NovelToon NovelToon
Pembalasan Penulis Licik

Pembalasan Penulis Licik

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Romansa Fantasi / CEO / Nikah Kontrak / Fantasi Wanita / Gadis nakal
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Alensvy

Bijaklah dalam memilih tulisan!!


Kisah seorang penulis online yang 'terkenal lugu' dan baik di sekitar teman-teman dan para pembaca setianya, namun punya sisi gelap dan tersembunyi—menguntit keluarga pebisnis besar di negaranya.

Apa yang akan di lakukan selanjutnya? Akankah dia berhasil, atau justru kalah oleh orang yang ia kendalikan?

Ikuti kisahnya...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alensvy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembalasan Penulis Licik 16

...****************...

Pagi menyelinap perlahan, menggantikan sisa malam yang masih menggantung di ujung tirai.

Cahaya matahari menelusup malu-malu dari celah jendela, menari di permukaan selimut putih yang masih melingkupi tubuh Aresya.

Perlahan, kelopak matanya bergetar. Lalu terbuka.

Keheningan masih mengisi ruangan. Namun ada sesuatu yang berbeda. Aroma asing mengambang di udara—maskulin, hangat, samar… namun cukup mengganggu panca inderanya yang peka.

Aresya tidak langsung bangkit.

Ia hanya menghela napas pelan, sambil memejamkan mata sejenak… seolah membaca pertanda yang tertinggal di udara pagi.

"Ah," gumamnya ringan, nyaris seperti desahan mimpi, "Pria itu masuk ke sini rupanya…"

Senyum tipis terukir di bibirnya.

Bukan senyum yang manis, bukan pula senyum yang tulus. Melainkan senyum yang menyimpan rahasia—tajam dan dingin seperti silet tersembunyi di balik mawar.

Perlahan, ia bangkit dari tempat tidur. Langkahnya ringan, hampir tak bersuara, saat ia berjalan menuju meja kecil di sudut kamar. Di atasnya, laptop terbuka dengan layar gelap. Begitu jemarinya menyentuh touchpad, layar menyala, menampilkan folder-folder sunyi yang menyembunyikan satu file tak bernama.

Klik.

Jendela dokumen terbuka, dan di sanalah—catatan rahasia itu menunggu. Bukan sekadar jurnal harian, melainkan potongan-potongan strategi dari sebuah permainan yang tak satu pun orang tahu sedang berlangsung.

Catatan pagi:

Arion memasuki kamarku. Tidak membangunkan. Hanya memperhatikan.

Menarik. Tapi terlalu mudah ditebak. Terlalu cepat goyah.

Aku bahkan belum menunjukkan apapun.

Aresya menatap layar itu beberapa detik, sebelum akhirnya menyandarkan diri ke kursi.

Matanya menerawang ke arah langit-langit, senyumnya masih bertahan di wajah.

"Aku hampir bosan," bisiknya lirih, seolah kepada dirinya sendiri, atau kepada dunia yang tak pernah benar-benar memperhatikannya.

Lalu, dengan jari lentik yang tenang, ia kembali menulis—mencatat setiap langkah, setiap reaksi, setiap celah.

Karena permainan baru saja dimulai, dan dalam diam, Aresya telah memegang bidaknya.

...****************...

Langit kota merangkak naik, mengganti jingga pagi dengan biru terang yang menyilaukan.

Di balik kaca bening gedung pencakar langit milik keluarga Camaro, Arion berdiri mematung.

Tangannya menyilang di dada, sementara sorot matanya menerobos menembus panorama urban yang sesak—jalan raya yang padat, klakson bersahut-sahutan, dan gedung-gedung megah yang tumbuh seperti jamur setelah hujan.

Namun, dalam kepalanya, tak satu pun itu nyata.

Yang ada hanya… wajah itu.

Tatapan itu.

Lengkung senyum tipis di balik selimut pagi yang masih membekas jelas dalam ingatannya.

Ia menghela napas berat—panjang, dalam, dan berisik.

Lalu berpaling, tepat saat pintu ruang rapat terbuka.

“Ada perkembangan terbaru dari tim IT, Tuan Arion,” ujar seseorang, sopan tapi tergesa.

“Project keamanan siber yang Anda minta sudah memasuki tahap finalisasi.”

Arion hanya mengangguk. Datar.

Langkahnya berat saat memasuki ruangan besar yang sudah dipenuhi beberapa kepala tim dan direktur teknis.

Suasana berubah hening.

Ia mengambil tempat di ujung meja panjang berlapis kayu ek hitam.

Menatap layar proyektor yang mulai menampilkan grafik, data, dan serangkaian laporan teknis.

“Mulai,” ucapnya pendek.

Salah satu pria dengan jas abu dan kacamata tipis berdiri.

“Seperti permintaan Anda, kami telah membangun sistem keamanan baru untuk melindungi data internal. Tidak hanya itu, kami juga menambahkan fitur pemantauan aktivitas pegawai dan proteksi end-to-end di seluruh saluran komunikasi internal.

Arion menyimak dalam diam.

Wajahnya tanpa reaksi, tapi sorot matanya tajam seperti pisau bedah.

“Tidak boleh ada celah,” katanya akhirnya, suaranya rendah namun berat,

“Sekecil apa pun, akan menjadi bahaya besar bagi perusahaan ini.”

“Sudah kami perhitungkan, Tuan. Bahkan sistem ini mampu mendeteksi akses mencurigakan hanya dalam hitungan detik.”

Kepalanya mengangguk pelan. Namun pikirannya tak berhenti di sana. Karena di balik teknologi yang semakin canggih ini, Arion sadar, bahaya terbesar tidak selalu datang dari luar. Kadang, ia menyelinap lewat senyum manis seorang wanita, yang kini, tinggal bersamanya—di bawah atap yang sama, dalam ikatan yang bahkan tidak ia percayai sepenuh hati.

Dan untuk pertama kalinya,

Arion merasa dunia bisnis yang selama ini ia kendalikan dengan mudah, tak ada apa-apanya dibanding satu makhluk tak tertebak yang kini mengisi sisi penthousenya setiap hari.

...****************...

Suasana ruang kerja Arion sore itu sunyi, hanya dihiasi suara samar mesin pendingin ruangan dan detak jarum jam antik di sudut ruangan.

Langit di luar sudah berganti kelabu—awan-awan menggantung seperti beban yang tak diucapkan.

Ketukan pelan terdengar di pintu.

Satu... dua... tiga kali. Tegas namun penuh wibawa.

Tak perlu waktu lama untuk menebak siapa yang berdiri di baliknya.

Pintu dibuka oleh asistennya, dan masuklah seorang pria paruh baya dengan jas gelap mahal dan tongkat berkepala emas—langkahnya pelan, tapi mengandung tekanan tak kasatmata yang membuat seisi ruangan otomatis menahan napas.

Alexander Camaro.

Ayah kandung Arion.

Tuan besar dari keluarga terpandang, pemegang kekuasaan sebelum Arion mengambil alih, dan satu-satunya orang yang bisa membuat pria itu berdiri dari kursinya.

“Papa,” sapa Arion singkat. Matanya tetap tenang, nyaris dingin.

Alexander hanya mengangguk, lalu duduk tanpa permisi di kursi tamu berlapis kulit di seberang.

Beberapa detik hanya diisi keheningan.

Lalu suara itu akhirnya terdengar. Serak, berat, dan penuh makna.

“Dia tinggal di rumahmu sekarang?”

Arion tak berpura-pura tak tahu. Ia hanya menyandarkan punggung dan menjawab enteng,

“Ya. Sudah semestinya. Dia istriku, bukan?”

Alexander menyipitkan mata.

“Aresya…” katanya pelan, seolah nama itu terlalu asing untuk disebut dalam keluarga mereka, “…kau yakin, Arion? Wanita itu... dari keluarga yang tak jelas asal-usulnya. Kita bukan orang sembarangan.”

Arion mengangkat bahu.

“Pernikahan itu... hanya pemenuhan keinginan Mama. Dan Mama bilang dia wanita baik. Aku tak perlu lebih.”

“Tapi itu bukan alasan cukup,” potong Alexander tajam,

“Ketika kau membawa seseorang ke dalam garis kita, itu bukan hanya soal pribadi. Itu reputasi. Itu darah. Kita Camaro. Bukan sembarang orang.”

Senyum tipis terbit di sudut bibir Arion. Bukan senyum bahagia—melainkan ironi.

“Reputasi bisa runtuh dalam semalam, Pa. Tapi kemunafikan bisa bertahan seumur hidup.”

Mereka saling menatap. Mata dua generasi—berbeda waktu, tapi sama keras kepala.

“Dia bukan untukmu, Arion.”

“Mungkin. Tapi sekarang, dia milikku,” jawab Arion datar.

Lalu, seolah percakapan barusan hanya pembicaraan bisnis biasa, ia menambahkan, “Aku tahu yang kulakukan. Dan wanita itu… akan tetap di tempatnya.”

Alexander akhirnya bangkit. Tak ada salam perpisahan, tak ada tepukan hangat.

Hanya sorot mata yang tajam seperti pisau, lalu suara tongkatnya bergema saat ia keluar ruangan.

Dan saat pintu tertutup kembali, Arion mendesah.

Mata kembali menatap jendela kaca yang kini diselimuti awan gelap.

"Aresya," gumamnya pelan, "...bahkan dunia ini tak menyambutmu. Tapi entah kenapa, aku tetap membiarkanmu masuk."

.

.

.

Next 👉🏻

1
Miu Nih.
perempuan badas kok dilawan,, tapi kamu jadi bucin kaann~ 😆😆
Miu Nih.
nyesek juga ya /Sob/
Semangat
huaa thorrr
Semangat
balaskan dendammu aresyaa
Semangat
wah Arion /Gosh//CoolGuy/
Alen's Vy: Gak nahan dia/Curse/
total 1 replies
Semangat
aih maluuu
Semangat
harusnya pernikahan yang sperti ini, hrus dengan org yg saling mencintai. tapi mereka enggak.
Alen's Vy: Iya, kan kak..
total 1 replies
Semangat
suka bgt 'malam telah tua'
Semangat
lanjut thorr gimana ini kepanjutannyaa
Alen's Vy: Besok yaaaa/Whimper//Grievance/
total 1 replies
Semangat
/Blush//Blush/
Semangat
misterius banget Aresya ini ya thor
Alen's Vy: Wkwkwk karena ada sebab.. /Shhh/
total 1 replies
Semangat
ini bagus banget Thor kata2nya
Semangat
lanjut dongg thorr kapan up lagii
Semangat
berani bgt areysa ya thor
Miu Nih.
next kak 🤗👍
Miu Nih.: Haik, siap! udah 😉
Alen's Vy: Follback ya kak/Grievance/
total 2 replies
Semangat
Menarik🥵
Alen's Vy
👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻👍🏻
Miu Nih.
duh, bener2 misteri, bikin aku mikir pelan 😆 ,, pelan2 ya thor bacanya...
Miu Nih.
yg biasa disebut anonymous kah? 🤔
Miu Nih.
Aresya, yuk temenan sama Dalian 🤗
Makasih tadi udh mampir. jgn lupa keep lanjut teyuz ya...

kita ramein dengan saling bertukar komen...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!