Kisah ini berasal dari tanah Bugis-Sulawesi yang mengisahkan tentang ilmu hitam Parakang.
Dimana para wanita hamil dan juga anak-anak banyak meninggal dengan cara yang mengenaskan. Setiap korbannya akan kehilangan organ tubuh, dan warga mulai resah dengan adanya teror tersebut.
Siapakah pelakunya?
Ikuti Kisah selanjutnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti H, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sendal
Jhony dan Beny menyusuri setiap ruangan runah milik Daeng Cening dan juga Andi Enre.
Ada bagian rumah yang bekum selesai dibangun dan masih dalam tahap pengerjaan.
Semua sudut tidak dapat terlewatkan, dan akhirnya menuju ruang kamar.
Wuuuuusssh
Desiran angin yang berhawa panas menerpa kulit wajah keduanya saat pintu dibuka.
Aroma tak sedap menyambut indera penciuman keduanya. "Mengapa kamar ini seperti bau comberan?" ucap Beny, sembari menutup hidungnya. Ia memasuki kamar, lalu menyapu pandangannya ke segala arah.
Ia ingin mencari bukti sekecil apapun itu yang dapat dijadikan sebagai petunjuk akan kasus kematian Ella.
Setelah menelusuri, mereka tidak menemukan apapun, dan keduanya berpencar untuk menyusuri tiap ruang dan sudut rumah.
Jhony menuju pintu dapur, dan ketika ia membuka pintu terlihat sepasang sendal pria yang ukurannya cukup besar, sebab Andi Enre memiliki ukuran sendal dengan nomor empat puluh, itu ia ketahui saat akan masuk ke rumah dan melihat sendal milik pria itu terbalik salah satunya.
Sedangkan sendal yang ada didepan pintu belakang dapur memiliki nomor empat puluh dua.
Dengan menggunakan sarung tangan, ia memungutnya, lalu memasukkannya ke dalam kantong plastik sebagai barang bukti.
Ia menutup pintu dapur, lalu kembali ke ruang utama dan melihat Andi Enre sudah bertukar pakaian, sepertinya ia akan pergi ke pertambangan.
"Maaf, Pak. Apakah ini sendal milik, Bapak?" tanya Jhony dengan rasa penasaran.
Pria itu menggelengkan kepalanya. "Saya tidak memiliki sendal seperti itu, dan ukurannya cukup besar," ucap Andi Enre dengan jujur.
"Apakah bapak tau siapa pemiliknya?" cecar Jhony dengan tatapan penuh intimidasi.
Andi Enre menggelengkan kepalanya. "Mungkin milik salah satu tukang yang bekerja membangun rumah ini." pria itu membenahi letak tas selempangnya. Ia sepertinya tidak menaruh rasa curiga apapun pada sang istri.
"Baiklah, kami akan membawanya sebagai salah satu barang bukti," ucap Jhony menegaskan.
"Silahkan," jawab Andi enre dengan santai, sebab ia merasa tak melakukan kejahatan apapun.
Akan tetapi, Daeng Cening menatap sangat dalam kepada Polisi berusia tiga puluh tahun tersebut.
Ia merasa sangat tidak senang saat ketenangannya terusik.
"Baiklah, kami pergi, dan akan kembali lagi jika ada yang dibutuhkan," ucap Jhony, lalu berpamitan pergi.
Andi Enre memilih untuk pergi ke penambangan, dan sepertinya ia tidak terpengaruh oleh peristiwa barusan.
****
Penyidik Jhony dan juga Beny kembali ke rumah Takko yang sudah tidak berpenghuni, dan mereka kembali menonton CCTV untuk menemukan petunjuk, apakah sendal itu milik pria tersebut atau bukan.
Ia menggulir layar camera dengan jadwal mundur pada camera teras, dan mereka dikejutkan jika sendal itu mirip dengan sendal yang mereka temukan dibelakang dapur rumah Daeng Cening.
"Pak, apakah bapak tidak merasa janggal kalau kamar mereka bau comberan?" ucap Beny ditengah rasa penasarannya.
"Ya, bahkan korban Ella meninggal karena melihat sesuatu dicomberan, dan sendal milik Takko juga berada disana, apa hubungan wanita itu dengan ini semua?" kali ini Jhony yang merasa sangat penasaran.
"Apakah bapak percaya tentang adanya Parakang?" kali ini Beny yang merasa terusik dengan gosip tersebut.
"Jangan mengada-ada. Itu hanya cerita mitos atau legenda yang tidak dapat dibuktikan secara ilmiah dan juga fisik," sanggah Jhony.
"Lalu? Apakah bapak berpendapat jika ini adalah murni kejahatan human trafficking?" sela Beny dengan rasa penasaran.
"Ya, apalagi kasus anak Puang yang juga meninggal karena hilang organ tubuhnya," sahut Jhony dengan menegaskan.
Akan tetapi, Beny memperlihatkan pencariannya di internet tentang sesuatu yang dianggap mitos oleh sang atasan, lalu memperlihatkannya pada Jhony.
"Lihatlah hasil penelusuran ini, Pak. Jika kehadiran Parakang ditandai dengan lolongan anjing, bau busuk comberan, dan ia suka bertempat di comberan sebelum memangsa korbannya." pria berseragam itu memperlihatkan ponselnya, lalu meminta sang atasan untuk membacanya
Jhony membaca hasil penelusuran tersebut, dan ia mengembalikan ponsel itu pada Beny.
"Ini tidak masuk akal,"
"Tetapi yang tidak masuk akal dapat kita jadikan sebuah rujukan, dan mungkin sedikit saja, untuk menguak misteri ini. Sebab dari hasil visum, korban dihisap darahnya sebelum dimakan organ tubuhnya. Kalau human trafficking, tidak mungkin mereka menghisap darah korbanya," Beny terus menganalisa penemuannya.
Jhony terdiam sejenak. "Apakah kita harus mencurigai wanita itu?" ucapnya dengan melirik ke arah rumah Daeng Cening.
"Tentu saja, kita pantau gerak-geriknya. Dan malam ini mungkin kita coba menginap dirumah ini, agar lebih tau aktifitasnya," saran Beny dengan penuh keyakinan.
"Aku yakin, dia ada hubungannya dengan semua ini, apalagi sendal ini sangat mirip milik Takko, serta signal terakhir yang ditemukan didalam kamarnya" Benny menimpali ucapannya.
"Baiklah, kita akan mencari tau seberapa besar keterlibatan wanita itu dengan kematian korban serta menghilangnya saudara Takko," Jhony menyetujui saran Benny.
Saat bersamaan, sekelebat bayangan menghilang dari rumah tersebut, dan meninggalkan aroma busuk yang sangat menyengat.
****
Waktu mempelihatkan pukul delapan malam. Kedua Polisi itu masih bertahan dirumah Takko. Mereka memantau Daeng Cening melalui camera CCTV yang dipasang didepan rumah.
Semua terlihat biasa saja, dan tidak ada yang perlu dicurigai sama sekali.
Hingga saat waktu memperlihatkan pukul sebelas malam, keduanya melihat seekor anjing yang duduk ditepian jalan, lalu menghadap rumah Daeng Cening, dan mulai melolong panjang.
"Apa yang dilakukan anjing itu?" Jhony terlihat penasaran, saat melihat seekor anjing yang duduk sembari melolong tak ingin pergi dari kediaman rumah Daeng Cening.
"Menurut penelitian, Anjing dan kucing memiliki indera penciuman yang tajam sebagai sensor yang cukup kuat dalam mendeteksi sebuah bahaya dan sekecil apapun signal yang dikirim melalui bau, angin dan lainnya. Sedangkan Kucing memiiliki indera penglihatan yang cukup tajam saat malam hari, sehingga dapat melihat pantulan objek yang bahkan tak terlihat oleh manusia. Sedangkan kumisnya berupa sensor mendeteksi gerakan sebuah benda dan signal apapun," jelas Beny dengan sangat gamblang.
Jhony manggut-manggut, dan mulai memperhatikan pergerakan anjing tersebut yang terlihat gelisah.
Saat bersamaan, keduanya dikejutkan oleh sesuatu yang melintas dengan gerakan cepat didalam layar CCTV.
Sosok hitam yang berukuran sangat besar, dengan dua bola mata merah menyala, tetapi hanya sekilas saja, sebab gerakannya sangat begitu cepat, hingga membuat keduanyanya harus menekan tombol stop pada menit melesatnya bayangan tersebut.
"Apa ini?" tanya Jhony dengan tubuhnya yang mulai meremang.
Perasaannya tak nyaman saat melihat sosok tersebut, dan tiba-tiba saja punggungnya terasa menebal.
Saat bersamaan, mereka mengendus aroma comberan yang sangat begitu menyengat.
"Saya kenapa merasa jadi merinding, Pak?" ucap Beny dengan menggidikkan tubuhnya.
"Iya, saya juga." sahut Jhony dengan perasaannya yang mulai gelisah.
Tiba-tiba saja, merasakan sesuatu menetes dari arah plafon ruangan tempat dimana mereka sedang memantau layar CCTV.
Tetesan itu mengeluarkan aroma busuk yang menyengat, dan keduanya dengan gerakan perlahan mendongakkan kepalanya untuk melihat sesuatu diatas sana.