'Kegagalan adalah sukses yang tertunda.'
'Kegagalan bisa jadi pelajaran dan cambuk untuk terus maju menuju sukses.'
Dan masih banyak kalimat motivasi ditujukan kepada seseorang yang gagal, agar bisa bertahan dan terus berjuang.
Apakah kalimat motivasi itu berlaku dalam dunia asmara?
Nathania gagal menuju pertunangan setelah setahun pacaran serius penuh cinta. Dan Raymond gagal mempertahankan mahligai rumah tangga setelah tiga tahun menikah.
Mereka membuktikan, gagal bukan berarti akhir dari kisah. Melainkan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang baru, lebih bernilai. Lahir dari karakter kuat, mandiri dan berani, setelah alami kegagalan.
Ikuti kisahnya di Novel ini: "Ketika Hati Menyatu"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia di mana pun berada. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. KHM
...~•Happy Reading•~...
Walau jarang bertemu Nathania, tapi perubahan sekecil apa pun padanya akan dirasakan Nike. Adiknya seperti kaca bening, terlihat jelas. Karena sifatnya yang apa adanya, tidak berpura-pura.
"Ngga, repotin kok', Kak. Kangen." Nathania memberikan alasan dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Kakak juga, sangat kangen. Mari, kita pulang." Nike tidak meneruskan yang dirasakan sejak kemarin. Sangat cemas dan merindukan Nathania lebih dari pada biasanya.
~*
Sejak kedua orang tuanya sudah tiada, hanya mereka berdua yang tinggal. Nike sebagai kakak, memposisikan dirinya sebagai kakak dan juga orang tua bagi Nathania.
Mereka saling berbagi rasa dan mendukung satu sama lain dalam berbagai hal. Sehingga kalau terjadi sesuatu di antara mereka, hati akan bergetar seperti memberikan sinyal, ada terjadi sesuatu.
Kadang tanpa kata, kegundahan hati menimbulkan rasa cemas di hati mereka. Itu terjadi berkali-kali, apa lagi mereka tidak tinggal di satu tempat. Jadi tidak bisa melihat yang dialami, sehingga rasa cemas makin kental.
Nike tidak ingin adiknya jauh darinya. Tetapi karena Nathania diterima kuliah di Universitas Negeri ternama di Jakarta dan menerima beasiswa, orang tuanya mengijinkan dia kuliah di Jakarta.
Ketika dia diterima kerja di perusahaan tambang batu bara di Jakarta, kakaknya mengijinkan dia bekerja dan tinggal di Jakarta. Sebab dia melihat adiknya sudah dewasa, bertanggung jawab dan bisa menata hidupnya dengan baik.
*~
Dalam perjalanan dari stasiun ke rumah, banyak hal yang diceritakan. Tepatnya, Nike bercerita dan Nathania diam menyimak, sambil sesekali bertanya.
Dia senang melihat kakaknya sangat mandiri dan terlihat mapan. Semangat dan kecerian kakaknya menyambut pernikahan menular ke hatinya. Dia ikut merasakan kebahagiaan kakaknya.
"Apa pendapatmu setelah lama ngga melihat kondisi jalan kota Bandung?" Nike sengaja tidak bertanya berbagai hal yang berhubungan dengan kondisi Nathania.
"Mm, hampir sama dengan Jakarta di waktu pagi, Kak. lumayan macet." Ucap Nathania sambil melihat keluar jendela mobil yang dikemudikan kakaknya.
"Ya, begitulah kota kita. Apa lagi kalau weekend. Benar-benar macet dan bikin sakit kepala." Nike tersenyum, punya topik.
"Aku selalu menghindari jalan-jalan yang sudah terkenal macet dan jadi tujuan wisata orang Jakarta dan sekitanya." Nita menjelaskan dan menyebut jalan yang sering macet.
"Jalanan depan stasiun ini kalau weekend juga sangat macet. Coba lihat... Belum weekend saja sudah padat merayap." Nike menunjuk jalanan padat di depan mereka.
Nathania melihat dan mengangguk mengiyakan. "Mungkin kondisi kota besar hampir sama, Kak."
"Iya. Jadi yang dibilang hidup penuh perjuangan, ini salah satunya. Berjuang untuk sampai di tempat tujuan tepat waktu." Nike meneruskan sambil tersenyum.
"Iya, Kak. Sama saja, di Jakarta juga. Berjuang dengan berbagai cara agar bisa tiba di kantor tepat waktu. Naik ojol, atau berangkat kerja lebih pagi." Nathania jadi ingat perjuangannya agar tidak terlambat tiba di kantor.
Mereka terus bercakap-cakap bergonta-ganti topik, hingga tidak terasa tiba di rumah. "Welcome home..." Ucap Nike setelah mobilnya masuk ke halaman. Dia menunjuk halaman dan rumah yang sudah dicat putih sambil membuka kedua tangan.
"Wuuaaaah...." Nathania benar-benar terpukau setelah berada di halaman rumah yang terawat dan asri. Dia meletakan koper di jalan masuk yang sudah ditata rapi, lalu memeluk kakaknya dengan sayang.
"Terima kasih, Kak." Dia tidak menyangka, kakaknya sudah merawat rumah peninggalan orang tuanya dengan baik. Bahkan sekarang terlihat lebih baik dari saat orang tua mereka masih hidup.
"Sudah berapa lama aku ngga pulang ya, Kak. Semua ini terasa berbeda dan sudah berubah. Kakak sudah menyulap rumah kita bak istana kecil." Nathania kembali memeluk kakaknya dengan hati senang.
"Kakak rasa sangat lama. Yang pasti, sejak kerja kau sudah tidak pulang. Tahun terakhir kuliah, kau tidak pulang, tapi kakak lebih sering ke Jakarta." Nike mengingat-ingat pertemuan terakhir mereka di Jakarta.
"Iya, ya, Kak. Pantesan..." Nathania tidak meneruskan. Dia merasa terhibur dan melupakan sejenak kesedihan hatinya, saat melihat lingkungan tempat tinggal orang tuanya yang sejuk dan asri.
"Ayoo, letakan kopermu di kamar. Aku ngga otak-atik kamarmu. Teman-teman yang datang bantu dan mau nginap, di paviliun." Ucap Nike sambil menunjuk paviliun di samping rumah mereka.
"Waaaah..." Nathania kembali menunjukan rasa kagumnya saat melihat paviliun mereka. Dia segera ke kamar untuk meletakan koper, karena ingin mengeksplor tempat yang penuh kenangan baginya.
Ketika masuk kamar, dia meletakan koper begitu saja dan tanpa mengangkat penutup tempat tidur, dia melompat ke atasnya. 'Terima kasih, Kak Nike. Sudah menjaga kamarku dan diriku.' Nathania terharu sambil memeluk teddy bear besar kesayangannya.
"Dek, jangan dulu beresin koper. Mari minum, lalu mandi." Teriak Nike dari luar kamar, agar Nathania tidak langsung tidur.
Nathania melompat turun dan keluar kamar menyusul kakaknya ke ruang makan. "Hampir tertidur, Kak."
"Habis ini, mandi, baru tidur. Aku mau ke warung, jadi kau bisa tidur sepuasnya sambil tunggu aku tutup warung." Nike meletakan minuman hangat dan cemilan di depan Nathania.
"Makasih, Kak." Nathania langsung memegang cangkir dengan kedua tangan. "Warungnya lancar, Kak?" Tanya Nathania setelah minum dan mencicipi cemilan kesukaannya.
"Puji Tuhan. Bisa bertahan sampai saat ini. Setelah istirahat baru lihat-lihat. Sekarang kita punya tiga karyawan untuk bantu-bantu." Nike menjelaskan lalu duduk di depan Nathania dan melihat wajah cantik adiknya yang sedang berusaha happy.
"Apa lagi tahun-tahun terakhir ini sudah ngga kirim uang buatmu. Aku pakai buat tambah modal dan merawat rumah." Nike menjelaskan sambil membuka sebelah tangan menunjuk rumah mereka.
"Kakak, hebat...!!" Puji Nathania, takjub sambil mengangkat dua jempol. Nathania tidak menyangka kakaknya bisa mengembangkan usaha orang tuanya dengan baik dan luar biasa maju.
"Tapi ngga sehebat adikku yang baru selesai kuliah, langsung bisa kerja di perusahaan tambang besar. Kakak malah melamar kiri kanan, tidak diterima." Ucap Nike sambil tersenyum.
"Dari pada bekerja pada perusahaan ece, ece, mendingan ngurusin usaha Papa, Mama." Nike menjelaskan lagi, mengapa lebih fokus pada usaha orang tua mereka. Karena tidak bisa bekerja sebagai ASN atau perusahaan ternama.
"Kakak bisa aja, memuji." Wajah Nathania memerah, malu dipuji kakaknya.
"Ini bukan pujian, tapi kenyataan. Kau pun berubah jadi gadis yang baik dan dewasa. Tidak memanfaatkan uang pemberianku untuk berfoya-foya. Kau mengatur dengan baik untuk mencukupi kebutuhanmu." Nike mengangkat dua jempol sebagai pujian dan rasa terima kasih, Nathania sudah mendukungnya.
"Aku tinggal dulu, mau lihat warung. Kalau mau makan sesuatu, minta sama Bibi." Nike berdiri dan mengusap punggung adiknya dengan sayang.
"Iya, Kak." Nathania mengusap lengan kakaknya sebelum meninggalkan dia.
'Makasih selalu ada di masa sulitku, Kak. Semoga Kak Nike selalu sehat dan bahagia. Amin.' Nathania membatin sambil melihat punggung kakaknya dengan mata berkaca-kaca.
...~_~...
...~●○♡○●~...