NovelToon NovelToon
Reinkarnasi Jadi Bebek

Reinkarnasi Jadi Bebek

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Reinkarnasi / Sistem / Perperangan / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: yuyuka manawari

Siapa sangka, kematian konyol karena mesin penjual minuman bisa menjadi awal petualangan terbesar dalam hidup… atau tepatnya, setelah hidup.

Ketika bangun, ia bukan lagi manusia, melainkan seekor bebek rawa level 1 yang lemah, basah, dan jadi incaran santapan semua makhluk di sekitarnya.

Namun, dunia ini bukan dunia biasa. Ada sistem, evolusi, guild, perang antarspesies, bahkan campur tangan Dewa RNG yang senang mengacak nasib semua makhluk.

Dengan kecerdikan, sedikit keberuntungan, dan banyak teriakan kwek yang tidak selalu berguna, ia membentuk Guild Featherstorm dan mulai menantang hukum alam, serta hukum para dewa.

Dari seekor bebek yang hanya ingin bertahan hidup, ia perlahan menjadi penguasa rawa, memimpin pasukan unggas, dan… mungkin saja, ancaman terbesar bagi seluruh dunia.

Karena kadang, yang paling berbahaya bukan naga, bukan iblis… tapi bebek yang punya dendam..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuyuka manawari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 15: Ritual Singgasana Kosong

Perjalanan menuju dungeon terasa lebih berat dari yang kubayangkan. Beberapa kali aku berpapasan dengan makhluk-makhluk hutan yang mengerikan. Bayangan besar yang menimbulkan suara ranting patah, mata bercahaya merah yang mengintai dari kegelapan. Namun aku menahan diri untuk tidak bertarung. Jika sampai larut malam dan aku terlambat kembali, tiga bebek yang menungguku di rawa pasti akan memarahiku habis-habisan.

Aku mengaktifkan Silent Walk lalu menambahkannya dengan Night Glide. Suara langkah kakiku nyaris tak terdengar, sementara pepohonan tinggi menjulang memberi bayangan tebal yang memudahkanku berlari cepat tanpa menarik perhatian. Hembusan angin membawa aroma lembap tanah hutan, bercampur bau dedaunan basah yang terinjak di bawah kakiku.

Setelah berlari cukup lama, akhirnya aku sampai di tempat yang ditunjukkan sistem. Mataku membesar.

Di depanku berdiri sebuah bangunan raksasa dari batu, bentuknya mengingatkanku pada kuil kuno yang megah. Dindingnya dipenuhi ukiran aneh yang samar tertutup lumut. Tangga batu besar menjulang, dan di ujungnya berdiri pintu raksasa. Tingginya melampaui rumah-rumah zaman modern yang pernah kulihat dalam kehidupanku sebelumnya.

Udara di sekitar terasa berat, seolah-olah bangunan itu menyimpan sejarah panjang yang penuh rahasia.

Tiba-tiba suara sistem menggema di kepalaku.

[Akses Dungeon Instan Dibuka]

Suara berderak yang dalam terdengar. Pintu raksasa itu perlahan bergeser, menimbulkan bunyi.

Gruuuuuuukkk-

Aku refleks menoleh ke kanan dan kiri, cemas kalau suara bising ini akan memancing hewan besar datang. Nafasku tertahan ketika pintu akhirnya terbuka penuh.

Pemandangan di balik pintu membuatku terpaku. Sebuah karpet merah panjang terbentang lurus menuju singgasana kosong di ujung ruangan. Di sisi karpet, berdiri lebih dari dua puluh zirah baja berwarna gelap. Tubuh mereka terbungkus armor penuh, masing-masing menggenggam pedang atau tombak. Mereka tampak seperti barisan prajurit yang menjaga jalannya seorang raja.

Aku menelan ludah.

“…Mereka tidak punya nama?” gumamku. Sistem biasanya memberi label pada makhluk yang berbahaya, tapi kali ini tidak ada apa-apa. Karena tak ada tanda peringatan, aku memberanikan diri melangkah masuk.

Kakiku menyentuh karpet merah. Ruangan terasa dingin, suara langkahku memantul jelas di dinding batu. Di ujung, singgasana besar itu kosong, tidak ada siapa pun yang duduk di atasnya.

“Apa artinya ini?” bisikku.

Belum sempat aku berpikir lebih jauh, suara logam berderak terdengar dari belakang.

GREEEK.

Salah satu zirah baja bergerak. Sebelum sempat bereaksi, pedang panjangnya menusuk menembus tubuhku dari belakang.

“ARGHHH!!” teriakku, darah menyembur keluar. Tubuhku ditopang oleh pedang itu, lalu perlahan diseret ke arah singgasana.

“Turunkan aku, sialan!” Aku meronta, menggeliat sekuat tenaga, tapi bilah besi yang menusuk punggungku terlalu dalam. Nafasku tersengal.

Satu per satu zirah lain ikut bergerak. Ada yang membawa tombak, ada yang menghunus pedang. Mereka menusukku dari sisi berbeda, seolah memastikan aku tak bisa kabur.

“ARGHHHH!!” teriakku lagi. Darah memercik di lantai batu, membentuk jejak yang mengikuti langkah para zirah.

Sistem tetap diam. Tidak ada peringatan, tidak ada notifikasi penyembuhan. Pandanganku mulai berkunang-kunang.

“Kenapa…? Apa aku akan mati di sini?” suaraku parau, bercampur darah yang keluar dari mulut.

Sesampainya di depan singgasana, tubuhku dijatuhkan begitu saja.

BRAK!

Darahku menyebar ke permukaan singgasana, membasahi batu hitam yang dingin. Aku batuk keras.

“KHAKKK!”

Segumpal darah kental muncrat dari mulutku.

Saat itulah sistem akhirnya berbunyi.

[Ritual telah selesai]

“…Ritual?” aku berbisik lemah, nyaris tak punya tenaga lagi. Aku tidak paham apa maksudnya.

Sistem kembali berbunyi.

[Anda dipilih menjadi seorang Raja]

Mataku membelalak samar meski tubuhku hampir mati.

“R… Raja…?” nafasku semakin berat. “Bukannya ini… du-dungeon…?”

Mataku terasa semakin berat, pandangan berangsur redup, dan perlahan semua warna menghilang. Gelap pekat menelan seluruh kesadaranku tanpa sisa, seperti tirai yang dijatuhkan di atas panggung. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah itu—apakah aku mati, atau hanya pingsan.

Namun, di tengah kegelapan itu, sebuah cahaya tiba-tiba muncul. Cahaya putih terang, bukan seperti sinar matahari, melainkan lebih halus, seolah memanggilku untuk bangun.

Aku membuka mata.

Aku masih duduk di singgasana yang sama. Tubuhku refleks meraba bagian dada, leher, dan perut. Tiga luka tusukan yang sebelumnya menembus tubuhku… sudah tidak ada. Kulitku utuh, seakan semuanya hanya mimpi buruk yang sekilas lewat. Tidak ada bekas darah, tidak ada rasa sakit.

Tapi mataku segera tertuju pada sosok lain di hadapanku.

Seorang wanita berdiri di bawah tangga singgasana. Ia mengenakan zirah baja berwarna perak kusam dengan garis-garis ukiran yang tampak kuno. Di sisi kanannya bersandar sebuah pedang panjang, dan di tangan kirinya tergenggam tameng bundar. Namun, bukan itu yang membuatku terdiam.

Ia sedang menunduk dalam-dalam, dengan sikap penuh hormat.

"Raja ku," ucapnya dengan suara tenang tapi berwibawa, "selamat atas terbangunnya kembali."

Aku tertegun. Kata-katanya terlalu asing, terlalu tidak masuk akal.

Aku spontan bersuara, lidahku kaku, "A-ap… apa yang terjadi? Siapa kalian?"

Wanita itu mengangkat sedikit kepalanya, menatapku dengan mata biru dingin. Raut wajahnya tidak asing bagi standar kecantikan manusia: kulit putih pucat, hidung mancung, wajah khas orang-orang Eropa kuno yang sering kulihat di buku sejarah.

"Raja ku," katanya lagi, kali ini dengan nada lebih lembut, "saya adalah satu-satunya pelayan yang mengabdi pada Anda. Nama saya Vlad Juani."

Aku terdiam. Kata pelayan itu bergaung keras di kepalaku.

“Pelayan?” gumamku lirih, hampir tidak terdengar.

Otakku reflek menolak. Aku seorang bebek biasa, yang baru saja berevolusi aneh-aneh, sekarang dipanggil raja? Mana mungkin.

“Aku… aku hanya seekor bebek,” kataku ragu, mencoba memastikan, “apa kamu tidak salah orang?”

Namun wajah Vlad tetap tegas. “Tidak, Raja ku. Seseorang yang memiliki potongan Relik itu sudah pasti adalah raja kami.”

Kata-katanya langsung menusuk.

"Potongan Relik…? Apa maksudmu relik evolusi yang kutemukan di dungeon gudang tua kemarin?" batinku tercekat, ingatanku segera memunculkan adegan saat aku memungut benda itu.

Aku buru-buru menimpali dengan nada terbata, “I-itu… aku tidak sengaja menemukannya. Mungkin aku hanya orang asing yang kebetulan lewat. Aku bahkan tidak punya darah keturunan raja.”

Vlad mendongakkan wajahnya, sorot matanya tajam tapi tetap anggun. “Mohon maaf sebelumnya, Raja ku. Biarkan saya menjelaskan.”

Ia maju selangkah, suara langkah zirahnya berdenting ringan di lantai batu singgasana.

“Potongan Relik itu,” katanya jelas, “tidak bisa ditemukan oleh makhluk biasa. Apa yang Anda temukan kemarin bukanlah kebetulan. Berdasarkan manuskrip kuno kami, Relik hanya bisa muncul di hadapan seorang terpilih, seseorang yang memiliki… pembantu di kepalanya.”

Aku mengerutkan alis. “Pembantu di kepalaku?”

“Benar.” Vlad mengangguk pelan. “Biasanya ditunjukkan oleh sesuatu yang melayang-layang, dengan cahaya berwarna pelangi yang terus berubah. Begitulah tanda yang ditulis dalam catatan para leluhur kami.”

Hatiku langsung jungkir balik.

“Itu… sistem anjir,” gumamku dalam hati, tapi jelas tidak mungkin kuucapkan keras-keras.

Vlad kembali bicara, “Relik tersebut tidak mungkin dimiliki seseorang tanpa tanda itu. Fakta bahwa Anda berhasil menemukannya sudah menjadi bukti. Bagi kami, Anda adalah raja yang sah.”

Aku menggigit paruh bawahku, ragu.

“Kalau begitu… bagaimana kalau aku sebenarnya pencuri? Bagaimana kalau aku hanya maling potongan relik itu dari orang lain?” tanyaku, sengaja menguji keyakinannya.

Namun Vlad menjawab tanpa ragu, “Tidak mungkin, Raja ku. Relik akan selalu kembali ke tangan pemiliknya. Seandainya pun Anda menyerahkannya pada orang lain, ia akan lenyap lalu muncul kembali di sisi Anda. Itu sifat dari Relik tersebut.”

Aku membeku sejenak. Logika penjelasannya terdengar mustahil, tapi juga terlalu detail untuk dianggap bohong.

“Kalau begitu,” ujarku akhirnya, suara lirih tapi penuh rasa ingin tahu, “apa aku boleh mencobanya? Memberikan Relik ini padamu?”

Vlad menunduk lagi, tangannya merapat di dada, “Dengan senang hati, Raja ku. Silakan buktikan.”

Aku menarik napas dalam-dalam, lalu mengeluarkan potongan Relik yang kemarin kutemukan di gudang tua. Permukaan benda itu berkilau samar, cahaya birunya bergerak-gerak halus seperti air. Di hadapanku, tangan wanita itu sudah terbuka lebar, siap menerima benda tersebut.

Aku sempat ragu sejenak, tapi akhirnya mengulurkan sayapku ke arahnya.

Namun sebelum Relik itu benar-benar berpindah, sesuatu yang aneh terjadi.

Tepat saat benda itu hampir menyentuh telapak tangannya, cahaya di permukaan Relik mendadak berkedip seperti layar rusak. Cahaya biru berkedut-kedut, lalu glitch aneh muncul, seolah-olah gambar yang ditarik paksa. Dalam hitungan detik, Relik itu lenyap dari genggamanku… kemudian muncul lagi di sayapku sendiri.

“Apa?!” seruku kaget, kedua mataku membelalak.

Wanita di depanku langsung menunduk lebih dalam, wajahnya nyaris menyentuh lantai batu singgasana. “Rajaku!” suaranya bergetar, tapi terdengar penuh harapan. “Terima kasih sudah datang ke sini. Kami… kami sangat senang akhirnya bisa melayani Anda. Tolong, perintahkan kami!”

“A-a-apa???” suaraku meninggi, aku bahkan refleks mundur sedikit dari kursi singgasana.

Wanita itu menatapku, matanya serius, suaranya mantap. “Anda tidak perlu terkejut, Wahai Rajaku. Kami akan mendukung dan melindungi Anda mulai sekarang. Apa pun yang Anda perintahkan akan menjadi mutlak.”

Aku mengerutkan alis. Suasana hening seketika. Pikiranku kacau, antara ingin percaya dan tidak.

“Kalau begitu,” kataku pelan, mencoba menguji, “bagaimana kalau aku menolak untuk menjadi raja?”

Kata-kataku membuat ruangan mendadak hening. Bahkan suara zirah baja kosong yang berdiri di sisi-sisi ruangan seakan berhenti berdengung. Wanita itu menahan napas, menatapku penuh cemas.

Namun sebelum ia menjawab, panel biru tiba-tiba muncul tepat di hadapanku.

[Anda akan mati seketika]

Aku membeku. “Sial,” gumamku dalam hati, bulu di tengkukku berdiri, “ini benar-benar nyata.”

Wanita itu kembali bicara, kali ini suaranya lirih, “Rajaku mungkin sudah melihat sesuatu, bukan? Dalam manuskrip kuno tertulis, saat seorang raja menolak singgasananya, ia akan diberi sanksi yang sangat besar oleh pelindungnya sendiri.”

Aku memijit pelipis. Jantungku masih berdebar kencang. “Tapi… ini terlalu mendadak. Aku tidak bisa begitu saja mengatur sebuah kerajaan dalam waktu sesingkat ini.”

“Kami akan membantu Anda,” jawabnya cepat, seolah tak mau memberiku kesempatan menolak. “Lagipula, kerajaan ini belum benar-benar memiliki rakyat. Yang ada hanyalah para prajurit zirah kosong, dan saya… sebagai pelayan Anda.”

Aku menatap sekeliling. Puluhan zirah baja kosong berdiri di sisi-sisi ruangan, tubuh logam mereka terdiam kaku, tapi auranya terasa dingin. Benar saja, tidak ada rakyat, hanya pasukan tanpa jiwa.

Aku menarik napas panjang. “Tapi sekarang aku sudah punya rekan-rekan lain yang bisa kuandalkan juga.”

Mendengar itu, sorot mata wanita itu sedikit berubah. Ada rasa penasaran, bahkan kagum. “Teman Raja? Itu kabar baik. Anda bisa membawa mereka ke sini. Tempat ini… akan menjadi kediaman Anda.”

“Y-ya, begitulah.” jawabku kaku, masih bingung dengan situasi ini. Aku menunduk sejenak, lalu mengangkat wajah. “Kalau begitu, aku ingin menanyakan satu hal penting. Apa aku harus terus berada di singgasana ini?”

Wanita itu menggeleng. “Tidak, Rajaku. Jika Anda ingin berkelana, itu diperbolehkan. Para zirah kosong akan tetap menjaga kerajaan ini.”

Aku akhirnya menghela napas lega. “Oh, begitu ya? Baiklah, setidaknya aku tidak terkurung di sini selamanya.”

Setelah tenang sejenak, aku melanjutkan, “Kalau begitu, bolehkah aku pergi menemui teman-temanku? Aku ingin membawa mereka kemari.”

Wanita itu terdiam sebentar, lalu menunduk semakin dalam. “Mohon maaf, Tuanku. Setidaknya, sebagai pelayan, saya harus melindungi Anda.”

Aku memicingkan mata. “Aku tidak perlu dijaga. Itu perintah dari rajamu.”

Ia menelan ludah, tampak jelas wajahnya kaku, namun tidak goyah. “Mohon maaf, Rajaku. Saya tidak bisa menentang aturan itu. Tapi… jika diizinkan, saya hanya akan melihat dari kejauhan. Saya berjanji tidak akan mengganggu waktu Anda bersama teman-teman Anda.”

Aku menatapnya lama, mencoba mencari tanda kebohongan. Tapi raut wajahnya tetap tulus.

Akhirnya aku mengangguk. “Baik. Aku serahkan itu padamu.”

Ia langsung menunduk dalam-dalam, suaranya penuh hormat. “Terima kasih… sedalam-dalamnya, Rajaku.”

1
Anyelir
kasihan bebek
Anyelir
wow, itu nanti sebelum di up kakak cek lagi nggak?
yuyuka: sampai 150 Chap masih outline kasar kak, jadi penulisannya belum🤗
total 1 replies
Anyelir
ini terhitung curang kan?
yuyuka: eh makasi udah mampir hehe

aku jawab ya: bukan curang lagi itu mah hahaha
total 1 replies
POELA
🥶🥶
yuyuka
keluarkan emot dingin kalian🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE: 🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶🥶
total 1 replies
yuyuka
🥶🥶🥶🥶
Mencoba bertanya tdk
lagu dark aria langsung berkumandang🥶🥶
yuyuka: jadi solo leveling dong wkwkwkw
total 1 replies
Mencoba bertanya tdk
🥶🥶
FANTASY IS MY LIFE
bro...
Mencoba bertanya tdk
dingin banget atmin🥶
FANTASY IS MY LIFE: sigma bgt🥶
total 1 replies
FANTASY IS MY LIFE
ini kapan upnya dah?
yuyuka: ga crazy up jg gw mah ttp sigma🥶🥶
total 1 replies
Leo
Aku mampir, semangat Thor🔥
yuyuka: makasi uda mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir lagi/Slight/
yuyuka: arigatou udah mampir
total 1 replies
Demon king Hizuzu
mampir
yuyuka: /Tongue/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!