Cinta bertepuk sebelah tangan sungguh menyakitkan hati Nadila Putri. Nyatanya Abdullah cinta pertamanya justru mencintai wanita lain yaitu Silfia Anwar.
Nadila pun memilih pergi meninggalkan mereka demi persahabatan.
Nadila memilih bekerja di UEA menjadi tkw, tetapi belum ada satu tahun kedua orang tuanya menyuruhnya pulang. Namun, tidak Nadila sangka ketika tiba di Indonesia justru dijodohkan dengan Abdullah.
Apakah Abdullah akan menerima Nadila? Lalu bagaimana nasib Silfia. Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Sepi, di sore hari ketika Abdullah baru saja tiba di rumah. Jelas istrinya belum pulang kerja, karena bel yang dia tekan beberapa kali tidak juga ada yang membuka pintu. Dengan kunci cadangan, Abdullah masuk rumah tersebut.
"Biasanya Dila jam segini sudah pulang" gumamnya, sembari melangkah ke kamar. Dia tidak tahu jika hari sabtu Dila libur. Abdullah segera mandi dan ganti baju, kemudian merebahkan tubuhnya di tempat tidur tanpa bantal. Sebab, bantal dan guling ia tumpuk untuk mengganjal kaki yang terasa pegal karena sejak pagi dalam posisi menggantung.
Sebenarnya setiap hari sabtu kantor libur, tapi terpaksa masuk. Selama seminggu ini terasa lelah sekali, tidak ada Barra di Indonesia semua pekerjaan ia handle. Dalam hitungan menit ia pun akhirnya tertidur.
Telepon bergetar tepat di samping telinga Abdullah, dengan mata terpejam ia raba benda gepeng itu menempelkan di telinga.
"Hallo..." ucap Abdullah lirih sambil menahan kantuk.
"Kamu sekarang dimana Bang? Sudah jam berapa sekarang, kenapa belum pulang?!" Seorang wanita mencecar pertanyaan dengan nada marah.
"Lagi istirahat dulu sayang... aku capek banget..." Abdullah menjawab dengan sabar, walaupun dimarahi.
"Istirahat, apa sedang tidur dengan istri muda kamu, itu? Cepat pulang sekarang!" Silfia berkata keras tidak mau dibantah, handphone pun dimatikan dengan sepihak.
Abdullah melempar handphone ke sembarang arah, baru istirahat sebentar saja istrinya itu tidak mau mengerti. Sebenarnya ingin melanjutkan tidur, tapi perutnya keroncongan minta diisi.
Terpaksa Abdullah bangun melihat jam dinding. "Oh sudah jam delapan malam rupanya, pantas saja Silfia marah-marah" monolog Abdul. Sebab, biasanya jam segitu sudah tiba di kontrakan. Dengan malas ia menyeret bokongnya ke tepi tempat tidur, merapikan rambutnya yang acak-acakkan dengan jari, kemudian ke ruang makan.
Di sana pun sepi, biasanya Dila menunggu di karpet sembari menonton televisi, tetapi kali ini tidak nampak. Abdullah kaget ketika membuka penutup saji tidak ada masakan, lalu menutupnya kembali.
"Dila kemana ya?" Abdullah mencari ke dapur tidak menemukan Dila. Mengetuk pintu kamar mandi, tapi tidak ada jawaban, kemudian mendorong. Kosong di dalam sana bahkan lantai pun kering, sudah bisa dipastikan bahwa Dila tidak melakukan aktivitas di tempat itu.
Dengan menyusun keberanian, ia mengetuk pintu kamar Dila yang selama tinggal di rumah ini tidak pernah Abdullah lakukan. Lagi-lagi dia membuka pintu yang tidak dikunci. Abdullah menyeret kakinya mendekati tempat tidur yang masih rapi tidak ada tanda-tanda ada pemilik kamar.
"Sebaiknya aku telepon saja" Abdullah ambil handphone di kamar, hendak telepon Dila untuk yang pertama kali. Tetapi belum klik nomor, ia membaca pesan yang Dila tulis jam sembilan pagi.
"Saya main ke rumah Kak Faizah, kangen sama si kembar."
Begitulah pesan yang Dila tulis.
Abdullah memandangi serentetan pesan dari Dila hampir setiap hari pamit ketika hendak berangkat kerja. Namun, tidak ada satupun yang ia balas. Banyaknya telepon dari Dila entah sejak kapan, itu juga ia abaikan. Ada sesal di hati Abdullah, ternyata jika tidak ada Dila seperti sekarang merasa kehilangan.
Abdullah pun akhirnya klik nomor handphone tetapi tidak ada jawaban, lantas menulis pesan. "Kok kamu belum pulang? Memang mau menginap?"
Itulah pesan yang Abdullah tulis, tapi centang satu. Malam itu, Abdul sengaja tidak mau pulang ke kontrakan. Jika Dila pulang nanti, akan jujur kepadanya jika sebelumnya sudah menikah dengan Silfia.
Handphone yang ia pegang bergetar lagi, terburu-buru Abdullah mengecek, dia pikir Dila, tapi ternyata Silfia orangnya.
"Malam ini aku tidak pulang sayang..." jawabnya ketika Silfia menanyakan kenapa belum tiba di kontrakan. Jelas Silfia marah-marah, baginya Abdullah adalah miliknya sendiri.
"Sekali-kali apa Sil, aku menginap di rumah, bukankah setiap malam selalu tidur bersama kamu..."
"Pokoknya Abang harus pulang, aku takut sendirian Bang, kamu pasti sudah dipengaruhi istri kedua kamu itu kan?!" Sewot Silfia.
Silfia mengakhiri pembicaraan di telepon dengan emosi. Abdullah biarkan saja, malam ini ia tidak mau menuruti Silfia yang saat ini pasti sudah ngamuk seorang diri.
Malam terus berjalan, hingga waktu berganti pagi, Dila tidak juga pulang. Abdullah mencoba lagi untuk telepon, tapi hanya operator yang menjawab. "Sebaiknya aku jemput saja Dila di rumah Kak Faizah" Abdullah segera turun dari tempat tidur kemudian mandi.
"Mar, buatkan saya kopi ya" perintahnya kepada Martini ketika sudah selesai mandi.
Martini yang sedang membereskan tempat tidur sang majikan pun berhenti. "Baik Tuan" Martini menyenderkan sapu di tembok, lalu ke dapur membuat kopi.
Lima belas menit kemudian, Abdullah yang sudah berubah penampilan, menuju meja makan. Dia minum tanpa sarapan lalu berangkat ke kediaman Faizah.
Tiba di halaman yang luas, ia segera parkir motor. Kaki panjangnya melangkah ke arah teras, di sana Fathonah dan baby sitter pengganti Silfia sedang menyuapi anak-anak.
"Om, Dul" Rohman dan Rohim segera berlari memegangi dua tangan Abdullah.
"Hai... keponakan Om" ucapnya, lalu berjongkok di depan si kembar, berbasa basi sebentar lalu bertanya serius kepada Fathonah tentang keberadaan Dila.
"Kak Dila tidak ada disini, Tuan" jawab Fathonah, dalam hatinya bersumpah serapah, sebal sekali mengingat kejadian malam itu ketika Abdullah tidur bersama Silfia.
"Yang benar kamu," Abdullah pikir Fathonah sengaja menyembunyikan Dila. "Tapi tadi malam menginap disini bukan?" Lanjutnya.
"Setahu saya tidak Tuan, tapi sebaiknya Tuan tanyakan saja kepada Non Faizah." jujur Fathonah.
Abdullah pun langsung ke dapur mencari Faizah, karena biasanya Faizah jika pagi begini memasak untuk anak-anak. Benar saja dugaannya, tampak Faizah sedang berkutat dengan panci.
"Kak Faiz, Dila main kemari tidak?" Abdullah bertanya pada intinya saja.
"Kemarin pagi dia main kesini hanya sebentar terus pergi Dul, memang Dila tidak pulang?" Faiz mematikan kompor cepat, dengan ekpresi kecewa mendekati Abdullah.
"Di rumah tidak ada Kak."
"Terus kemana Dila Dul?! Kalau sampai terjadi sesuatu dengannya awas kamu! Kamu sudah mempermainkan perasaannya!" Faizah benar-benar marah, dan cemas, sampai saat ini Dila tidak pulang berarti sudah sehari semalam. Tidur dimana dia?
"Aku tidak bermaksud begitu Kak, semua ini terjadi karena paksaan orang tua" Abdullah memotong.
"Jangan salahkan orang tua Dul, orang tua kamu menjodohkan kalian karena beliu tahu Dila anak baik. Kamu yang salah, jika jujur sejak awal kalau kamu sudah punya istri, pernikahan itu tidak akan terjadi. Dengan kamu menerima pernikahan itu, seharusnya kamu sudah siap poligami. Tapi apa yang kamu lakukan? Kamu kejam, tidak bertanggung jawab, tidak adil. Dila itu terpukul sekali tahu tidak?!" Bentak Faizah, sikap lembutnya tertutupi karena kecewa dengan sikap Abdullah.
Abdullah menunduk entah apa yang dipikirkan.
"Kamu itu bukan siapa-siapa Dul, di atas langit masih ada langit, tidak seharusnya menjadi pria yang sok kegantengan, sok menjadi laki-laki di atas laki-laki, ngaca kamu, Dul!" Faiz tidak ada ampun meluapkan rasa gondok di hatinya.
"Saya mencari Dila dulu, Kak" Abdullah segera meninggalkan Faiz yang sedang emosi, entah ingin menghindar dari Faiz atau memang benar-benar ingin mencari Dila hanya Abdullah yang tahu.
...~Bersambung~...
Perjuangkan humaira mu Imam, tapi hasil akhir tetep author yang menentukan 🤣
Dila nikah dengan Imam
Dila nikah dengan Tristan
Dila nikah dengan pangeran kuda hitam yang belum disebutin namanya oleh author
🤭🤭
Semangat Update terbaruuuu....
kau mmang pintar buat para readers penisirn kak..
lanjut kak...
semngat
mengapa dulu tidak jujur sama orang tua jika sudah menikah agar tidak menghancurkan perasaan orang lain