Anatasya menyembunyikan identitasnya sebagai putri bungsu keluarga konglomerat dari suaminya. Ia membantu Adrian membuka perusahaan. Tapi siapa sangka ternyata Adrian tidak pernah mencintai Anatasya, dia bahkan jijik dengan bau amis yang melekat pada tubuh istrinya.
Suatu hari, Adrian menceraikan Anatasya dan mengungkapkan bahwa dia memiliki pacar, yaitu Clara, seorang wanita kaya dan cantik yang merupakan adik sepupu dari keluarga Santoso.
Anatasya merasa hancur dan terhina. Tasya akan membuat orang yang menyakiti nya membayar mahal dibantu oleh ketiga abangnya. Damian, Julian dan Rafael.
Ketiga Abangnya tidak akan membiarkan adik bungsu mereka terluka.
Bagaimana reaksi Adrian dan keluarga nya setelah mengetahui jika wanita yang selama ini mereka hina adalah putri konglomerat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Yuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 Keterkejutan Anatasya
"Kak Julian, aku sepupu kakak. Apa ayahku tidak memberitahu kakak saat menelepon?" tanya Clara, nada suaranya berusaha mempertahankan sedikit harapan di tengah ketidakpastian.
Julian menatapnya dengan dingin, tatapan yang terasa seperti menusuk. "Oh, kau anak haram Paman." Ucapan itu terlontar tanpa emosi, sebuah fakta yang dinyatakan dengan kejam.
Meskipun hatinya mencelos mendengar kata-kata itu, Clara menegakkan tubuhnya. "Meskipun aku anak haram, darah keluarga Santoso tetap mengalir dalam diriku."
"Kau bukan sepupuku karena kau anak haram. Jangan salah memanggilku lagi," jawab Julian tegas, tanpa sedikit pun keraguan. "Dan kau salah, bukan Paman yang memanggilku kemari, tapi Tasya."
"Apa?" seru Clara terkejut, matanya membulat tak percaya. Kebingungan dan rasa sakit bercampur aduk di wajahnya.
Adrian, yang sedari tadi hanya mengamati, tiba-tiba menyela dengan nada merendahkan. "Tidak, tidak mungkin, Dokter Julian. Dia hanyalah gadis rendahan yang serakah dan tidak berguna. Dia bahkan tidur dengan adik Anda. Jangan tertipu olehnya."
Amarah seketika membakar mata Julian. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, ia menerjang Adrian, tangannya mencengkeram leher pria itu dengan kuat. Adrian tersentak, napasnya tercekat.
"Kalau kau berani mengucapkan satu kata lagi," desis Julian, suaranya rendah dan mengancam, "Aku punya puluhan ribu cara untuk melenyapkanmu tanpa seorang pun tahu. Percaya padaku?" Sorot matanya tajam dan mematikan, membuat bulu kuduk Adrian berdiri.
"A-aku percaya," jawab Adrian terbata-bata, ketakutan jelas terpancar dari wajahnya yang mulai memerah.
Julian melepaskan cengkeramannya dengan kasar, mendorong Adrian hingga pria itu terhuyung dan jatuh ke lantai dengan bunyi gedebuk. Napas Adrian terengah-engah, tangannya memegangi lehernya yang terasa sakit.
Julian kemudian menoleh pada Anatasya, ekspresinya sedikit melunak. "Aku antar kamu pulang," ucapnya lembut, sebuah kontras yang mencolok dengan kemarahannya beberapa saat sebelumnya. Anatasya, yang masih terkejut dengan kejadian barusan, hanya mengangguk pelan.
Adrian, yang kini berusaha duduk, kembali bersuara dengan nada sinis meskipun masih terasa takut. "Dokter Julian, aku ingin bertanya, kenapa Anda bisa menyukai wanita ren… Tasya?" Ia tidak sengaja menggantungkan kata 'rendahan', namun tidak jadi takut jika Julian kembali marah.
Julian menjawab tanpa menoleh sedikit pun pada Adrian, tatapannya lurus ke arah Anatasya. "Matamu bermasalah kalau tidak bisa melihat betapa istimewanya dia. Tidak perlu dijelaskan lagi."
Julian menggenggam lengan Anatasya dengan erat, seolah melindunginya dari tatapan dan perkataan keluarga Pratama. Tanpa mengucapkan selamat tinggal, ia menarik adiknya menjauh dari rumah sakit yang kini terasa penuh dengan kebencian dan prasangka.
Mereka meninggalkan keluarga Pratama yang terdiam membisu, merenungkan amarah dan pembelaan Julian terhadap wanita yang mereka pandang rendah.
***
"Kak Julian makasih banyak yah Kak," ucap Anatasya lembut sembari menggenggam erat tangan kakaknya. Kehangatan telapak tangan Julian sedikit menenangkan gejolak emosi yang masih terasa setelah kejadian di dalam rumah sakit.
"Adik ini bicara apa?" Julian terkekeh kecil sambil menyentil pelan kening Anatasya. "Mana mungkin aku tidak datang mengurus masalahmu. Kamu ini adik perempuanku satu-satunya."
"Tapi kudengar hari ini Kakak cuti dan sedang mengerjakan proyek di luar negeri," tanya Anatasya, masih merasa tidak enak karena telah merepotkan kakaknya.
"Kak Damian memesan pesawat khusus untuk menjemputku dari sana," jawab Julian santai. "Dia tahu betul kalau aku pasti akan langsung kembali begitu mendengar kabarmu."
"Oh yah? Sekarang ke mana Kak Damian? Kenapa dia menghilang?" Anatasya celingukan mencari sosok Damian.
"Dia sedang membelikanmu kue," jawab Julian sambil tersenyum tipis. "Damian tahu kejadian ini pasti membuat mood-mu jelek."
"Wah, Kak Damian memang the best!" seru Anatasya antusias, lalu mengerutkan keningnya.
"Eh, kok Kakak panggil Kak Damian dengan nama saja?" Anatasya merasa ada yang aneh dengan panggilan Julian.
"Dia kan memang tidak ingin dipanggil 'kakak' sejak kecil," jelas Julian. "Dan sepertinya dia yang paling sayang sama kamu, mungkin Damian jatuh cinta pada gadis kecilnya ini," ucap Julian sambil mengelus gemas rambut Anatasya.
"A-apa?" Anatasya terkejut, matanya membulat sempurna. Jantungnya tiba-tiba berdebar lebih kencang.
"Iyah, Damian cinta sama kamu, Dek," tegas Julian sekali lagi. Kali ini nadanya lebih serius, membuat Anatasya membeku di tempatnya. Otaknya berusaha mencerna kalimat yang baru saja didengarnya. Perasaan aneh mulai menjalari hatinya. Selama ini, Damian selalu bersikap sangat baik dan perhatian padanya, tapi ia tidak pernah sekalipun berpikir ke arah sana.
"Dengar," lanjut Julian dengan nada lebih lembut, menyadari keterkejutan adiknya. "Damian itu hanya kakak angkat kita, dan dia tidak ada hubungan darah dengan kita. Jadi, Kakak lebih percaya dia yang menjadi suamimu daripada Adrian itu."
"Isshh, kenapa bawa-bawa dia sih," kesal Anatasya. Kenangan pahit tentang mantan suaminya itu masih terasa mengganjal di hatinya.
"Kamu tidak ingat saat kamu bucin dulu? Kamu bahkan rela meninggalkan semua fasilitas dari keluarga Santoso hanya untuk pria seperti Adrian, bahkan laki-laki yang sama sekali tidak tahu diri itu, hanya karena sudah kaya tega membuang istri cantiknya yang sudah mendampinginya dari nol," ujar Julian dengan nada kesal yang masih terdengar jelas. Ia tidak habis pikir dengan keputusan bodoh adiknya dulu dan betapa tidak tahu dirinya Adrian. Luka di hati Anatasya adalah luka bagi seluruh keluarga, terutama bagi Julian yang selalu berusaha melindungi adiknya.
"Iyah-iyah saat itu Tasya emang bodoh." ucap Anatasya.
"Sekarang kamu sudah jauh lebih pintar dan kuat, Dek," kata Julian sambil merangkul bahu Anatasya dengan sayang. "Dan Kakak yakin, kali ini kamu akan membuat pilihan yang tepat untuk kebahagiaanmu sendiri."
Keheningan singkat menyelimuti mereka. Anatasya masih berusaha mencerna semua informasi yang baru saja ia dengar. Pandangannya menerawang, mencoba mengingat setiap interaksi dengan Damian selama ini. Perhatiannya yang tanpa pamrih, senyum teduhnya, dan tatapan matanya yang selalu tampak tulus. Mungkinkah selama ini ada perasaan lebih yang tersembunyi di balik semua itu?
"Tapi... bukankah Kak Damian menganggapku seperti adiknya sendiri?" tanya Anatasya ragu, menyuarakan kebingungan yang berkecamuk di benaknya.
Julian menghela napas pelan. "Mungkin dulu iya. Tapi perasaan bisa berubah, Tasya. Apalagi kalian tidak sedarah. Damian sudah dewasa, dan kamu juga bukan gadis kecil lagi. Lihatlah dirimu, kamu cantik, baik hati, dan kuat. Tidak heran kalau ada yang jatuh hati padamu." Julian menatap mata adiknya dengan lembut.
"Dan Kakak bisa melihat bagaimana Damian menjagamu selama ini. Itu bukan hanya perhatian seorang kakak kepada adiknya."
Tiba-tiba, dari kejauhan tampak sosok Damian berjalan ke arah mereka sambil menenteng sebuah kotak kue berwarna cokelat. Senyum hangat terukir di wajahnya saat melihat Anatasya.
"Ini untukmu," kata Damian lembut sambil menyodorkan kotak kue itu kepada Anatasya.
"Kuharap kamu suka."
Anatasya menerima kotak itu dengan tangan gemetar. Matanya bertemu dengan mata Damian. Ada kehangatan dan perhatian yang sama seperti biasanya, namun kali ini Anatasya melihatnya dengan sudut pandang yang berbeda. Jantungnya kembali berdebar tak karuan.
"Terima kasih, Kak Damian," ucap Anatasya pelan, merasakan pipinya sedikit memanas. Panggilan 'Kak Damian' terasa sedikit berbeda kali ini, ada keraguan dan rasa canggung yang baru pertama kali ia rasakan.
Julian tersenyum tipis melihat interaksi keduanya. "Nah, sudah kubilang kan? Dia pasti akan membelikanmu sesuatu yang manis."
"Kalian ngobrol apa" ucap Damian penasaran.
'Apa benar Kak Damian suka aku? kayaknya ga mungkin deh, Kak Julian pasti salah paham.' Batin Anatasya.
"Kenapa kamu menatap ku begitu?" tanya Damian pada Anatasya.
"Ah, tidak... tidak ada apa-apa, Kak Damian," jawab Anatasya cepat, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Ia mengalihkan pandangannya ke kotak kue di tangannya, mencoba mencari fokus pada hal lain. "Terima kasih banyak kuenya."
Julian terkekeh pelan. "Kami hanya membahas betapa perhatiannya kamu, Damian. Sampai repot-repot membelikan kue segala." Julian melirik adiknya dengan senyum menggoda.
Damian menatap Anatasya dengan lembut. "Tentu saja. Aku tahu kamu pasti sedang tidak enak hati. Kue cokelat kesukaanmu, kan?"
Anatasya mengangguk kecil, merasakan kehangatan menjalar di hatinya. Perhatian Damian memang selalu seperti ini, tanpa dibuat-buat dan selalu mengingat hal-hal kecil tentang dirinya. Tapi, benarkah perhatian ini memiliki makna yang lebih dalam seperti yang dikatakan Julian?
"Sudah sana, kalian istirahat," sela Julian, menyadari kecanggungan yang mulai terasa di antara keduanya. "Aku juga harus kembali ke rumah sakit untuk mengurus beberapa hal." Julian mengacak pelan rambut Anatasya.
Setelah Julian pergi, tinggallah Anatasya dan Damian berdua. Keheningan singkat kembali menyelimuti mereka, terasa sedikit berbeda dari biasanya. Anatasya merasa ada jarak tak terlihat yang tiba-tiba muncul di antara mereka.
"Hhhmm ayo kita pulang kak." ucap Anatasya kemudian dan berlalu meninggalkan Damian yang kebingungan dengan tingkah Anatasya yang tiba-tiba.
...----------------...