Nayla hidup dalam pernikahan penuh luka, suami tempramental, mertua galak, dan rumah yang tak pernah memberinya kehangatan. Hingga suatu malam, sebuah kecelakaan merenggut tubuhnya… namun tidak jiwanya.
Ketika Nayla membuka mata, ia terbangun di tubuh wanita lain, Arlena Wijaya, istri seorang pengusaha muda kaya raya. Rumah megah, kamar mewah, perhatian yang tulus… dan seorang suami bernama Davin Wijaya, pria hangat yang memperlakukannya seolah ia adalah dunia.
Davin mengira istrinya mengalami gegar otak setelah jatuh dari tangga, hingga tidak sadar bahwa “Arlena” kini adalah jiwa lain yang ketakutan.
Namun kejutan terbesar datang ketika Nayla mengetahui bahwa Arlena sudah memiliki seorang putra berusia empat tahun, Zavier anak manis yang langsung memanggilnya Mama dan mencuri hatinya sejak pandangan pertama.
Nayla bingung, haruskah tetap menjadi Arlena yang hidup penuh cinta, atau mencari jalan untuk kembali menjadi Nayla..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erunisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
Nayla kembali terlelap dipelukan Davin, meskipun Davin merasa tangannya kebas, tapi kali ini Davin merasa senang, karena kali ini Davin benar-benar merasa dibutuhkan oleh istrinya.
Entah apa mimpi yang dialami Arlena, Davin juga sebenarnya penasaran, tapi Davin akan menunggu waktu yang tepat untuk bertanya.
Setelah dipastikan Arlena terlelap, Davin memperbaiki posisi tidurnya dan membawa tubuh Arlena kedalam pelukannya, Davin merasakan kehangatan yang sudah lama tidak dia dapatkan.
Pagi harinya, Arlena membuka mata, dan pemandangan yang dia lihat adalah wajah suaminya, Nayla memandang wajah Davin yang menurut Nayla sangat sempurna, "Ternyata seperti ini rasanya, bangun pagi, langsung menatap pria tampan." kata Nayla didalam hati, tapi tangannya meraba pipi Davin, Nayla merasa sangat beruntung, "Entah siapa semalam yang mendorongku, tapi aku beruntung karena aku kembali ke tubuh Arlena, kalau tidak? Pasti gagal semua rencana balas dendamku." Nayla terus meracau didalam hati sambil memandang wajah Davin.
"Sudah puas melihatnya?" tanya Davin yang masih dengan mata terpejam, Nayla tentunya kaget dan langsung menarik tangannya dari wajah Davin, namun Davin menarik kembali tangan Arlena dan meletakkannya didadanya.
"kenapa dilepas hem? Tubuh ini, hati ini, cinta ini, milik kamu semuanya." kata Davin yang membuat Nayla malu sendiri, apalagi Nayla ketahuan meraba-raba wajah Davin.
"Mas, aku keluar dulu, aku buatkan sarapan yah?" kata Nayla yang ingin segera kabur dari Davin.
"Sudah ada kan yang bertugas membuat sarapan?" jawab Davin yang mempererat pelukannya.
"Mas, kamu harus berangkat ke kantor loh, nanti kesiangan." Arlena mencoba melepaskan diri dari Davin.
"Aku bos-nya, siapa yang mau marahin aku kalau aku terlambat?"
Sebenarnya, Arlena hanya takut terjadi serangan fajar, mengingat tingkat sensitif suaminya yang sangat sangat sensitif.
"Mas.."
"Biarkan seperti ini saja dulu, nanti siang kita ke Bandara." jawab Davin.
"Bandara?" tanya Arlena.
"Iya, kita jemput Kanaya sama Ayah." jawab Davin.
Nayla sudah tahu kalau adik dan ayah mertuanya ada di luar negeri, tapi untuk keperluan apa, Nayla tidak tahu, di ponsel dan di laptop milik Arlena sangat minim informasi tentang keluarga Davin, Nayla juga kadang heran, sebenarnya Arlena ini wanita seperti apa, sangat dicintai suami dan anaknya, bahkan ibu mertuanya, tapi Arlena ini seperti manusia kurang bersyukur.
Nayla juga bingung nanti harus bersikap seperti apa ke adik ipar dan ayah mertuanya, karena ini adalah momen pertama kali Nayla bertemu mereka.
"Tolong nanti siapkan makanan untuk istriku, diantar saja ke kamar, kalau masih tidur, jangan di ganggu." Davin memberi perintah ke pelayan, sedangkan dia sendiri sudah rapih dan siap ke kantor dan juga mengantar Xavier ke sekolah, tadinya Davin tidak ke kantor, tapi tiba-tiba ada pekerjaan yang mengharuskan ke kantor.
"Mama mana pah?" tanya Xavier yang hanya melihat papahnya.
"Mama masih tidur, jangan di ganggu, nanti yang jemput sekolah juga papa, mamah lagi capek, okey?"
Xavier mengangguk mendengar perintah papahnya.
Pelayan saling berbisik, karena tumben sekali Tuan rumah meminta mereka mengantar makanan, memang sudah biasa Arlena bangun siang, tapi biasanya Tuan mereka tidak seperhatian ini.
Nayla membuka mata, dan merasakan ada cahaya masuk ke kamarnya, dan saat itu juga Nayla merasa ada yang membuka pintu kamar, Nayla merasa panik, karena Nayla ingat dia belum menggunakan pakaian.
"Selamat pagi Nyonya, saya mengantar sarapan." mendengar suara pelayan, semakin membuat Nayla panik, dan langsung mengubah posisinya menjadi setengah duduk.
Nayla semakin panik karena kondisi kamarnya berantakan, bahkan pakaian miliknya dan milik Davin masih berserakan, Nayla merasa sangat malu dengan pelayan yang masuk ke kamarnya.
"Sudah disitu saja, kamu boleh keluar." kata Arlena.
"Baik nyonya, pesan dari Tuan, beliau ke kantor sebentar, dan katanya nanti menjemput anda sekalian ke Bandara, pukul sebelas."
Nayla hanya mengangguk dan merasa sangat malu sekali, didalam hati, Nayla mengumpat, gara-gara awalnya tidak diperbolehkan bangun dan berujung pergulatan yang menyebabkan Nayla kembali tertidur sampai akhirnya kesiangan.
Nayla meraih ponselnya dan ternyata waktu sudah menunjukan pukul sembilan, "Dasar Davin kurang ajar!" kata Nayla sambil menggenggam erat ponselnya.
Setelah merasa emosinya sudah mulai membaik, Nayla mulai membereskan kamarnya, memungut pakaian yang berserakan dan Nayla langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
"Dasar mesum, maniak." kata Nayla sambil melihat pantulan wajahnya di cermin, begitu banyak tanda merah di leher sampai dadanya.
"Gimana ceritanya ini begini." Nayla menutup tanda merah dengan foundation.
"Untung kaya, kalau miskin banyak gaya begini, ngga bisa dibayangkan." Nayla masih terus mengumpat.
Pintu kamarnya di ketuk dari luar, Nayla melihat jam dan masih kurang setengah jam dari waktu yang ditentukan oleh Davin.
"Nyonya, ada tamu yang mencari Nyonya." gerakan Nayla terhenti sejenak, selama menjadi Arlena, baru kali ini ada yang mencarinya.
"Siapa?" jawab Nayla.
"Tuan Rama." Nayla terpaku, ayahnya mencarinya, dan Nayla tidak tahu apa tujuannya.
"Benarkah hanya di pancing nama, pria tua itu langsung datang kesini? Penjagaan rumah ini sangat ketat, bisa dia masuk?" Nayla sangat penasaran.
"Minta dia tunggu sebentar." jawab Nayla.
Nayla memperbaiki riasan dan juga pakaiannya, lalu keluar kamar dan bersiap menemui Rama.
"Ada angin apa yang membawa Tuan Rama datang kesini?" tanya Arlena saat duduk di hadapan Rama.
Rama memperbaiki posisi duduknya sebelum menjawab pertanyaan Arlena.
"Hal pribadi dan sepertinya perlu dibicarakan secara pribadi, tidak mudah membuat janji dengan nyonya Davin, jadi saya memutuskan datang ke kediaman, meskipun aturannya juga sedikit membuat hampir putus asa." jawab Rama.
"Langsung saja ke tujuannya Tuan, kebetulan saya ada acara." kata Arlena.
"Baiklah, saya hanya ingin berbicara, seharusnya, seperti Nyonya Davin ini tidak mengenal orang seperti Nayla Pratiwi karena..."
"Karena apa? Karena mereka miskin? Atau mungkin karena nasib Nayla yang begitu malang? ditinggal ayahnya demi menjadi ayah anak orang lain?"
Rama terdiam, Rama tidak menyangka Arlena mengetahui sedetail ini, Rama tadinya hanya mengira Arlena tahu Nayla tapi bukan berarti tahu rahasianya.
"Nasib Nayla ini sungguh malang, ditinggal ayahnya saat masih membutuhkan sosok ayah, katanya si ayahnya meninggal, tapi ternyata ayahnya masih sehat dan sekarang menjadi keluarga cemara untuk anak yang lain,kira-kira kalau Nayla tahu atau mungkin ibu Farida tahu, bagaimana reaksi mereka?" kata Arlena dengan wajah mengejek ke arah Rama.
"Seharusnya sebagai nyonya Davin, anda tidak perlu ikut campur urusan orang lain." kata Rama dengan tegas.
"Yah, memang seharusnya seperti itu, tapi sebagai seorang sahabat dari Nayla, sepertinya saya tidak bisa diam saja, setidaknya ada harga yang harus anda bayar atas penderitaan Nayla, dan juga ibu Farida."
"lebih baik kamu tidak usah ikut campur! Atau saya akan mencelakai Nayla terlebih dahulu!" Rama mengancam Arlena.
"Boleh juga, akan saya bawa kamu ketemu Nayla!" Arlena tidak takut sama sekali.
"Ancaman saya tidak main-main!" kata Rama.
"Saya juga tidak main-main, lebih baik anda sekarang keluar!" Arlena meninggikan suaranya dan kemudian pergi meninggalkan Rama begitu saja.
Nayla merasa sangat sakit hati, karena ayahnya tidak terima ada yang mengucap namanya, Nayla merasa sungguh miris, hidupnya tidak diharapkan oleh ayahnya, Edo juga dulu tidak menerimanya sebagai istri dengan baik.
"Akan aku balas kalian semua!" kata Nayla dengan yakin,