kisah cinta anak remaja yang penuh dengan kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cilicilian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah aku boleh berharap?
Rasa penasaran mengalahkan niatnya untuk ke toilet. Dengan hati-hati, Dara melangkah pelan, mencoba untuk tidak menimbulkan suara. Ia mengendap-endap, mencoba untuk tidak terlihat. Detak jantungnya berdebar kencang, campuran antara rasa penasaran dan sedikit kecemasan.
"Penasaran banget, sama siapa sih?" gumamnya dengan lirih, suaranya hanya ia yang mendengar.
Ia tidak mau kehilangan jejak mereka. Tatapan matanya terus mengikuti pergerakan orang itu. Sepertinya arah mereka menuju belakang restoran. Dara semakin penasaran, entah apa yang akan mereka lakukan.
Tatapan Dara seperti terpaku, tidak mau lepas dari mereka. Langkah kakinya semakin cepat untuk tidak kehilangan jejak. Ada rasa cemas yang mulai menggerogoti hatinya. Entah apa yang akan dilakukan orang itu di sana. Tatapan Dara tak pernah lepas dari sosok orang itu yang semakin menjauh.
Semakin dekat, Dara semakin jelas melihat orang itu. "Loh, kan bener… kok mereka mukanya deket banget sih?" gumamnya, suaranya menunjukkan rasa heran dan sedikit takut.
Sesuai dugaannya orang itu adalah orang yang Dara sangat kenal tetapi orang itu bersama dengan seorang wanita yang tak dikenalnya. Mereka berbincang dengan sangat dekat. Ia memperhatikan kedua orang itu yang berbicara sambil saling menatap dengan intens. Jarak antara wajah mereka semakin dekat.
Dara membelalakkan mata, tak percaya dengan apa yang dilihatnya selanjutnya. Bibir mereka saling bertaut, berciuman. Bibir mereka saling menempel erat.
Adegan itu membuat Dara tersentak. Dengan cepat, ia menyembunyikan diri di balik tembok, menutup mulutnya dengan tangan untuk menahan isak tangis. Air mata mulai mengalir perlahan di pipinya. Perasaan sakit dan kecewa memenuhi hatinya.
Rasa sakit yang mendalam menusuk hatinya, menghancurkan semua harapan yang sempat tumbuh di hatinya. Semua ini… lebih menyakitkan dari yang pernah ia bayangkan.
Dara terduduk di balik tembok, mencoba untuk menenangkan diri. Pikirannya kacau, perasaannya campur aduk. Ia salah mengira bahwa perhatian yang selama ini dia berikan tidak lebih hanya sebatas rasa kasihan.
Dirinya saja yang berlebihan dalam menanggapinya, ia tidak menyangka bahwa perasaannya sudah sedalam ini.
Langkah kaki Dara tertatih-tatih ketika ia akhirnya keluar dari persembunyiannya. Ia terus menangis, tidak tahu harus berbuat apa. Peristiwa yang baru saja ia saksikan telah mengubah segalanya.
Di dalam restoran, Andra terlihat gelisah menunggu Dara yang tak kunjung keluar dari toilet. Tatapannya terus berputar-putar, mencari sosok Dara di antara kerumunan orang. Jam tangannya dilihatnya berkali-kali, menunjukkan ketidaksabarannya.
"Dara kemana, ya? Kok belum keluar juga," gumamnya, suaranya sedikit cemas. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres.
Ia memutuskan untuk menunggu di depan toilet, berharap Dara segera keluar. Namun, menit demi menit berlalu, Dara tetap tak muncul. Kekhawatiran Andra semakin besar. Kemana Dara pergi? Apakah Dara marah padanya karena jawabannya yang singkat dan kurang memuaskan tadi? Apakah Dara tidak percaya padanya? Pikiran-pikiran itu berputar-putar di kepalanya, membuatnya semakin gelisah.
Kegelisahan itu semakin memuncak. Andra merasa bahwa ia harus melakukan sesuatu. Ia tidak bisa hanya duduk dan menunggu di tempat. Lebih baik ia mencari Dara di luar. Mungkin Dara sudah keluar dari restoran.
Dengan langkah cepat, ia meninggalkan meja dan berjalan keluar dari restoran. Ia memandang sekitar dengan was-was, mencari sosok Dara di antara kerumunan orang. Wajahnya tampak cemas dan gelisah. Ia berharap bisa menemukan Dara dengan segera. Ia tidak ingin terjadi sesuatu yang tidak ia inginkan.
Ia melangkah keluar restoran dengan perasaan campur aduk, antara cemas, khawatir, dan juga bersalah. Langkahnya tergesa-gesa, menunjukkan betapa ia sangat khawatir terhadap Dara. Di luar sana, ia berharap dapat menemukan Dara dan menyelesaikan semua kesalahpahaman yang terjadi.
Di luar restoran, Andra mencari Dara dengan teliti. Ia melihat ke setiap sudut, tidak mau melewatkan sedikitpun. Namun, ia tidak menemukan Dara.
"Ra, kamu di mana? Aku khawatir sama kamu Ra." Kecemasannya semakin meningkat. Ia mulai merasakan sesuatu yang tidak beres. Ia mencoba untuk menenangkan dirinya, namun rasanya sulit. Ia harus menemukan Dara. Ia tidak bisa tinggal diam tanpa mengetahui keadaan Dara. Ia harus mencari tahu ke mana Dara pergi.
Ia merasa bertanggung jawab atas keadaan Dara. Ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Dara. Ia bertekad untuk menemukan Dara dengan segera. Ia akan mencari ke seluruh penjuru restoran dan sekitarnya. Ia tidak akan berhenti sebelum menemukan Dara.
Langkah kaki Andra terasa berat, namun ia terus melangkah, mencari Dara di jalanan yang ramai. Rasa lelah tak terasa, yang ada hanya kekhawatiran yang terus membuncah. Wajahnya mulai kusut, mata lelah, dan rasa frustasi mulai menguasai dirinya. Ia berharap menemukan Dara dalam keadaan baik-baik saja, namun bayangan buruk terus menghantuinya.
Dari kejauhan, ia melihat sesuatu yang membuat hatinya terhenyak. Sosok yang sangat ia kenal. Dara. Dara sedang berjalan di pinggir jalan besar, wajahnya menunduk dan langkah kakinya tertatih-tatih. Seakan ada sesuatu yang menghantuinya. Andra merasakan sesuatu yang tidak beres. Detak jantungnya berdebar kencang. Seketika, semua rasa lelah dan frustasi sirna. Ia harus segera mendekati Dara.
Dengan langkah cepat, Andra berlari menghampiri Dara. Ia tak peduli lagi dengan orang-orang di sekitarnya. Hanya Dara yang ada dalam pikirannya. Tangannya meraih tubuh Dara, menariknya ke dalam pelukannya. Tubuh Dara terasa gemetar hebat. Andra memeluk Dara erat-erat, mencoba untuk memberikannya rasa aman dan ketenangan.
Ia merasakan bahwa Dara sedang dalam keadaan yang tidak baik. Ia khawatir akan keadaan Dara. Ia ingin mengetahui apa yang telah terjadi pada Dara.
"Ra… aku khawatir banget sama kamu, kenapa kamu di sini Ra?" suara Andra terdengar cemas, menunjukkan kekhawatirannya yang begitu besar. Ia merasakan tubuh Dara yang bergetar hebat, menunjukkan bahwa gadis itu sedang sangat terpukul.
Bau harum parfum Dara yang biasanya ia sukai kini terasa hambar. Bau harum parfum itu tak mampu mengalahkan aroma kesedihan yang terpancar dari tubuh Dara. Andra mengelus punggung Dara lembut, mencoba untuk menenangkannya. Ia tahu, ada sesuatu yang terjadi, sesuatu yang membuat Dara begitu terpukul.
Tangis Dara pecah di pelukan Andra. Bukan tangis yang biasa, tapi tangis pilu yang menghancurkan hati. Suara tangisnya yang terisak-isak seaakan menorehkan luka dalam di hati Andra. Andra merasakan sakit yang sama dengan Dara. Andra tidak mau Daranya itu menangis, ia tidak mau Dara merasakan kesedihan seperti ini.
Andra mencoba untuk menenangkan Dara dengan mengusap pucuk kepalanya dengan lembut. "Ssst… udah, ya… lebih baik kita pulang," ujarnya dengan suara lembut dan menenangkan.
Andra tidak mau memperpanjang kesedihan Dara dengan bertanya lebih lanjut tentang apa yang ia rasakan. Andra tidak memaksa Dara untuk bercerita, biarkan Dara menceritakannya dengan sendirinya ketika Dara sudah siap.
Dara masih menangis dan memeluk Andra dengan erat. Tubuhnya gemetar karena tangis dan kesedihan. Ia tidak mau melepaskan pelukan Andra. Ia membutuhkan rasa aman dan dukungan dari Andra.
"Gue sakit, Dra… sakit banget…" Dara berujar di antara isakannya, suaranya tercekat, menunjukkan betapa dalamnya rasa sakit yang ia rasakan. Kata-kata itu keluar dengan lirih, namun mampu menggetarkan hati Andra. Itu bukan sekadar sakit fisik, tapi sakit hati yang begitu dalam.
Andra memeluk Dara erat-erat, mencoba untuk memberikannya sedikit kehangatan dan rasa aman. "Iya, Ra… aku tau… tenang, oke?" ujarnya, suara yang berusaha terdengar tenang dan menenangkan. Namun, getaran di suaranya menunjukkan betapa ia juga merasakan sakit yang sama.
Andra melepaskan pelukannya dengan perlahan, matanya menatap wajah Dara yang memerah dan sembab. Melihat kondisi Dara yang begitu terpukul, hatinya terasa nyeri. "Lebih baik kita ke mobil aja, ya, Ra. kamu bisa cerita apa pun ke aku di sana," katanya, suaranya lembut, mencoba untuk memberikan ketenangan dan kenyamanan pada Dara. Ia mengusap lembut air mata yang masih mengalir di pipi Dara, gerakan tangannya sangat lembut dan perhatian.
Dara mengangguk lesu, matanya masih berkaca-kaca. Tubuhnya masih gemetar, menunjukkan betapa terguncangnya perasaannya. Dengan langkah gontai, mereka berdua berjalan menuju mobil, lengan Dara digenggam erat oleh Andra.
Sentuhan Andra memberikan sedikit kekuatan untuk Dara, memberinya rasa aman di tengah kepedihan yang tengah ia rasakan. Perlahan, mereka sampai di mobil. Andra membukakan pintu mobil untuk Dara, membantu Dara masuk dengan hati-hati.
Di kursi belakang mobil, Andra memeluk Dara. Tubuh Dara gemetar karena tangis. Air mata terus mengalir membasahi pipinya, menunjukkan kesedihan yang mendalam. Andra merasakan sakit yang sama dengan Dara. Ia ingin menghilangkan semua kesedihan Dara.
"Ra…" Andra memanggil dengan lembut, Ia mencoba untuk menenangkan Dara, memberikannya dukungan dan rasa aman.
Dara masih terdiam, menahan tangisnya. Andra mengulurkan tangannya, mengusap lembut punggung Dara. "Nggak papa, kamu nangis aja. Jangan dipendam, nanti malah tambah sakit," ujarnya, suaranya terdengar tulus dan penuh empati. Ia ingin Dara melepaskan semua beban yang ada di hatinya, ia siap mendengarkan keluh kesah yang Dara alami.
Tangis Dara semakin kencang. Andra kembali mendekap tubuh Dara ke dalam pelukannya. Sentuhannya lembut dan menenangkan. "Kalau kamu belum bisa cerita, nggak papa, Ra. Tapi jangan kelamaan dipendam sendiri, yah, Ra?" ujarnya, suaranya menunjukkan kesabaran dan perhatian. Ia ingin Dara merasakan rasa aman dan nyaman bersamanya.
Di dalam pelukan Andra, Dara menumpahkan semua perasaannya. "Dra… salah nggak, sih, kalau gue berharap lebih sama seseorang?" Dara bertanya di antara isakannya, suaranya terdengar lemah dan rapuh. "Salah nggak, sih, kalau gue secinta ini sama seseorang? Salah nggak, sih, kalau gue suka diperhatikan sama seseorang?" tanyanya, suaranya terdengar sedih dan ragu. Air matanya terus mengalir. Ia menumpahkan semua perasaan sakit hatinya kepada Andra.
Pertanyaan-pertanyaan itu terlontar dari lubuk hatinya yang terluka, mengungkapkan keraguan dan rasa sakit yang begitu dalam. Tangisnya semakin menjadi, menunjukkan betapa terguncangnya perasaannya. Ia merasa bingung, kecewa, dan sangat terluka.