Aluna seorang gadis manis yang terpaksa harus menerima perjodohan dengan pria pilihan keluarganya.Umurnya yang sudah memasuki 25 tahun dan masih lajang membuat keluarganya menjodohkannya.
Bukan harta bukan rupa yang membuat keluarganya menjodohkannya dengan Firman. Karena nyatanya Firman B aja dari segala sisi.
Menikah dengan pria tak dikenal dan HARUS tinggal seatap dengan ipar yang kelewat bar-bar.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ismi Sasmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 Bertemu Camer
"Nah benar tuh, Luna, kata Fika. Kamu mau gak segera aku halalin ?" ucapnya sambil menarik turunkan alisnya.
Aku yang mendengarnya hanya bisa tersipu malu.
"Mau gak, Luna ?" desak Billy tak sabaran.
"Terserah kamu aja." ucapku tertunduk malu. Tak sanggup rasanya untuk menatap matanya.
"Serius kamu mau, Luna ?" tanya Billy girang.
"Hmm." ku jawab dengan gumaman.
"Kalau gitu nanti aku bilang sama orang tuaku dulu. Biar secepatnya bisa melamar kamu secara resmi."
Entah dorongan dari mana aku bisa setuju dengan usul Billy.
"Kalau gitu aku mau pulang dulu." pamitnya bergegas bangkit.
"Kok buru-buru ?" tanyaku reflek.
"Cieee...masih kangen ya ! Sabar ya, sayang. nanti kalau kita udah nikah, kita bisa kok sama-sama terus. Sekarang aku mau pulang memberitahu orang tuaku tentang niat kita. Sekalian mau tutup toko." ucap Billy dengan binar bahagia.
"Kok jam segini udah tutup aja ?" tanyaku heran.
"Kan aku ada urusan yang lebih penting." ucapnya sambil mengedipkan sebelah mata.
"Gak usah buru-buru juga, Bill." ucapku panik. pasalnya aku tak berharap secepat ini.
"Lho... niat baik itu HARUS disegerakan. Takutnya nanti kamu berubah pikiran lagi." balasnya penuh penekanan.
"Tapi gak secepat ini juga."lirihku.
"Lebih cepat lebih baik.udah deh sayang, jangan halangi aku mau pulang dong." ucapnya sambil berlalu pergi.
Aku hanya menghela nafas panjang. Kenapa jadi gini ? Rutukku.
"Cieee...yang mau dilamar !" seru Ika heboh.
"Kalian nguping ?" tanyaku gemas.
"Gak nguping, Mbak. Cuma kedengeran aja sampai dapur." Seloroh Fika sambil mendaratkan bokong di kursi.
"Aku seneng lho... akhirnya Mbak mau nikah juga." ucap Ika dengan mata berkaca-kaca.
"Belum. Kan baru rencana." Ralatku.
"Tetap aja aku senang, Mbak. Mas Billy itu laki-laki yang baik. Semoga semuanya dipermudah menuju pelaminan." doa Ika tulus.
"Aamiiin..." ucapku dalam hati.
"Aku senang Mbak akhirnya mau membuka hati Mbak lagi. Mbak berhak bahagia. Semoga Mas Billy orang yang tepat untuk mendampingi Mbak." ucap Fika terharu.
Hari ini seperti bermain roller coaster. Jika pagi tadi aku bermuram durja, tapi siang ini hatiku membuncah bahagia. Hidup memang penuh misteri.
***
Malam harinya Billy menjemputku ke rumah untuk bertemu keluarganya. Dia memberitahu dadakan. Membuat aku kelabakan. Sehingga aku tak sempat bicara pada orang tua. Aku benar-benar gugup.
"Pak, Bu, saya izin bawa Luna buat ketemu orang tua saya malam ini. Semoga bapak dan ibu berkenan memberikan izin". Pinta Billy dengan sopan.
Bapak dan ibu berpandangan sebentar. Seolah sedang berbicara lewat tatapan mata. Billy yang menanti jawaban harap-harap cemas.
"Dalam rangka apa Nak Billy mengajak Aluna buat ketemu orang tuanya Nak Billy ?" tanya Bapak.
Billy menatapku heran. Seolah ingin bertanya " Kok belum diberi tahu ?"
"Billy ngasih tau waktu di jalan mau kesini, Pak. Makanya Luna gak sempat ngasih tau". Jawabku.
"Nak Billy sudah tau tentang status Aluna ?"
"Sudah, Pak. Orang tua saya juga sudah tau. Dan mereka tidak masalah dengan itu." ucap Billy meyakinkan.
"Baiklah, Bapak izinkan. Tapi pulangnya jangan terlalu malam."
"Terima kasih, Pak, Bu." Ucap Billy sembari mencium punggung tangan Bapak dan Ibu bergantian. Dan aku pun melakukan hal serupa.
"Jangan ngebut-ngebut !" ucap Bapak menasehati. Dan dibalas Billy dengan anggukan kepala.
"Bill, aku gugup". Ucapku di tengah perjalanan.
"Rileks aja, sayang. Gak usah takut. Orang tuaku gak gigit kok." ucapnya sambil meraih tangan kiriku yang ada di belakangnya dan melingkarkan di perutnya. Hatiku berdesir merasakan remasan tangannya pada tanganku.
Aku mencoba mensugesti diriku, bahwa semuanya pasti baik-baik saja. Walaupun jantung berdebar lebih kencang.
Akhirnya kami pun tiba di rumah Billy. Tente rumahnya lebih bagus daripada rumahku. Dan itu sempat membuatku minder.
"Ayo !" ajaknya sembari melepas helm.
Aku pun melakukan hal serupa dengan gerakan lambat.
Kami pun berjalan beriringan ke dalam rumah. Tak lupa mengucapkan salam di ambang pintu yang sudah terbuka lebar dan di jawab dengan suara ramai dari dalam.
"Ayo silahkan masuk." ucap seorang perempuan paruh baya sembari menggamit lenganku. Aku pun mengikuti dengan perasaan kikuk dengan Billy yang mengekor di belakang.
Perkiraanku melesat. Aku kira hanya bertemu kedua orang tuanya, ternyata disana juga ada anggota keluarganya yang lain.
Tanganku terasa dingin saking gugupnya. Aku pun duduk di samping Billy setelah di persilahkan duduk oleh tuan rumah.
"Kenalin Luna, ini Papa Aryo dan Mama Ratna orang tuaku. Kalau yang sebelah sana kakak aku satu-satunya namanya Kak Lisa, kalau suaminya Bang Rama. Dan si cantik itu anaknya kak Lisa, namanya Kaila, umurnya baru 4 tahun". Ucap Billy memperkenalkan semua anggota keluarganya satu persatu.
Aku pun tersenyum mengangguk.
"Ayo diminum dulu, maaf ya suguhannya seadanya. Soalnya Billy ngasih taunya dadakan kalau kamu mau bertamu." ucap Kak Lisa.
Aku pun melirik Billy ingin melayangkan protes. Bisa-bisanya dia mengatakan aku yang ingin bertamu kemari. Bukankah tadi dia mengatakan orang tuanya yang ingin bertemu ? Sungguh membagongkan. Billy yang mendayari arti dari lirikanku hanya cengengesan.
Aku pun menyesap teh yang disuguhkan untuk menghormati tuan rumah.
"Jadi ini calon istri kamu, Bill ?" tanya Papanya Billy.
"Iya. Cocok gak Pah ?"
"Gak cocok. Terlalu cantik buat kamu yang biasa aja". Ledek Kak Lisa yang di balas Billy dengan melemparkan bantal sofa.
"Sudah...sudah...jangan berantem Mulu ! Malu sama Luna." ucap Ibunya Billy tak enak hati.
"Gak papa, Tante." ucapku.
"Lho kok Tante sih ? Mama dong sama kayak Billy. Kan kamu calon istrinya." Protes Mama Ratna.
"I...ya Mah." ucapku canggung.
"Nah kalau gitu kan enak di dengar. Ya gak Pak ?" tanya Mama Ratna yang dibalas dengan anggukan oleh Papa Aryo.
Obrolan pun terus berlanjut membahas tentang masa kecil Billy dan Kak Lisa yang suka berantem hingga saat ini. Tapi itulah yang meramaikan suasana rumah.
Aku pun sesekali tertawa jika Mama Ratna menceritakan kisah lucu tentang masa kecil Billy. Ternyata keluarga ini sangat welcome padaku.
"Kamu yakin Luna, mau nerima Billy ? Anaknya petakilan gitu. Mana dia gak kerja kantoran. Dia cuma jualan sepatu, Luna. Kamu gak malu ?" tanya Mama Ratna merendah.
"Yang penting halal Tante eh Mama. Saya juga gak kerja kantoran kok. Cuma jualan donat." ucapku apa adanya.
"Waahhh...Kaila mau donat, Mau". Rengek Kaila pada Kak Lisa.
"Iya nanti kita mampir ke toko Tante Luna. Boleh gak, Luna ?" tanya Kak Lisa padaku.
"Boleh dong. Maaf ya, sayang. Tante gak tau kalau Kaila suka donat. Tau gitu tadi Tante bawain donatnya". Ucapku pada Kaila.
Kaila pun berseru girang.
"Jadi gimana Luna ? Kamu mau nerima Billy apa adanya ?" tanya Papa Aryo serius.
"Justru saya yang bersyukur, Billy bisa menerima saya apa adanya. Tanpa memandang status dan masa lalu saya. Saya bukan orang berada. Orang tua saya hanya petani."
Ku ceritakan semua tentangku dan keluargaku dengan detail tanpa ada yang ku tutupi. Jika setelah mendengar cerita tentangku, mereka memilih mundur. Aku tak masalah.
Bagiku lebih baik jujur dari awal, dari pada nanti ada penyesalan.
"Bagaimana Pah, Mah ?" tanya Billy dengan raut wajah tegang mendapati kedua orangtuanya terdiam.
"Kami bukan orang tua yang memaksakan kehendak pada anak. Selama mereka bahagia, kami akan dukung. Bagi kami kebahagiaan mereka adalah segalanya. Jadi semua keputusan sepenuhnya di tangan Billy. Tugas kami hanya mendukung dan mendoakan yang terbaik ". Ucap Mama Ratna dengan mata berkaca-kaca.
"Makasih Mah, Makasih Pah." ucap Billy sambil memeluk orang tuanya bergantian.
"Kak Lisa gimana ? Kalau kakak gak suka aku jadi istri dari adik Kak Lisa. Bilang sekarang. Supaya aku bisa mundur. Maaf aku trauma dimusuhi ipar, Kak". Ucapku jujur.
"Yang penting kamu sayang dan setia sama Billy. Kakak pasti dukung. Gak ada alasan Kakak harus musuhin kamu". Ucap Kak Lisa terkekeh melihat wajah tegang ku.
"Maaf jika aku berpikiran buruk sama Kak Lisa". Ucapku tak enak.
"Santai aja, Luna. Wajar. Karena kamu punya pengalaman gak menyenangkan sama mantan ipar kamu. Tapi insyaallah, Kakak akan berlaku baik sama kamu." ucap Kak Lisa dengan senyum tulus.
"Makasih, Kak". Ucapku terharu.