Tiga Tahun berumah tangga, Amanda merasa bahwa pernikahannya benar-benar bahagia, tapi semua berubah saat ia bertemu Yuni, sahabat lamanya.
Pertemuan dengan Yuni, membawa Amanda pergi ke rumah tempat Yuni tinggal, dimana dia bisa melihat foto pernikahan Yuni yang bersama dengan pria yang Amanda panggil suami.
Ternyata Yuni sudah menikah lima tahun dengan suaminya, hancur, Amanda menyadari bahwa dia ternyata adalah madu dari sahabatnya sendiri, apakah yang akan Amanda lakukan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Belas
Azka menatap jam tangannya, sudah lewat setengah jam sejak Amanda pamit ke kamar mandi. Ia mulai gelisah, menatap ke arah pintu yang masih tertutup.
“Kenapa lama banget sih?” gumam Azka sambil berdiri.
dr. Rania yang masih merapikan berkas menoleh. “Amanda belum kembali?”
Azka menggeleng. “Belum. Dari tadi nggak muncul. Aku coba chat juga nggak dibaca.”
Rania menghela napas pelan. Tatapannya berubah cemas. “Azka ... jangan-jangan dia dengar percakapan kita tadi?”
Pertanyaan itu membuat Azka membeku. “Dengar?” suaranya tercekat.
“Ya, mungkin saja. Tadi aku lihat pintu ruanganku sempat agak terbuka sedikit. Kamu yakin tadi kamu nutup rapat?”
Azka memijat pelipisnya. Wajahnya mendadak pucat. “Astaga, jangan bilang dia dengar semua.”
Rania menatapnya tajam. “Kalau dia dengar, kamu tahu kan apa artinya? Dia bisa ngerasa dikhianati habis-habisan.”
Azka langsung bergegas keluar tanpa pamit. Langkahnya terburu-buru menyusuri lorong rumah sakit. Ia menoleh ke kanan-kiri, berharap menemukan sosok istrinya. Tapi Amanda sudah tak ada.
Ia menuju parkiran, berharap istrinya masih di sana. Namun hanya ada mobil mereka, dan sopir yang duduk di depan.
“Mas, lihat Bu Amanda?” tanyanya cepat.
Sopir itu menatap lewat kaca spion. “Nggak, Pak. Tadi saya kira masih di dalam.”
Azka menatap sekeliling, merasa dadanya mulai sesak. Ia mencoba menghubungi Amanda, tapi suara dari ponselnya membuat jantungnya makin berdebar, Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif.
“Kenapa kamu matiin HP kamu, Sayang …,” gumam Azka lirih.
Dia menatap layar beberapa detik, lalu tanpa pikir panjang langsung masuk ke mobil. “Ke rumah, Mas. Cepat,” perintahnya ke sopir.
Sepanjang perjalanan, Azka hanya diam. Di kepalanya, berbagai kemungkinan tak henti berputar. Kalau benar Amanda mendengar semuanya, bagaimana dia harus menjelaskan? Apa yang bisa dia katakan? Bahwa semua yang dia lakukan itu karena takut Amanda sakit? Kedengarannya seperti alasan yang bodoh sekaligus egois.
Sementara itu, di sisi lain kota, Amanda sudah berada di dalam taksi online yang membawanya pulang. Air matanya masih mengalir deras. Ia duduk di kursi belakang, memandangi lampu-lampu kota yang berkelebat cepat.
Dunia terasa asing. Semua yang ia percayai mendadak berubah menjadi kebohongan besar.
“Aku ini bodoh,” ucap Amanda pelan. “Selama ini aku pikir aku yang bermasalah. Aku yang nggak bisa ngasih keturunan. Tapi ternyata ... semua ini karena kamu, Mas.”
Ia menutup wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menahan tangis agar tak terdengar oleh sopir di depan. Tapi isaknya tetap pecah juga.
“Mas Azka ... kenapa kamu tega!" seru Amanda pada dirinya sendiri di sela tangis.
Bayangan masa lalu berkelebat di benaknya. Hari ketika mereka menikah, saat Azka mengelus kepalanya dan berjanji akan mencintainya seumur hidup. Hari ketika ia keguguran, dan Azka menggenggam tangannya sambil menenangkan, “Kita pasti bisa, Sayang. Nanti kalau waktunya tepat.” Kini semua itu terasa seperti sandiwara.
Begitu sampai di rumah, Amanda langsung membuka pintu dan masuk. Rumah itu terasa begitu sunyi. Hanya suara jam dinding yang terdengar samar. Ia berjalan pelan menuju kamar, menatap sekeliling. Foto pernikahan mereka masih tergantung di dinding, wajah mereka berdua tersenyum bahagia.
Amanda menatap foto itu lama, lalu menurunkannya dari dinding. Tangannya bergetar saat menyentuh bingkai kayu. “Senyum ini ternyata cuma topeng.”
Ia meletakkan bingkai itu di meja rias dan duduk di tepi ranjang. Air matanya kembali jatuh, membasahi bantal yang dulu sering jadi tempat mereka bercanda sebelum tidur.
Beberapa jam kemudian, suara mobil terdengar dari luar. Tak lama, pintu rumah terbuka.
“Amanda!” suara Azka terdengar dari ruang tamu.
Amanda tak menjawab. Ia hanya memandangi jendela dengan tatapan kosong.
Azka berjalan cepat menuju kamar, matanya mencari-cari. Begitu melihat Amanda duduk diam di ranjang, ia langsung lega sekaligus cemas.
“Sayang ...,” panggil Azka pelan. Amanda tak menoleh.
Azka mendekat, lalu duduk di tepi ranjang. “Aku cari kamu dari tadi. Kenapa kamu nggak bilang mau pulang duluan? Aku khawatir banget.”
Masih tak ada jawaban. Azka menatap wajah istrinya yang sembab. Matanya merah, pipinya masih basah oleh air mata.
“Sayang, kamu kenapa? Kamu sakit?” tanya Azka lembut sambil menyentuh bahu Amanda.
Amanda menepis tangan Azka dengan perlahan. Tatapannya tajam tapi penuh luka. “Kenapa aku sakit?” tanya Amanda. “Mungkin karena aku baru tahu siapa suami yang selama ini aku banggakan.”
Azka terdiam. Napasnya terasa berat.
“Amanda, kamu dengar sesuatu di klinik tadi, ya?” suaranya pelan tapi panik.
Amanda menatapnya tajam. “Dengar? Aku dengar semuanya, Mas. Semuanya.”
Azka menelan ludah. Wajahnya mendadak pucat. “Aku bisa jelasin ....”
“Jelasin apa?!” potong Amanda, suaranya bergetar tapi tegas. “Jelasin kenapa kamu pasang alat itu tanpa izin aku? Jelasin kenapa kamu biarin aku bertahun-tahun merasa diriku nggak berguna?!”
Azka terdiam. Kata-kata itu seperti tamparan keras yang menghantam hatinya.
Amanda berdiri, menatapnya dengan mata penuh air. “Kamu tahu rasanya gimana tiap kali orang nanya kenapa aku belum hamil? Aku selalu bilang ‘belum rezeki’. Aku berdoa tiap malam, aku merasa gagal jadi istri yang baik ... padahal selama ini kamu yang ngambil hak aku tanpa aku tahu apa-apa!”
Azka menunduk. Suaranya lirih, hampir tak terdengar. “Aku cuma takut, Sayang. Aku nggak mau kamu ngerasain sakit kayak waktu kamu keguguran dulu.”
“Tapi kamu nggak bisa seenaknya mutusin sendiri, Mas! Itu tubuh aku! Kamu pikir kamu lindungin aku, padahal kamu cuma egois! Kamu bukan melindungi aku, tapi kamu telah menyakiti aku!"
Hening beberapa detik. Hanya suara isak Amanda yang terdengar.
Azka mencoba mendekat lagi. “Aku minta maaf, Sayang. Aku nggak bermaksud nyakitin kamu. Aku cuma ....”
“Cukup, Mas!” Amanda memotong cepat. “Jangan panggil aku ‘Sayang’. Kata itu udah nggak berarti apa-apa sekarang.”
Azka menatapnya tak percaya. “Kamu kenapa ngomong kayak gitu, Sayang?”
Amanda menatapnya dengan mata yang lelah. “Iya, Mas. Aku capek. Aku nggak kuat hidup dalam kebohongan.”
“Sayang, apa yang harus aku lakukan agar kamu mau memaafkanku?” tanya Azka pelan, suaranya bergetar.
Amanda menghela napas panjang, lalu menatapnya lurus. “Aku mau pisah.” Kata itu meluncur pelan, tapi berat.
Azka membeku. Jantungnya seolah berhenti berdetak. “Apa ...?”
“Aku mau pisah,” ulang Amanda, kali ini dengan suara lebih tegas meski matanya berlinang. “Aku udah nggak sanggup lagi. Entah kebohongan apa lagi yang kamu sembunyikan dariku, Mas?"
Azka masih terpaku di tempat, seperti kehilangan kemampuan bicara. Kedua mata mereka saling bertatapan. Tak ada yang berkata apa-apa. Hanya hening panjang yang menggantung di udara, seolah seluruh dunia ikut menahan napas.
Waktu seakan berhenti di detik itu, detik di mana semua cinta, kebohongan, dan penyesalan bertemu di satu titik. Azka menatap istrinya yang menangis, tapi tak mampu berkata sepatah kata pun.
Dan di antara keheningan itu, hanya satu hal yang Azka rasakan, takut. Takut kehilangan wanita yang selama ini ia cintai dengan caranya sendiri, tapi dengan cara yang salah.
Ia masih terdiam, menatap Amanda yang kini memalingkan wajah, dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Azka benar-benar tidak tahu harus berkata apa.
supaya adil tdk ada yg tersakiti..
amanda dan yuni berpisah saja..
klo terus bersm yuni hanya amanda yg diikiran azka ..hanya u status nathan..
klo terus dengan amanda..azka melepas yuni merampas nathan..bagai mana perasaan yuni apalagi amanda sahabat nya..
kita mah pembaca nurut aja gimana kak authornya..walau baper gemesh😂😂😂