Nayla Marissa berpikir jika pria yang dikenalnya tanpa sengaja adalah orang yang tulus. Pria itu memberikan perhatian dan kasih sayang yang luar biasa sehingga Nayla bersedia menerima ajakan menikah dari pria yang baru berkenalan dengannya beberapa hari.
Setelah mereka menikah, Nayla baru sadar jika dirinya telah dibohongi. Sikap lembut dan penuh kasih yang diberikan suaminya perlahan memudar. Nayla ternyata alat buat membalas dendam.
Mampukah Nayla bertahan dan menyadarkan suaminya jika ia tak harus dilibatkan dalam dendam pribadi suaminya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mami Al, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 16
Helen menjelaskan bahwa Kavi adalah anak tunggal dari pasangan suami istri Arda dan Nana. Sebelum menikah ayahnya Kavi membawa seorang putri bernama Dhea yang jarak usia mereka terpaut 11 tahun.
Ketika lulus kuliah Dhea, pindah ke luar negeri karena hubungannya dengan teman dekatnya berakhir. Orang tua Kavi begitu kecewa dengan keputusan putri mereka. Kavi juga merasa kehilangan apalagi Dhea memutuskan menjadi warga negara luar.
"Apa Bibi mengenal siapa teman dekatnya Kak Dhea?" tanya Nayla.
"Saya kurang tahu, Nona. Tetapi, Nona Dhea pernah cerita mempunyai teman dekat semasa sekolah namun dia tak pernah memperkenalkannya kepada Tuan Besar dan Nyonya," jawab Helen.
"Kenapa dia tidak mau memperkenalkannya?" tanya Nayla lagi.
"Dia bilang kalau teman dekatnya bukan kalangan atas, dia tidak mau Tuan Besar menjauhkan mereka," jawab Helen lagi.
"Apa Bibi tahu penyebab Kak Dhea dan teman dekatnya itu akhirnya menjauh?" lagi-lagi Nayla bertanya.
Bibi Helen menggelengkan kepalanya.
"Apa begitu cintanya Kak Dhea dengan teman dekatnya itu?" tanya Dhea lagi.
"Sepertinya iya," jawab Helen.
"Bibi, aku menikah dengan Kavi karena aku adalah putri dari seseorang yang pernah menyakiti perasaan Kak Dhea," Nayla memberikan pengakuan.
Helen yang mendengarnya begitu terkejut.
"Kavi menganggap aku sebagai alat balas dendamnya. Aku tidak tahu bagaimana lepas darinya, Bi. Dia telah membohongiku," kata Nayla dengan mata berkaca-kaca.
Nayla kemudian menjelaskan bagaimana pertemuan pertama dirinya dengan Kavi.
"Tapi, Nona Nayla 'kan tidak bersalah. Bibi juga tak tahu penyebab Nona Dhea dan teman dekatnya menjauh," kata Helen merasa kasihan dengan Nayla.
"Bibi, Kak Dhea di negara ini. Bantu aku menjelaskan semuanya kepada dia, seharusnya aku tidak terlibat dengan hubungan masa lalu dirinya dengan papaku," ucap Nayla memohon.
"Siapa nama papa Nona Nayla?" tanya Bibi Helen.
"Andreas Atmajaya," jawab Nayla.
"Ya, teman dekat Nona Dhea adalah dia. Bibi juga tak tahu apakah mereka sempat menjalin hubungan. Tetapi, Nona Dhea mengatakan bahwa ia sangat mencintai teman prianya itu!" tutur Bibi Helen.
"Kak Dhea sudah menikah, buat apa dia menyimpan dendam lagi dengan papaku?" tanya Nayla.
"Nona Dhea menikah lima tahun lalu. Jika, Nona ingin tahu alasannya lebih tanyakan langsung kepada papa Nona," jawab Helen memberikan saran.
"Jika aku bisa keluar dari rumah Kavi dan pergi menemui orang tuaku, masalahnya tidak serumit ini, Bi. Kavi benar-benar mengurungku, Bi." Nayla mengungkapkan semuanya.
"Benar juga, ya."
"Bi, bantu aku untuk membuktikan siapa yang salah. Jika yang salah adalah papa, maka aku siap meminta maaf!" kata Nayla memohon.
"Baiklah, nanti Bibi akan bantu Nona!" ucap Helen.
Setelah menemui Helen, rombongan Nayla kembali ke rumah Kavi. Begitu sampai, ternyata Kavi memilih tak jadi ke luar kota bersama Laura.
Rio, Una dan Nayla tubuhnya mendadak kaku. Apalagi Kavi duduk di ruang tamu dengan raut wajah menahan amarahnya.
"A...aku.. yang meminta mereka untuk menemaniku jalan-jalan!" Nayla memberanikan diri mendekati suaminya, ia duduk di sebelahnya sembari memeluk lengan pria itu.
"Memangnya siapa kamu? Apa hak kamu menyuruh mereka?" Dhana menoleh ke arah istrinya dengan tatapan dingin.
"Aku 'kan istri sah kamu, aku tidak ke rumah orang tuaku. Kamu tidak perlu takut!" ucap Nayla memaksakan tersenyum.
"Tapi, kamu tidak berhak memerintahkan mereka!" Dhana meninggikan suaranya.
"A...aku minta maaf!" Nayla menundukkan wajahnya, menunjukkan wajah bersedih.
"Kamu dan mereka akan aku hukum!" tegas Dhana kemudian mengarahkan pandangannya kepada kedua anak buahnya.
Nayla mendongakkan wajahnya lalu memegang pipi suaminya dan mengarahkan kepadanya, "Hukum aku saja, sayang!"
"Mereka sudah berani mengikuti perintahmu!" kata Dhana.
"Iya. Aku memang yang salah, makanya biarkan aku yang mendapatkan hukuman!" kata Nayla kemudian mencium bibir suaminya di depan Una dan Rio.
Seketika 2 orang itu memalingkan wajahnya karena tidak sopan melihat atasannya melakukan ciuman.
Dhana membulatkan matanya kala bibir istrinya menyentuh bibirnya.
"Kamu ingin kita melakukannya lagi seperti tadi sore?" Nayla membuka cardigan rajut yang dipakainya.
"Apa yang kamu lakukan, hah?" Dhana menutup memakaikannya kembali.
"Maafkan mereka!" kata Nayla memasang senyuman menggoda.
"Ya, aku memaafkan mereka," kata Dhana. "Cepatlah pergi dari hadapanku!" lanjutnya memberikan perintah kepada kedua anak buahnya.
Rio dan Una kemudian dengan cepat meninggalkan sepasang suami istri itu.
"Kamu yang minta 'kan?" Dhana berdiri kemudian menggendong tubuh istrinya.
"Kita mau ke mana?" tanya Nayla digendongan dengan nada ketakutan.
"Ke kamar!" jawab Dhana.