Alaska Arnolda, CEO terkenal Arnolda, terpaksa menanggalkan jas mewahnya. Misinya kini: menyamar diam-diam sebagai guru di sebuah SMA demi mencari informasi tentang pesaing yang mengancam keluarganya. Niat hati fokus pada misi, ia malah bertemu Sekar Arum Lestari. Gadis cantik, jahil, dan nakal itu sukses memenuhi hari-hari seriusnya. Alaska selalu mengatainya 'bocah nakal'. Namun, karena suatu peristiwa tak terduga, sang CEO dingin itu harus terus terikat pada gadis yang selalu ia anggap pengganggu. Mampukah Alaska menjaga rahasia penyamarannya, sementara hatinya mulai ditarik oleh 'bocah nakal' yang seharusnya ia hindari?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BabyCaca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 1 - Alaska Arnolda
Halo jika kalian pembaca lama ini adalah sqeuel dari KEKASIH POLOS CEO kisah dari anak Axel dan Clara, selamat membaca\~
Beberapa puluh tahun berlalu…
Waktu seolah berjalan pelan bagi keluarga Arnolda, tapi dalam diamnya waktu itu, segala hal berubah. Anak dari Clara dan Axel tumbuh menjadi pewaris satu-satunya Arnolda sebuah nama besar yang sejak dulu berdiri di antara para raksasa bisnis dunia, tetapi tidak pernah serakah untuk berkembang tanpa batas.
Kini, Alaska Arnolda yang oleh keluarga dan beberapa kerabat dekat sering dipanggil Aska telah menginjak usia 27 tahun. Di umurnya yang matang itu, posisi sebagai pewaris tunggal Arnolda sudah menjadi beban yang diwariskan sejak lahir. Mau tidak mau, Aska wajib mengambil jurusan manajemen bisnis sebagai pondasi formalnya.
Namun, kenyataannya berbeda. Bahkan tanpa kuliah manajemen pun, sejak kecil Aska telah digembleng langsung oleh kedua orang tuanya, terutama Axel. Dari kecil ia diajak mengamati rapat, membaca laporan keuangan, memahami pergerakan pasar, hingga mempelajari cara mempertahankan stabilitas perusahaan keluarga.
Semua itu bukan karena ia dipaksa, tetapi karena ia memang cerdas, cepat tanggap, dan memiliki kecenderungan alami dalam memahami kerumitan bisnis.
Tetapi di balik semua itu, Aska memiliki ambisi berbeda ambisi yang tidak mengikuti jejak keluarga besar Arnolda maupun dua keluarga besar lainnya, William dan Alferoz, yang terus memperluas kerajaan bisnis mereka ke seluruh dunia.
Aska justru memilih sesuatu yang sederhana, sesuatu yang jauh dari hingar-bingar kesepakatan bisnis bernilai milyaran, sesuatu yang memberikan ketenangan batin yang selalu ia cari sejak kecil.
Ia mengambil kuliah pendidikan untuk menjadi seorang guru. Bukan karena butuh uang, bukan pula karena ingin terlihat rendah hati tapi semata karena ia ingin hidup damai.
Arnolda selama ini dikenal sebagai perusahaan yang tidak mengejar puncak, tetapi menjaga keseimbangan. Tidak naik terlalu tinggi, tidak turun terlalu rendah. Sama seperti prinsip Axel lebih baik stabil dan tenang daripada hebat tetapi dihantui puluhan musuh.
Pada suatu pagi, keluarga Arnolda berkumpul di meja makan besar yang terbuat dari kayu ebony mahal warisan turun-temurun. Matahari menembus jendela kaca besar dan memantul pada permukaan meja, menciptakan cahaya hangat yang kontras dengan udara dingin AC ruangan.
Aska duduk santai, menyilangkan kaki, dan menyuapkan sepotong roti panggang. Tatapannya terlihat rileks, meski dalam benaknya selalu ada kalkulasi entah tentang rencana hidupnya atau sekadar jadwal kegiatan hari itu.
“Ya kalian tau hidup di bawah bayangan pekerjaan yang berat dengan semua hal itu tidak akan membuat ku hidup damai. Seperti apa yang daddy ajarkan bukan?” ucap Aska sambil menatap keluarganya.
Alisa, kakaknya yang selalu cerewet dan senang menggoda, mendelik sambil menaruh gelas jusnya. “Jadi kau memutuskan untuk menjadi seorang guru, apakah kau berharap juga akan mendapatkan seorang istri di sana?” tanyanya, dengan senyum nakal yang membuat Aska langsung menghentikan kunyahannya.
Tatapan Aska menusuk Alisa, penuh ketidaksukaan. Bagaimana tidak? Gagasan bahwa ia mencari istri dari sekolah tempatnya mengajar benar-benar mengesalkan.
“Aku tidak seperti daddy jangan samakan aku!” kesal Aska, mengernyit dalam protes.
Clara, yang sedari tadi menikmati suasana, akhirnya mengangkat wajah dengan alis terangkat. “Apa maksudmu sama seperti daddy Aska? Kami menikah ketika mommy sudah tidak bersekolah lagi apa kau tau?” tegurnya kesal.
“Tapi tetap saja kan mom, student to wife.” ejek Aska santai, membuat Clara mendengus kesal.
“Terserah kau saja,” ucap Clara sambil menghela napas. Meski kesal, di matanya tersirat kehangatan seorang ibu yang terbiasa dengan kelakuan putranya.
Axel, yang sejak tadi duduk sambil menonton berita, hanya menghela napas pendek, tetapi sorot matanya menyimpan nostalgia. Sikap dingin dan judes Aska benar-benar menurun dari dirinya.
Alisa, yang selalu menjadi penyegar suasana, memutus kesunyian dengan rengekan khasnya.
“Alisa apa kau tidak akan pulang?” tanya Clara.
“Ih mommy, kenapa mommy mengusirku,” rengeknya sambil menyandarkan kepala ke lengan Clara.
Clara memijit pelipisnya. “Astagfirullah mommy tidak mengusirmu. Kenapa kau datang sarapan ke sini? Siapa yang menyiapkan Arbian masakan?”
“Dia semalam ga pulang tidur di markas Aeros makanya Alisa kesini, ih mommy jangan gitu aku kangen mommy tau,” jawab Alisa manja sambil memeluk Clara erat-erat.
Aska hanya menggeleng, merasa kakaknya sudah kelewatan. “Itu akibatnya karena mommy selalu memanjakan dia, sudah punya suami saja dia malah lupa dan malah kesini.”
“Jangan seperti itu kepada kakak mu sayang,” Clara menegur lembut.
Suasana hangat itu terhenti ketika seorang pria bertubuh tinggi dengan penampilan sedikit berandalan melangkah masuk ke mansion Arnolda. Rambutnya gondrong, tidak diikat, dan kemeja putihnya digulung hingga siku, menampilkan tato yang menjalar indah namun tegas di lengannya. Pembawaannya berkelas, tetapi ada sisi liar dari caranya berjalan.
Jeff Smith asisten pribadi Aska.
“Tuan selamat pagi,” ucap Jeff sambil menunduk sopan.
Alisa langsung menatapnya dari ujung kepala hingga kaki. “Astaga Jeff kau itu pake kemeja yang benar, kau itu kerjaan kantoran bukan jadi mafia. Tato mu kelihatan yang ada klien malah kabur, benarkan dad!” teriaknya pada Axel.
“Iya,” jawab Axel singkat tanpa menoleh.
Aska berdiri dan menepuk bahu Jeff. “Ayo pergi jangan dengarkan dia, atau tidak akan ada hari esok,” katanya sambil berjalan menuju pintu.
“ALASKAAAAA!!” teriak Alisa kesal melihat adiknya mengabaikan omelannya.
Di luar mansion, udara pagi lebih segar. Mobil mewah hitam mengilap sudah menunggu. Jeff membukakan pintu dan Aska masuk tanpa banyak bicara.
Jeff menyalakan mesin dan mobil melaju mulus keluar dari gerbang. Jalanan ibu kota dipenuhi orang-orang berdasi yang sibuk mengejar waktu. Berbeda dengan mereka, Aska justru memilih jalan hidup yang lebih sederhana.
“Tuan kapan anda akan mengajar?” tanya Jeff sambil melirik melalui kaca tengah.
“Besok,” jawab Aska singkat.
Jeff tampak ragu. “Apa anda yakin mengambil keputusan ini, saya rasa cukup memperluas jaringan saja sudah cukup, atau meminta Aeros mel—”
Namun sebelum ia menyelesaikan kalimatnya, tatapan tajam Aska di kaca membuatnya langsung menelan kata-katanya.
Aska menutup tabletnya, lalu berkata, “Kau tau selain melakukan hal yang membuat hidup ku ribet, jam tidur ku berkurang, dan kedamaian yang merengut ku itu adalah bagian bagian mengesalkan. Tapi kau tau? Markas mereka ada di dekat sana, aku tidak ingin mereka tau sebelum aku mencari kebenaran nya dahulu.”
Jeff langsung tegang. Ia tahu maksud Aska. Walaupun Black Devil secara resmi sudah dialihkan ke Lukas William, masih ada sisa-sisa musuh masa lalu yang terus memperhatikan Arnolda. Kisah kelam kehidupan Axel dulu masih meninggalkan jejak yang tidak sepenuhnya hilang.
“Sa sa saya mengerti tuan, semoga semua nya berjalan dengan lancar.”
...----------------...
Halo reader, jangan lupa tinggalkan like setelah membaca ya. Dukungan kecilmu sangat berarti untuk author!