ia menunggu dengan mengangkat batu sebesar rumah, dan bagaimana kultivator itu tidak kunjung muncul juga.

"Setiap kali saya mengangkat batu, batu itu langsung lenyap begitu saja di udara! Tapi anehnya, saat saya mengangkat batu yang sangat besar, sebesar rumah, batunya tetap di situ. Mungkin kultivator itu tidak sanggup menghilangkannya!" ujarnya, matanya berbinar seolah telah memecahkan sebuah misteri besar.

Mendengar cerita itu, ekspresi Tuan Gong membeku sejenak. Ingatannya langsung melayang pada obrolan seriusnya dengan Tuan Yao tadi pagi, tentang kecepatan dan kekuatan Shanmu yang tidak wajar. Sebuah pemahaman yang mengejutkan dan sekaligus lucu menyergapnya. Anak ini... dia sama sekali tidak menyadari bahwa kekuatan untuk melemparkan batu-batu itu sejauh itu berasal dari dirinya sendiri! Dia mengira ada orang lain yang melakukannya!

Tidak tahan lagi, sebuah tawa terbahak-bahak yang lepas dan penuh keheranan meledak dari mulut Tuan Gong. "Wahahahaha! Hahahaha!" Tawanya begitu keras dan tulus hingga mengguncang ruangan konter yang sunyi. Beberapa tamu penginapan yang baru saja pulang dan hendak masuk ke kamar mereka terkejut, menoleh ke arahnya. Melihat Tuan Gong yang tertawa terpingkal-pingkal sambil memegangi perutnya, mereka hanya tersenyum geli dan melanjutkan langkah, mengira si pemilik yang baik hati sedang mendengar lelucon yang lucu.

Shanmu berdiri di sana, bingung. "Paman? Kenapa Paman tertawa? Apa ada yang lucu?" tanyanya dengan polos.

Tuan Gong berusaha menahan tawanya, mengusap air mata yang keluar di sudut matanya. "Tidak, tidak, nak. Itu... itu cerita yang sangat menarik," katanya, masih tersengal-sengal. "Lain kali, mungkin 'kultivator' itu akan muncul. Sekarang, cepatlah mandi. Gunakan kamar mandiku lagi. Nanti kita makan malam bersama, ya? Aku sudah menyuruh koki menyiapkan sesuatu yang spesial."

Shanmu, meski masih penasaran dengan tawa Paman Gong, mengangguk patuh. Rasa hormat dan syukurnya pada Paman Gong membuatnya tidak bertanya lebih lanjut. "Baik, Paman. Terima kasih." Ia lalu memberi hormat lagi dan berjalan menuju ruangan Tuan Gong.

Begitu Shanmu menghilang di balik pintu, senyum di wajah Tuan Gong perlahan memudar. Ia menggelengkan kepalanya berulang-ulang, sebuah campuran rasa haru, lucu, dan sedih menyelimuti hatinya.

"Anak ini... terlalu polos. Dan jujur saja, dia bodoh," gumamnya pada diri sendiri, suaranya rendah. "Tapi bukan kebodohan yang buruk. Justru karena ketidaktahuannya, karena ketidak-sadarannya akan kekuatan dan penderitaannya sendiri, dia terlihat begitu... murni. Dan lucu, dalam cara yang menyentuh."

Namun, ekspresinya tiba-tiba menjadi muram. Pikirannya melayang pada orang tua Shanmu yang telah meninggalkannya. Sebuah amarah yang pedih dan dingin menggelora di dadanya. "Orang tua macam apa yang tega meninggalkan anak seperti Shanmu? Seorang anak dengan hati sejernih kristal, dengan ketekunan sekuat baja, dan dengan... potensi tersembunyi yang bahkan sangat spesial?"

Tuan Gong menarik napas dalam, matanya memandang ke arah pintu ruangannya seolah bisa menembusnya dan melihat Shanmu yang sedang bersiap mandi. "Aku yakin... suatu hari nanti mereka akan menyesal. Jika alasan mereka meninggalkannya hanyalah karena Shanmu tidak bisa ber-kultivasi... maka mereka adalah orang-orang paling bodoh dan paling buta yang pernah ada."

Dengan perasaan yang berat, Tuan Gong kembali duduk di kursinya di belakang konter. Di luar, kota bersiap menyambut tamu besar, dan gunung di kejauhan menyimpan rahasia Batu Jiwa Emas. Namun, di penginapan sederhana ini, tersimpan sebuah rahasia yang mungkin lebih berharga, seorang pemuda dengan masa lalu yang terluka, kekuatan yang terpendam, dan hati yang polos bagai selembar kertas putih, yang perlahan-lahan mulai menuliskan kisah barunya di Kota Lama.

1
YAKARO
iya bro🙏
Futon Qiu
Mantap thor. Akhirnya Shanmu punya akar spritual
Futon Qiu
Karena ada komedi nya kukasi bintang 5🙏💦
YAKARO: terimakasih🙏
total 1 replies
Futon Qiu
Lah ya pasti lanxi kok nanya kamu nih🤣
Futon Qiu
Jangan jangan itu ortunya 🙄
HUOKIO
Baik bnget si lancip😍😍
HUOKIO
Mau kemana tuh
HUOKIO
Ini penjaga kocak 🤣🤣
HUOKIO
Angkat barbel alam 🗿
HUOKIO
Makin lama makin seru 💪💪💪
HUOKIO
Gass terus thor💪💪💪
HUOKIO
Mantap thor lanjut
YAKARO: terimakasih
total 1 replies
HUOKIO
Lanjutkan ceritanya thor
HUOKIO
Shanmu kuat banget untuk manusia 😄
HUOKIO
Ohhh i see💪
HUOKIO
Oalah kok gitu 😡
HUOKIO
Mantap thor
HUOKIO
Gas pacari lqci
HUOKIO
Makin lama makin seru
HUOKIO
Lanjutkan 💪
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!