NovelToon NovelToon
Menantu Sampah

Menantu Sampah

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Dikelilingi wanita cantik / Cinta Terlarang / Suami Tak Berguna / Pelakor jahat / Saudara palsu / Tamat
Popularitas:6.6k
Nilai: 5
Nama Author: siv fa

simak dan cermati baik2 seru sakali ceritanya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon siv fa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

16

Besok harinya, di ruang rawat inapnya Jesina...   "Aku pergi dulu, ya. Aku mau menengok ibuku," kata Martin kepada Julia.   Julia menoleh padanya dan mengangguk, tidak tampak keberatan sama sekali.   Tapi lain halnya dengan Fanny. Dia mendelik pada Martin dan berkata dengan ketusnya, "Dasar bodoh kau, Martin. Masih saja kau urus wanita sekarat itu. Kenapa sih dia tak cepat-cepat mati saja? Tiap bulannya Julia menggelontorkan uang hasil kerja kerasnya untuk menanggung biaya perawatannya. Buang-buang duit saja!"   "Mama, jangan bicara seperti itu! Bagaimanapun beliau ibu mertuaku," tegur Julia.   Martin menarik napas agak panjang, berusaha menahan amarahnya karena dia menghargai Julia.   Dia pun keluar dari ruangan itu, meninggalkan rumah sakit.   Sekitar setengah jam kemudian, dia tiba pasar tempat ibunya biasanya berjualan sayur.   Di depannya ada kios-kios kecil dari kayu berjejer. Salah satunya adalah kios sayur ibunya.   Sungguh miris bagi Martin melihat sosok ibunya saat ini: kurus kering, kulit mukanya kusam, tulang pipinya terlihat jelas.   Dulu ibunya ini adalah wanita cantik yang dikejar-kejar banyak pria saking populernya dia.   "Masih saja Mama berjualan sendirian. Bagaimana kondisi Mama?" tanya Martin sambil menghampiri ibunya.   "Kabar Mama baik. Jesina sendiri bagaimana? Dengar-dengar, dia harus dioperasi. Atau sudah?" Mirna, ibunya Martin, balik bertanya.   "Belum, Ma. Masih menunggu lampu hijau dari pihak rumah sakit."   "Oh, begitu. Nanti kalau sempat dan memungkinkan, Mama mau ke sana buat jenguk Jesina. Sekalian Mama bawakan kue manggis kesukaannya."   "Tak usah repot-repot, Ma. Mama kan belum pulih benar. Masih harus banyak istirahat. Sebenarnya berjualan begini juga tak boleh lama-lama."   "Ah, kau ini, bicara seolah-olah kondisi Mama separah itu. Mama baik-baik saja kok. Saat ini Mama baik-baik saja."   Martin menghela napas. Ibunya ini memang ngeyel, susah sekali dinasihati. Padahal dia sendiri tahu kalau kondisi tubuhnya itu semakin memburuk dari waktu ke waktu.   Bruakk!   "Ah!"   Tiba-tiba seseorang melempar batu berukuran sedang ke kios sayurnya Mirna. Martin terbelalak. Langsung dia turun ke jalan untuk melihat siapa yang melemparnya.   Dan dia pun melihat beberapa preman pasar sedang berjalan ke arahnya dengan membawa benda-benda tumpul. Dan pupilnya melebar, mendapati Walton ada di antara mereka.   "Apa maksudnya ini, Walton? Untuk apa kau membawa mereka kemari?" tanya Martin.   "Oh, si sampah ini di sini rupanya? Kebetulan sekali. Kau dan anak-anak buahmu boleh menghajar dia juga kalau kalian mau," kata Walton kepada salah satu preman yang berbadan besar berkepala plontos—pemimpin kawanan preman itu.   "Oke, Bos!" balas si bos preman.   Dia pun memerintahkan anak-anak buahnya untuk maju. Mereka semua maju sambil ayunkan senjata-senjata yang mereka bawa.   "Jangan! Tolong jangan lakukan apa pun pada putraku!"   Tiba-tiba Mirna maju, memosisikan dirinya di antara Martin dan preman-preman itu. Nalurinya sebagai seorang ibu mendorongnya melakukan itu tanpa berpikir panjang.   Langkah preman-preman itu berhenti. Si bos preman menoleh menatap Walton, meminta arahan apakah mereka boleh juga menghajar wanita kurus-kering itu.   Walton menggeleng. Dia maju melewati mereka, berdiri tepat di depan Mirna.   Mirna mendongak menatap sepasang mata Walton. Walton menatapnya jijik, seperti menatap sampah.   "Walton, tolong jangan sakiti Martin. Bagaimanapun dia suami sepupumu. Dia anggota Keluarga Wiguna sepertimu," ucap Mirna.   Walton tertawa kencang. Tawa yang menghina.   Katanya, "Anggota Keluarga Wiguna kau bilang? Enak saja! Jangan mimpi! Sampai kapan pun anakmu ini tak akan kuanggap bagian dari Keluarga Wiguna. Darahnya terlalu kotor untuk menjadi seorang Wiguna, dan kau yang menurunkan darah kotor itu padanya. Minggir kau, jalang!"   Para pedagang di kios-kios lain terkejut mendapati betapa kasar dan kurang ajarnya Walton kepada Mirna. Mereka bersimpati pada Mirna, tapi tak berani melakukan apa pun karena takut pada preman-preman itu.   Namun tidak begitu dengan Martin. Mendapati ibunya dibentak-bentak dan dikatai "jalang" di depan banyak orang, dia langsung naik pitam. Dia pun maju.   "Tak mau minggir, hah? Oke! Jangan salahkan aku kalau bibirmu robek!" bentak Walton, mengangkat tangannya, melayangkan tamparan ke pipi kiri Mirna.   Hap!   Martin menangkap tangan Walton di saat yang tepat, menggenggamnya erat dan menurunkannya.   "Sekali saja kau menyentuh ibuku, kupatahkan tanganmu!" gertak Martin.   Mata Walton membulat. "Sialan! Berani kau menantangku, hah!" bentaknya, melayangkan tamparan ke pipi Martin dengan tangannya yang satu lagi."   Plak!   Tamparan itu mengenai sasaran, keras sekali, tetapi Martin bergeming. Bahkan dia tak berkedip, menatap tajam pada Walton.   Walton sedikit ketakutan. Dia tak menyangka Martin orangnya cukup tangguh. Dia juga mulai merasa sakit di pergelangan tangannya yang digenggam Martin.   "Kenapa kalian malah diam saja? Cepat hancurkan kios sayur si jalang ini!" perintahnya pada preman-preman itu, dan langsung saja mereka hantamkan senjata-senjata yang mereka bawa itu ke kios sayurnya Mirna, membuat Mirna dan pedagang-pedagang lain di situ berteriak histeris.   Martin sendiri matanya membulat. Preman-preman itu benar-benar menghancurkan kios sayurnya Mirna, membuat sayur-sayur yang dijual Mirna itu kini berceceran di lantai dan di jalan.   Karena fokusnya teralihkan ke situ, Martin tanpa sadarkan melonggarkan genggamannya di tangan Walton. Walton pun menarik tangannya dan mundur.   "Sekarang hajar si sampah ini! Hajar dia sampai mampus!" titah Walton.   Langsung saja, preman-preman itu mengarahkan pandangan mereka ke Martin, bergerak mengerubunginya.   "Jangan! Jangan sakiti putraku! Tolong jangan...."   Lagi-lagi Mirna memosisikan dirinya di depan Martin, memberi preman-preman itu tatapan memelas.   Martin meminta Mirna menyingkir, tapi ibunya itu bergeming.   "Kalian tak usah ragu. Habisi si jalang ini juga!" kata Walton.   Preman-preman itu pun maju. Di saat yang sama, para pedagang dan pembeli yang tadi hanya menonton, kini begerak maju, mencoba melindungi Martin dan Mirna.   "Kalian sudah keterlaluan!"   "Hentikan sekarang juga!"   "Pergi atau kami panggil polisi!"   Begitulah orang-orang itu mencerca preman-preman itu. Pada akhirnya, preman-preman itu merasa tak nyaman.   "Bos, bagaimana ini?" tanya si plontos, menoleh menatap Walton.   Walton pun sadar kalau situasi sudah berubah, tak lagi aman untuk mereka. Maka dia pun memberi isyarat kepada si plontos agar dia dan anak-anak buahnya mundur. Toh mereka sudah menghancurkan kios sayurnya Mirna.   "Kali ini kau beruntung, Martin. Lain kali, tidak akan lagi," ucap Walton, menatap Martin dingin lalu balik badan.   Baru juga maju selangkah, dia berhenti dan menoleh. Katanya, "Hari ini, Julia akan menemui seseorang dari PT Alat Kesehatan Makmur untuk membahas kerja sama. Konon, orang ini tukang main wanita, dan mesumnya luar biasa. Kau jangan heran kalau nanti dia meniduri istrimu itu. Hahaha..."   "Kau!"   Martin hendak maju dan menghajar Walton, tapi Mirna memegangi tangannya dan menahannya. Dia menggelengkan kepala, memberi Martin tatapan penuh kecemasan.   Martin pun akhirnya hanya bisa diam di tempatnya sementara Walton dan preman-preman itu pergi.   "Syukurlah. Syukurlah mereka akhirnya pergi," ucap Mirna. Para pedagang dan pembeli itu pun kembali ke tempat mereka semula.   Martin menatap ibunya sedih. Kehidupan pahit yang dijalani ibunya ini sungguh tak bisa diterima. Dia pun terpikir untuk memberitahu ibunya kalau dia sudah menerima tawaran Paman Ben untuk kembali ke Keluarga Linardy dan Lozara Group.   Namun baru juga mulutnya terbuka, ibunya tiba-tiba berkata, "Martin, kau harus ingat kalau kehidupan kita saat ini jauh berbeda dengan dulu. Kau harus pandai-pandai menahan diri. Tak akan ada yang membantu kita karena saat ini kita hanya orang biasa."   Martin pun menutup mulutnya kembali, urung mengatakannya.   "Baik, Ma. Aku mengerti," malah itu yang diucapkannya.   Martin lalu membantu ibunya memunguti dan mengumpulkan sayuran-sayuran yang berceceran itu. Di dalam hatinya, dia berjanji, dia akan membuat Walton membayar semua yang telah dikatakan dan dilakukannya tadi.   ...   Besok harinya, di komplek perkantoran Wiguna Corp., di gedung ketiga dari kanan tempat PT Mega Farma beroperasi.   Julia sedang di ruangan kerjanya, mengecek kembali tas kerjanya, memastikan tak ada satu hal pun yang dia lupakan.   Saat itulah Angelica masuk ke ruangannya. Seperti biasa, dia tak mengetuk pintu lebih dulu.   "Oh kamu masih di sini?" Angelica berjalan ke dalam ruangannya sambil membawa sebuah kotak.   Julia sudah terbiasa melihat tingkah lakunya, dan membalas tanpa menoleh balik, "Kau ada perlu apa? Kalau tak mendesak, nanti saja deh."   "Aku tahu kau pasti masih mencari cara untuk membahas kerja sama dengan PT Alat Kesehatan Makmur, kebetulan aku kenal dengan Tuan Muda dari PT Alat Kesehatan Makmur. Katanya, kalau kau mau menemuinya, dia akan menerima kerja sama kali ini, tapi ada satu syarat," balas Angelica.   Angelica tersenyum kecut, kemudian menaruh kotak yang dibawanya di atas meja kerja Julia.   "Bawalah ini. Kau akan membutuhkannya nanti," kata Angelica.   "Apa ini?" tanya Julia, menatap Angelica curiga.   "Kau buka saja, itu pemberian dari Carlon Rooney, Tuan Muda dari PT Alat Kesehatan Makmur cabang Hagasa yang akan kau temui nanti." kata Angelica.   Julia pun membukanya. Ada perasaan was-was. Dia tahu Angelica pasti punya niat busuk.   Dan ketika dia membuka penutup kotak itu, matanya terbelalak. Isi kotak itu adalah sebuah pakaian dalam merah terang yang seksi. Apa maksudnya Angelica memintanya membawa ini?   "Kalau kau mau ucapanmu didengarkan olehnya, pakailah ini saat kau berada di hadapannya.   "Sudah jadi rahasia umum bahwa pria seperti Carlon akan meminta wanita-wanita yang menemuinya untuk bercinta dengannya sebelum memenuhi permintaan mereka.   "Kau bisa memamerkan tubuh sintalmu di hadapannya nanti."   Muka Julia memerah padam. Apa-apa yang dikatakan Angelica itu benar-benar ofensif baginya. Angelica telah menekan tombol merah darurat di dalam diri Julia sehingga amarahnya seketika memuncak.   "Aku tak akan pernah melakukan hal serendah itu!" teriaknya sambil mengangkat dan melempar kotak itu.   ...

1
Joice Tumewu
terlalu di ulur2,
Memed Adrianto
cerita nya tllu berbeneli belit pening kepala membaca nya asuuu
siv fa: jgn jadi pembaca yg gk ber etika. dsar kampungan
total 1 replies
DISTYA ANGGRA MELANI
Smngt kak awal menggapai kesuksesan nie.. Smg cepet naik level ya kak
Ceridwen
Asyik banget nih bacanya, authornya keren abis!
siv fa: terimakasih dukungannya teman. tahap projek selanjutnya
total 1 replies
Kuroi tenshi
Siapin tisu buat nangis 😭
siv fa: arigatau for suport nya kawan. tolong dukung terus ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!