Alana Xaviera merasa seperti sosok yang terasing ketika pacarnya, Zergan Alexander, selalu terjebak dalam kesibukan pekerjaan.
Kecewa dan lapar akan perhatian, dia membuat keputusan nekad yang akan mengubah segalanya - menjadikan Zen Regantara, pria berusia tiga tahun lebih muda yang dia temui karena insiden tidak sengaja sebagai pacar cadangan.
"Jadi, statusku ini apa?" tanya Zen.
"Pacar cadangan." jawab Alana, tegas.
Awalnya semua berjalan normal, hingga ketika konflik antara hati dan pikiran Alana memuncak, dia harus membuat pilihan sulit.
📍Membaca novel ini mampu meningkatkan imun dan menggoyahkan iman 😁 bukan area bocil, bijak-bijaklah dalam membaca 🫣
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Red_Purple, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15 : TCB
David dan Amara merasa sangat gembira mendengar jawaban Zergan. Mereka bisa melihat kesungguhan diwajah Zergan saat mengatakannya.
"Tapi tolong rahasiakan ini dulu dari Alana, Om, Tante. Saya ingin memberikan kejutan untuk Alana saat melamarnya nanti," ucap Zergan.
Baik David maupun Amara tidak ada yang keberatan, mereka mengangguk setuju dan sama sekali tidak mempermasalahkan tentang itu.
"Tentu, kami menyerahkan semuanya padamu, Zergan." ucap David. "Tolong bahagiakan putri kami."
"Saya pasti akan membahagiakan Alana, Om." Zergan menatap jam dipergelangan tangannya. "Sudah jam setengah sepuluh malam tapi Alana belum juga pulang, sebaiknya saya coba cari keluar. Saya khawatir terjadi sesuatu dengannya,"
Amara mengangguk setuju, "Tante akan coba telefon semua teman-temannya. Nanti kalau dapat kabar, Tante pasti langsung kabarin kamu."
-
-
-
Alana merasa dirinya seperti terjebak di ruang yang gelap tanpa jendela. Rasa jenuh itu tumbuh perlahan-lahan ketika Zergan jarang menemui ataupun sekedar untuk memberikan kabar. Sampai dia tidak lagi tahu di mana batas antara cinta dan kebosanan. Hingga akhirnya, kehadiran Zen telah merubah segalanya.
Malam itu, entah terbawa emosi atau kekecewaan yang mendalam saat dia meminta Zen untuk menjadi pacar cadangannya, dan hari berikutnya Zen benar-benar menerima tawarannya. Hampir setiap hari Zen mengajaknya keluar, membawanya ke tempat-tempat yang menyenangkan, dan tanpa sadar dia mulai terbiasa dengan kehadiran pria itu disampingnya.
Tapi, apa yang Zen katakan malam ini? Pria itu ingin mengakhiri hubungan dengannya? Alana menggelengkan kepalanya tak percaya, sikap Zen berubah setelah bertemu dengan Jessica. Mungkinkah Zen menaruh perasaan pada Jessica hingga ingin mengakhiri hubungan dengannya?
Alana memutuskan untuk keluar dari kamar setelah dia selesai membersihkan diri dan mengganti pakaiannya dengan pakaian milik kakak Zen. Langkah lebarnya membawanya kedepan kamar yang ada di lorong paling ujung, satu tangannya terangkat dan mengetuk pintu itu dengan keras.
"Zen, buka pintunya! Kita harus bicara." panggil Alana dengan suara keras, takut Zen tidak mendengar karena derasnya suara hujan diluar sana.
Didalam kamar, Zen yang sedang duduk santai di atas ranjang segera mengalihkan pandangannya dari layar ponselnya dan menatap pada pintu kamarnya yang tertutup rapat. Dia sudah menduga jika Alana pasti akan datang untuk mencarinya.
Zen meletakkan ponselnya diatas nakas, bergegas turun dari atas ranjang dan membuka pintu kamarnya. Tangan Alana yang hendak mengetuk pintu itu kembali akhirnya tertahan, menurunkan secara perlahan dengan tatapan tertuju pada wajah Zen yang masih menatapnya dengan tatapan dingin.
"Kita harus bicara." tekan Alana, menahan gemuruh didalam hatinya.
Zen mengangkat kedua alisnya, bersandar pada sisi pintu dengan kedua tangan yang dilipat di dada. "Aku dengarkan,"
"Sebenarnya ada apa denganmu, Zen?Sikapmu berubah sejak bertemu dengan Jessica, dan tiba-tiba kamu ingin mengakhiri hubungan denganku. Kamu menyukai Jessica?" tanya Alana dengan suara lantang.
Zen menghela napas berat, sebenarnya Alana ini benar-benar tidak paham atau hanya pura-pura tidak paham. Apa perlu dia menunjukkannya lebih terang-terangan supaya Alana tahu tentang perasaannya yang sebenarnya. Jika dia ingin lebih dari sekedar pacar cadangan bagi Alana, ingin menjadi milik Alana satu-satunya.
"Jessica cantik, energik, dan yang pasti dia lebih seksi dari kamu. Tentu saja aku menyukainya." ucap Zen, dia berusaha menahan tawanya begitu melihat ekspresi wajah Alana saat dia memuji Jessica.
"Lagipula, kita sudah punya kesepakatan jika hubungan kita ini hanya untuk sekedar kesenangan. Dan sekarang aku sudah bosan denganmu, aku ingin mengejar Jessica yang jelas-jelas menyukaiku dan tidak akan menjadikanku hanya sebagai pacar cadangan." ungkap Zen terang-terangan.
Kedua tangan Alana terkepal disisi dengan sorot mata campuran antara kesal dan perasaan bersalah. Jujur, hatinya yang dulu kering mulai terisi oleh kehadiran Zen, meskipun dia selalu menyembunyikannya di balik label pacar cadangan. Dan sekarang Zen malah mengatakan bosan dengannya.
"Meskipun cadangan, tapi kamu tetap masih pacarku. Jadi tidak seharusnya kamu memuji wanita lain didepanku!" bentak Alana, air mata mulai menggenang di kedua bola matanya.
"Pacar?" ulang Zen, dia menurunkan tangannya dan menarik tangan Alana.
Pintu kamar tertutup rapat dengan Zen yang membawa Alana masuk kedalam kamarnya, mendorong pelan tubuh wanita itu hingga jatuh terlentang di atas ranjang. Perlahan, Zen ikut naik dan mengungkung tubuh Alana.
"Sekali lagi aku akan bertanya. Statusku ini apa bagimu?" bisik Zen, dia bertanya dengan nada yang menyakitkan.
Alana membeku dibawah kungkungan Zen. Malam ini terasa terlalu tenang dengan pandangan Zen yang terlalu dalam. Pertanyaan itu seakan menjadi jawaban atas apa yang dia pikirkan, jika Zen menginginkan hubungan lebih dari sekedar pacar cadangan.
Ini salah, tapi Alana sadar jika dia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Zen disisinya. Waktu dan perhatian yang Zen berikan, mampu merubah sesuatu yang dia sebut sebagai kesenangan menjadi benih-benih cinta.
Satu tangan Alana terangkat, menyentuh wajah Zen untuk pertama kalinya sejak mereka menjalin hubungan. Membiarkan tatapan mereka saling beradu dalam diam.
"Zen, aku..."
Hati Alana mulai bimbang, haruskah dia melupakan kebersamaannya dengan Zen dan kembali ke lengan Zergan yang dia cintai tapi selalu sibuk dengan pekerjaannya. Atau dia harus mengambil risiko untuk mengejar cinta yang sesungguhnya dengan Zen, pria yang membuat hatinya kembali hidup.
"Baiklah, aku tidak akan memaksa kamu untuk menjawabnya. Kita akhiri saja hubungan kita ini, Alana." ungkap Zen penuh kecewa yang tidak bisa dia sembunyikan lagi diwajahnya.
"Ah, Zen!" Alana menahan bahu Zen saat pria itu hendak bangun dari atas tubuhnya, mengangkat sedikit kepalanya. Dan dalam sekali gerakan bibirnya sudah menempel dibibir Zen.
-
-
-
Hujan deras masih mengguyur kota meski jam sudah menunjukkan hampir pukul dua belas malam. Zergan menepikan mobilnya ditepian jalan setelah dia mencari kesana-kemari tapi tetap tidak menemukan keberadaan Alana. Tante Amara juga sudah mengabarinya, jika wanita itu sudah menelfon semua teman-teman Alana tapi tidak ada satupun dari mereka yang melihat keberadaan kekasihnya itu.
"Alana, sebenarnya kamu dimana sayang?"
Zergan menyalakan kembali layar ponselnya dengan perasaan cemas yang terus mendera. Dia mencoba melakukan panggilan kembali pada nomor Alana, tapi yang terdengar hanya suara operator.
-
-
-
Bersambung....
mo komen di paragrap gak bisa,, lagi repisi katanya🤧🤧
gonjang-ganjing hubungan
selamat berpusing ria ya lana 😂
Kalo zergan, Dateng lagi Jan diterima ya rin.dia ngebuang kelean sebegitu enaknya
sory ini ya Alana Mungin agak jahat. tapi Karin cerita aja dech.
biar bisa dapet selotip yang baek