Freya Zalika Adifa seorang gadis cantik yang memiliki kepribadian menyenangkan. Tapi hidupnya penuh dengan kesengsaraan. Tinggal bersama keluarga angkat, yang sebenarnya adalah paman kandungnya sendiri.
Tapi, Freya tidak pernah diperlakukan sebagai keluarga. Melainkan seperti pembantu. Freya harus memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan juga wajib mencukupi kebutuhan dapur rumah itu.
Nadya Anindya adalah kakak sepupu Freya yang telah menikah dengan kekasihnya semasa masih kuliah dulu. Hampir 5 tahun usia pernikahan mereka, dan belum ada anak di tengah rumah tangga mereka.
Nadya menyebar fitnah jika Gibran Kavi Mahendra seorang pria mandul. Karena selama pernikahan, Nadya merasa tidak pernah puas dengan Gibran.
Gibran seorang pria pekerja keras yang terlahir yatim piatu merasa harga dirinya semakin diinjak-injak oleh Nadya semenjak dirinya diPHK.
"Lahirkan anak untukku, maka aku akan mengajakmu keluar dari neraka ini." Ucap Gibran pada Freya.
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Perlu Tes DNA
"Maksudnya apa Mama menuduhku selingkuh?" Tanya Tuan Gunawan menatap tajam istrinya yang dibalas tatapan sinis.
"Kalian bersekongkol mengelabui aku, dengan mendatangkan mereka seolah ingin menjengukku. Kamu tega Pa, membohongiku puluhan tahun. Ternyata kamu punya anak dari wanita lain." Pecah sudah tangis Nyonya Silvia. Wanita tua itu meronta ingin melepaskan infusnya.
"Nyonya, Tuan, ini kenapa jadi salah paham begini terhadap saya. Saya ini anak yatim piatu yang besar di panti asuhan. Bukan anak selingkuhan Tuan Gunawan. Nyonya Silvia tolong jangan sakiti tubuh Anda sendiri seperti itu." Ucap Gibran sambil mengelus lembut tangan wanita tua itu. Dan seketika tubuh mereka membeku bersama.
Mata Nyonya Silvia tak lepas dari pandangannya terhadap wajah Gibran. Ini aneh, kalau bukan anak suaminya. Kenapa wajah mereka bisa sama persis. Pikir Nyonya Silvia.
"Pa, kenapa aku merasa dia adalah anakmu. Tanpa tes DNA aku sangat yakin dia anakmu." Ucap Nyonya Silvia kemudian meraba permukaan wajah Gibran dengan seksama.
"Tapi aku tidak selingkuh, Ma." Ucap Tuan Gunawan terus menyangkal.
""Eh benar juga, kok bisa wajah Hubby mirip Om Gunawan? Apa memang kalian ada hubungan. Dan juga golongan darah kalian sama-sama memiliki darah langka. Apa Om dan Tante pernah kehilangan anak di masa lalu. Tapi, aku rasa tidak mungkin..."
"Kamu benar Freya, Om baru menyadarinya. Gibran jangan-jangan kamu putraku yang hilang saat bayi." Ucap Tuan Gunawan lalu memeluk erat tubuh tinggi Gibran dengan tangis haru membuat Gibran kebingungan.
"Pa... Apa dia bayiku? Anakku yang hilang waktu itu, Pa? Bahkan aku belum melihat wajahnya." Suara tangisan terdengar menyayat hati.
"Om, Tante tenang dulu ya. Coba jelaskan pada kami berdua. Sebenarnya bagaimana ceritanya, hingga kalian menganggap suamiku adalah putra kalian. Meskipun aku akui wajah mas Gibran bagai pinang dibelah dua dengan Om Gunawan." Ucap Freya.
Nyonya Silvia menyusut air matanya, dia menggenggam erat tangan suaminya. Kemudian mulai bercerita dengan lirih.
"Aku melahirkan bayi laki-laki di Rumah Sakit, hari itu hujan turun deras. Aku sudah sangat kesakitan sejak dari rumah. Karena aku baru saja terpeleset di toilet dengan posisi duduk. Di mobil aku mengejan terus, hingga akhirnya mobil tiba di Rumah Sakit dan aku segera diberi penanganan karena terjadi pendarahan."
"Entah siapa yang telah jahat, saat semua sedang sibuk menangani pendarahanku. Dan meninggalkan bayi di box sendirian di ruang bayi. Ada tangan jahil yang mengambilnya, anehnya cctv rusak atau sengaja di rusak oleh pelaku. Dan lucunya semua orang mengaku tidak melihat ada orang yang mencurigakan yang membawa bayi keluar ruangan."
"Om sudah mengerahkan anak buah untuk mencari bayi yang bahkan wajahnya belum sempat kami lihat. Karena setres, Tante mengalami gangguan kejiwaan, apalagi setelah mendengar info jika bayi kami ditemukan meninggal. Sejak saat itu, Om menghentikan proses pencarian lebih fokus menyembuhkan Istri yang dirawat di RSJ." Sahut Om Gunawan menambahkan ceritanya.
"Dan sekarang, setelah puluhan tahun Tuhan justru mendatangkan Gibran dengan cara tak terduga." Ucapnya lagi.
"Benar, aku yakin meskipun tanpa tes DNA mas Gibran adalah putra kalian yang hilang itu. Andai 10 tahun yang lalu kita semua menyadarinya. Karena kelangkaan golongan darah kalian sebenarnya sudah seperti clue yang diberikan Tuhan."
Ucap Freya tersenyum hangat, akhirnya suaminya punya keluarga yang utuh.
"Sayang, kamu punya Opa dan Oma." Ucap Freya lagi sambil mengelus perutnya yang masih rata.
"Tapi, mungkin untuk lebih meyakinkan lagi. Menurutku seharusnya ada bukti tertulis jika kalian adalah keluarga. Aku tidak ingin suamiku dituduh memanfaatkan keadaan atas kepergian Irvan."
"Honey..." Suara Gibran tercekat di tenggorokan. Dadanya terasa membuncah, sekian lama hidup sebatang kara akhirnya dia bisa punya keluarga lengkap. Seorang istri, calon anak dan orang tua yang masih hidup.
"Apa Hubby tidak bahagia saat ini?" Tanya Freya memandang suaminya.
"Aku bahagia, sangat bahagia. Memilikimu adalah keberuntungan bagiku." Jawab Gibran.
"Jadi, Tante Silvia harus segera sembuh. Setelah itu kita rayakan kebersamaan kita ini." Ucap Freya.
"Tentu, aku akan minum obat secara teratur." Jawab Nyonya Silvia.
"Ma, aku dan Gibran akan menemui Dokter. Kami akan melakukan tes DNA." Ucap Tuan Gunawan.
"Boleh tidak jika semua ini tetap menjadi rahasia kita saja."
"Bukan aku tidak bahagia, atau tidak menerima kalian sebagai orang tua kandungku. Tapi saat ini, Freya sedang hamil. Goncangan dari keluarganya kemarin baru saja usai. Dia butuh hidup tenang demi perkembangan calon bayi kami. Aku yakin, di luar sana orang yang pernah menculikku masih ada. Dan tidak akan tinggal diam."
"Jika berita aku kembali sampai ditelinganya, maka tidak mungkin jika dia akan kembali berulah lagi. Sementara sampai Freya melahirkan, aku ingin tidak ada yang menganggu. Belum lagi, kami baru saja mengusir keluarga Nadya dari rumah dan perusahaan yang dulu dirampas. Tuan dan Nyonya bisa mengerti maksud dan tujuanku?" Tanya Gibran.
"Kenapa masih memanggil Tuan dan Nyonya, panggil Papa dan Mama Gibran. Kami sudah merindukan panggilan itu dari putra kandung kami." Ucap Nyonya Silvia dengan bibir bergetar dan air mata yang mengalir membasahi pipi tua miliknya.
"Mama... Papa..." Ucap Gibran, membuat kedua pasangan paruh baya itu tak kuasa menahan air mata.
Setelah puas menangis, Gibran dan Tuan Gunawan langsung menuju ruangan Dokter yang bisa membantu mereka. Sedangkan Freya tengah berbicara dengan Mama mertuanya yang baru diketahuinya.
"Mama... Aku suapi potongan buah mau? Sambil menunggu makanan datang." Ucap Freya sambil mengupas apel.
"Jangan menangis lagi, karena cucu Mama akan ikut menangis nanti."
"Kamu hamil berapa bulan? Kenapa belum kelihatan?" Tanya Nyonya Silvia.
"Perhitungan Dokter kemarin 5 minggu. Mungkin minggu depan aku akan periksa ulang, apa Mama mau ikut melihat calon bayi kami?"
"Mau... Mama mau Freya." Jawabnya.
"Kalau begitu, ayo semangat untuk sembuh. Biar nanti bisa menggendongnya saat sudah lahir." Ucap Freya.
Sementara itu, kehidupan berbanding terbalik terjadi pada Paman Santoso dengan istri mudanya di sebuah desa.
"Adinda... Kenapa kamu tidak memasak untuk sarapan kita hari ini?" Tanya pria tua menatap istrinya.
"Aku sedang hamil besar mas, dan aku bukan pembantu kamu. Harusnya kamu itu cari kerja mas, jangan cuma jadi pengangguran."
"Apa kamu menyesal menikah denganku?" Tanya Paman Santoso dengan gurat sedih yang terlihat penuh penyesalan.
"Ya, aku menyesal menikah denganmu mas. Aku rela dijadikan selingkuhan. Rela dijadikan istri kedua, yang ku pikir bisa hidup bahagia. Tapi ternyata itu semua palsu. Kamu bukan pria kaya raya, melainkan hanya benalu terhadap keponakanmu."
"Sekarang bagaimana kita melanjutkan hidup tanpa adanya pekerjaan. Aku butuh biaya untuk melahirkan." Ucap Adinda.
"Aku akan mencari pekerjaan seadanya, asal kamu tetap tinggal bersamaku." Pinta Paman Santoso yang sudah terlanjur cintai mati wanita itu.
"Maaf, aku katakan dengan jujur setelah melahirkan nanti aku akan kembali ke kota untuk bekerja. Kamu bisa bawa putramu pergi, atau mau tetap tinggal di sini. Terserah, aku tidak pedulu. Aku akan mencari uang, karena aku tidak bisa hidup miskin." Ucap Adinda menatap acuh suaminya.
"Kenapa kamu tidak selembut seperti saat pertama kita berhubungan Adinda?"
"Hidup itu realistis, ada uang aku sayang. Tak ada uang..."
"Maka kamu tak sayang lagi padaku begitu?" Tanya Paman Santoso.
"Ya, kita ini berumah tangga. Gak mungkin cuma makan cinta. Skin care ku saja mahal, dan kita bahkan belum belanja kebutuhan bayi kita yang sebentar lagi akan lahir." Ucap Adinda.
"Jika tahu kalau kamu kere, aku tidak sudi kamu nikahi."
"Aku juga menyesal telah menikahi wanita yang matre sepertimu. Setidaknya, Ruhama pernah menemaniku dari nol." Setelah mengucapkan kalimat menohok itu, Paman Santoso pun pergi ke dapur. Pria tua itu, lantas membuat sarapan untuk dirinya sendiri.
"Mungkin ini karma untukku, karena telah mengkhianati adik kandungku dan menelantarkan Freya." Gumam Paman Santoso.
Sementara itu di sebuah rumah bordil, seorang wanita tua sedang melayani para pria hidung belang. Profesi barunya setelah diusir dari rumah dan diceraikan oleh suaminya.
"Setidaknya, aku masih bisa hidup bersenang-senang. Apa yang aku inginkan masih bisa aku dapatkan." Monolog Budhe Ruhama sambil bergerak di atas tubuh lelaki tua.
Tidak banyak yang Author minta, cukup JANGAN MENABUNG BAB dan selalu tinggalkan jejak setiap kali selesai membaca. Paling tidak LIKE dan KOMEN. Supaya cerita receh ini bisa berumur panjang.
Terima kasih bagi yang sudah support.
Salam hangat untuk kalian semua.
dah nyesek 11 th di tambah Aska mau punya anak apa ga tambah sakit hati
mma Gibran perlu di eksekusi thor
karena saat ini kau akan menjadi opa. freya lagi hamil muda, tuan gunawan walaupun dia blm menyadarinya.
punya gibran itu hanya mau on jika berhadapan dengan pawangnya.
kau sungguh murahan sekali bella.
bell kamu dalam bahaya Freya murka habis kamu