zaira Kalya , gadis bercadar yang bernasib malang, seolah cobaan terus mendatanginya. Setelah Tantenya-tika Sofia-meninggal, ia terpaksa menerima perjodohan dengan albian Kalvin Rahardian-badboy kampus-yang begitu membencinya.
Kedua orang tua ziara telah meninggal dunia saat ia masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, hingga ia pun harus hidup bersama tika selama ini. Tapi, tika, satu-satunya keluarga yang dimilikinya juga pergi meninggalkannya. tika tertabrak oleh salah satu motor yang tengah kebut-kebutan di jalan raya, dan yang menjadi terduga tersangkanya adalah albian.
Sebelum tika meninggal, ia sempat menitipkan ziara pada keluarga albian sehingga mereka berdua pun terpaksa dinikahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon chayra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
Setelah menghajar dua cowok sok jagoan tadi, tenaganya banyak terbuang. Jadi, ia perlu makan banyak sekarang.
Arfa yang duduk tepat di depan albian lebih dulu menyadari keberadaan ziara. Pemuda itu terbelalak sambil membekap mulutnya yang hampir berteriak heboh. Tubuhnya sudah menghadap rifki yang duduk di sampingnya. Tapi, kembali lagi menghadap ke depan agar albian tak curiga.
Rifki yang sejak di kelas sibuk dengan game-nya, di kantin pun pemuda itu masih fokus bertarung sebelum berhasil menang dari lawannya. Lagi-lagi ia harus menerima kekalahan karena dikejutkan oleh Agra yang menyenggol lengannya dengan keras. Bukan cuma sekali senggolan, tapi berkali-kali hingga mendengar respon dari rifki.
"Apaan sih lo, fa?! Gue kalah lagi ini, Anjir!" sungutnya kesal sambil setengah berteriak.
Bukan cuma albian yang kaget, tapi ziara yang duduk di meja lain juga terjingkat.
Buru-buru Arfa membekap mulut rifki sambil menyungingkan senyuman manis ke arah albian. "Makan yang lahap ya, bian. Biar gue sumpel mulutnya si rifki."
"Sekali lagi lo teriak, gue yang sumpel tuh mulut lo pake kaos kakinya arfa," ancam albian.
Rifki mengangguk-anggukan kepala dengan mulut tertutup rapat.
Begitu kepala albian kembali menunduk, arfa segera mendekatkan bibirnya ke telinga rifki.
"Lagian lo ngapain sih pake teriak-teriak segala? Padahal gue mau kasih info yang tadi sama lo," bisiknya.
"Info apaan?" tanya rifki penasaran.
Agra menunjuk ziara dengan dagunya.
"Tadi gue liat dia turun dari mobilnya albian," jawabnya sambil berbisik.
Mata rifki terbelalak. Kedua tangannya segera membekap mulutnya yang hampir saja berteriak untuk kedua kalinya.
"Serius lo?" tanya rifki. Netranya menatap albian lekat, seolah tak mau percaya begitu saja. Ia tahu betul kalau hubungan albian dan ziara tidak lah baik.
Albian selalu mengibarkan pendera perang pada ziara sejak lama. Jangankan satu mobil dengan ziara, melihat bayangan gadis bercadar itu saja sudah berhasil mengusik ketenangan albian. Rifki tahu betul hal itu. Jadi mana bisa ia percaya?
"Ya udah kalo lo gak percaya. Terserah aja," jawab arfa tak mau ambil pusing. Tiba-tiba arfa yang tadinya minum mendadak tersedak.
Pemuda dengan rambut cepak itu terbatuk-batuk sambil menatap ke arah ziara yang tengah bertelepon di meja sebelah.
"Lo kenapa, fa? Pelan-pelan dong kalo minum, anjir! Gue kagak minta," ucap rifki sambil mengusap punggung arfa.
"Itu yang namanya karma gara-gara banyak bergosip," celetuk albian menatap datar arfa yang mandi keringat. "Ngomongin apaan lo tadi sampe minum aja keselek?"
Tangan kanan arfa menunjuk ke arah ziara. Sedangkan tangan kirinya memegangi dadanya yang masih sesak. "Hp nya ziara itu bukannya yang ada di kamar lo ya, bian?" tanya arfa.
Albian langsung berbalik badan. Ia baru tahu kalau ziara duduk di belakangnya. Gadis bercadar itu sedang bertelepon dengan eline yang masih memesan makanan.
"Aku gak usah dikasih sambel banyak-banyak ya. Satu sendok aja. Takut sakit perut. Minumnya ngikut kamu aja," ucap ziara. pada sambungan telepon.
Pandangannya bertemu dengan albian yang juga sedang menoleh padanya. Telepon itu pun segera dimatikan. Lalu sang gadis segera mengalihkan pandangan, membuang muka asal.
Albian tersenyum sinis saat ziara melengos begitu melihatnya. "Jadi dari tadi lo di sini? Lagi tebak pesona ya sampe-sampe nekad makan di kantin sendiri di tengah-tengah meja para cowok?"
"Aku gak kayak gitu ya, bian! Aku ke sini gak sendiri, tapi sama eline," balas ziara seraya berbalik ke arah albian. "Lagian di sini kan kantin. Tempat untuk makan, bukan untuk tebar pesona. Lagi pula, gimana caranya aku tebar pesona kalo mereka aja gak bisa liat wajahku?"
"Aurat, zia! Aurat! Lo mau nunjukin wajah lo ke orang lain, selain suami lo?" ucap albian panik. Sudah bisa ditebak kalau sampai mereka tahu wajah asli ziara, pasti banyak yang akan terpesona padanya.
Ziara masih membalas ucapan albian dengan gelengan cepat. Ia belum sempat mengucapkan sepatah kata pun, mendadak eline muncul dengan dua gelas es jeruk.
"Ngapain lagi dia, zia? Gangguin lo lagi ya?" sahut eline menatap tajam albian.
"Enggak kok, lin. Udah ayo duduk.
Jangan berdiri terus." Ziara menarik elin duduk di kursi. Ia tak lagi peduli dengan albian yang masih menghadap ke arahnya, dan memilih melengos lagi.
Mata albian kembali terbelalak.
Bagaimana bisa istri yang lebih banyak diam kalau di rumah bisa se-menyebalkan ini kalau lagi bareng sahabatnya?
Sungguh albian tak terima diabaikan begitu saja oleh ziara. Tapi, saat ia hendak mengajukan protes, bahunya ditepuk cepat oleh Arfa sehingga ia pun berbalik cepat.
"Apa lagi?" bentak albian sambil melotot.
Arfa menunjuk Hp ziarq yang diletakkan di atas meja. "Itu bukannya Hp yang ditemuin rifki di kamar lo ya?" Pemuda itu tak membiarkan albian bicara untuk menyangkal. "Sekedar info. Gue tadi juga liat zia keluar dari mobil lo. Kalian ke kampus bareng?" sambungnya.
Kepala albian mendadak terasa berat. Ia kira tadi situasi di parkira aman, ternyata malah kepergok sama setan.
"Sial!" umpat albian pelan. "No coment! Gue gak terima tuduhan yang gak masuk akal."
Tak ingin berdebat dengan arfa yang akhirnya akan berakhir dengan kekalahan, albian memilih bangkit dari tempat duduknya dan melenggang pergi. Lebih tepatnya ia kabur dari sana sebab belum ada alasan yang masuk akal.
"Lah... Kok malah mingga?!" Rifki menatap albian yang berjalan meninggalkan kantin.
Arfa semakin yakin kalau ada hal yang disembunyikan sahabatnya itu. Ia menarik tangan rifki dan membawanya ke meja ziara.
Bukan arfa namanya kalau jiwa keponya tidak meronta-ronta. Dengan senyuman yang mengembang, arfa berdiri di dekat ziara sambil menggoyangkan tubuhnya sok imut.
"Ziara... Boleh pinjem Hp lo gak? Hp gue lowbat nih. Lagi butuh banget telepon Mama," ucap arfa membuat alasan agar ziara bersedia meminjaminya Hp.
Ziara mengambil Hp dengan softcase gambar kucing itu, lalu meletakkannya di depan arfa tanpa curiga.
"Kamu pake aja gapapa. Tapi, dipake di sini aja ya," balas ziara.
Kepala arfa mengangguk cepat seraya mengambil Hp tadi dari atas meja.
"Kita liat sekarang," bisik arfa pada rifki.
Dua cowok itu memperhatikan Hp android keluaran lama itu dengan seksama. Sedangkan pemiliknya tengah fokus dengan makan siang.
"Gak salah lagi. Ini Hp yang di kamarnya albian waktu itu. Gue inget betul bentuk tempered glass-nya di bagian kanan sama kiri bawahnya udah pecah," ucap rifki yang berhasil membuat arfa hampir berteriak saking penasarannya.