Quinn, seorang gadis berusia 26 tahun itu memiliki kehidupan yang sempurna. Namun, siapa yang menduga, dibalik kehidupan yang sempurna Quinn sangat terkurung. Sebab sebagai putri seorang mafia membuat Quinn tidak bisa hidup dengan bebas.
Quinn memang memiliki kehidupan yang sempurna. Akan tetapi, Quinn nyatanya sangat apes pada percintaannya. Sekalipun Quinn memiliki harta melimpah dan juga paras rupawan, nyatanya tak bisa membuat Quinn menemukan cinta sejatinya.
Sampai tanpa sengaja, Quinn bertemu dengan Dimitri. Seorang laki-laki berusia 30 tahun itu terus mengganggu Quinn.
Akankah Dimitri bisa meluluhkan hati wanita tangguh dan cerdas seperti Quinn? Lantas bagaimana respon Dimitri ketika dia tahu kalau Quinn adalah putri seorang mafia yang sangat disegani pada masanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 16 Tante Su
"Siapa dia?"
"Kasihan sekali."
"Apa dia masih hidup?"
"Bagaimana kalau dia musuh? Tuan meminta kita untuk selalu waspada."
"Tapi dia seorang wanita. Dia sendirian. Bagaimana kalau dia butuh pertolongan kita?"
Quinn membuka matanya secara perlahan. Kondisinya benar-benar lemah setelah berenang cukup jauh menuju ke tepian. Wanita itu merasa pusing. Dia memandang orang-orang yang kini mengelilinginya dengan perasaan lega. Setidaknya dia sudah ada di daratan. Dan Quinn berharap orang-orang itu akan menolongnya.
"Air," lirih Quinn yang kehausan. Karena memang kini dia terdampar dipinggiran pantai yang begitu panas.
"Cepat ambilkan air!" teriak seseorang. Quinn masih belum bisa mengingat satu persatu wajah orang di dekatnya itu. Sesekali dia masih memejamkan mata karena lemas.
"Ini, minumlah." Seorang wanita paruh baya membantu Quinn untuk duduk. Dia juga membantu Quinn meneguk air minum itu. "Nona, apa yang terjadi? Kenapa anda bisa ada di sini?"
Quinn memandang ke depan. Dia kembali mengingat aksinya di kapan sebelum akhirnya melompat ke lautan lepas. "Aku di culik. Mereka melemparku ke lautan. Tadinya aku pikir aku sudah mati," jawab Quinn sedikit berdusta. Tentu saja dia tidak mau orang-orang didekatnya itu tahu identitas aslinya.
"Nona, ayo ikut kami. Kami akan menolong anda." Wanita itu membantu Quinn untuk berdiri. Quinn yang memang sudah tidak punya pilihan lain memilih untuk menuruti saja. Dengan lemahnya wanita itu berjalan di papah oleh wanita paruh baya yang sangat ramah.
Mereka tiba di sebuah rumah yang terbuat dari kayu. Bangunan sederhana itu tetap layak di tempati meskipun sempit. Quinn di dudukkan di atas kursi kayu bersandarkan sebuah bantal. Sang pemilik rumah bergegas ke dapur untuk mengambil sesuatu.
Quinn memperhatikan rumah yang kini ia tempati dengan saksama. Suasana berubah jadi sejuk meskipun tidak ada pendinginan ruangan di rumah itu.
"Nona, makanlah." Wanita paruh baya itu meletakkan nasi beserta lauknya. Dia terlihat sangat cemas.
"Anda baik sekali. Terima kasih karena sudah mau menolong saya."
"Anda bisa tidur di kamar putri saya." Wanita itu menunjuk ke sebuah pintu. "Di sana."
Quinn lagi-lagi tersenyum. "Terima kasih. Apa boleh saya makan sekarang?" Quinn melirik makanan di meja. Perutnya memang terasa sangat lapar.
"Silahkan Nona. Makanlah." Wanita paruh baya itu seperti tidak mau mendesak Quinn untuk menceritakan identitasnya. Dia memilih untuk menunggu sampai keadaan Quinn membaik.
"Nona, saya keluar dulu. Ada kegiatan lain yang harus saya lakukan. Nanti setelah makan, anda bisa langsung ke kamar. Anda juga bisa mandi. Kamar mandinya ada di dapur. Gunakan saja baju anak saya. Ada di lemari cokelat yang ada di kamar."
Quinn merasa senang karena bisa menemukan orang baik di saat keadaannya seperti sekarang. Wanita itu memandang ke arah wanita paruh baya itu sambil tersenyum. "Nyonya, saya akan membalas kebaikan anda."
"Panggil saja saya Tante Su. Semua memanggil saya seperti itu."
Quinn mengangguk setuju meskipun dia sendiri tidak tahu apa arti dari Su itu sendiri. Setelah Quinn mengambil makanan di meja dan melahapnya. Tante Su juga segera pergi meninggalkan Quinn sendirian di rumahnya. Quinn yang merasa aman di sana memutuskan untuk segera mengabiskan makanannya agar bisa segera istirahat di dalam kamar itu. Detik itu Quinn masih belum sadar. Kalau ternyata dia terdampar di pulau terpencil yang sangat jauh dari tempat tinggalnya.