Jaka, seorang siswa SMA yang biasa-biasa saja, seketika hidupnya berubah setelah ia tersambar petir. Ia bertemu dengan makhluk asing dari dunia lain, hingga akhirnya memahami bahwa di dunia ini ada kekuatan yang melebihi batas manusia biasa. Mereka semua disebut Esper, individu yang mampu menyerap energi untuk menembus batas dan menjadi High Human. Ada juga yang disebut Overload, tingkatan yang lebih tinggi dari Esper, dengan peluang mengaktifkan 100% kemampuan otak dan menjadi Immortal.
Lalu, takdir manakah yang akan menuntun Jaka? Apakah ia akan menjadi seorang Esper, atau justru seorang Overload?
Ikuti perjalanannya dalam kisah Limit Unlock.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jin kazama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Tantangan Terbuka
Bab 15. Tantangan Terbuka
Kota Nusantara.
Malam itu, cuaca di langit sedang mendung. Suara gelegar petir sekali terdengar, dan tidak lama kemudian, tetes demi tetes air hujan mulai turun, membasahi kehidupan di tengah kesibukan orang-orang yang berlalu-lalang.
Di bawah Kota Nusantara, ada lagi kota-kota kecil lainnya. Di antaranya Kota Blue Star, Fajar, Awan, Angin, dan terakhir adalah Kota Berlian.
Kali ini, mari berfokus ke Kota Blue Star.
Di wilayah barat, berdirilah sebuah kediaman yang sangat megah dan mewah, dikelilingi oleh tembok tinggi dan pagar besar. Kediaman tersebut terlihat paling mencolok jika dibandingkan dengan kediaman-kediaman lain yang lebih kecil dan sederhana.
Di atas pagar, ada sebuah plakat nama yang sangat mencolok dengan ukiran “Kediaman Keluarga Pratama.”
Di salah satu sudut ruangan kediaman keluarga itu, seorang pemuda saat ini terbaring lemah dengan wajah bengkak dan beberapa tulang yang patah. Sementara itu, di sekitarnya ada seorang pria paruh baya dan juga tiga orang pemuda masing-masing berusia 21 tahun, 24 tahun, dan 27 tahun.
Tidak lama kemudian, suara pria paruh baya itu menggema. Nadanya tidak keras, namun dari getaran suaranya terdengar bahwa dirinya sedang menahan amarah. Aura dominan dari seorang kepala keluarga juga terpancar dari tubuhnya. Dialah Gunawan Pratama, sang pemimpin keluarga sekaligus pemilik Pratama Grup.
“Adit! Dasar bodoh! Lihatlah dirimu. Bukan hanya kalah bertarung dan kehilangan dua puluh persen saham, kondisimu saat ini juga sangat menyedihkan,” ucapnya dengan tajam.
Lalu, ia melanjutkan:
“Dan yang paling mengecewakan adalah... kau kalah dari salah satu keturunan keluarga Surya, keluarga yang selama ini merupakan saingan bisnis keluarga kita!”
Nada suaranya naik satu oktaf, dan semakin lama semakin meninggi seiring dengan meledaknya amarah yang memenuhi dadanya hingga terasa sesak.
Adit yang dibentak dan dimarahi oleh ayahnya hanya bisa diam dan menundukkan kepala. Dirinya tidak memiliki komentar apa pun untuk melakukan pembelaan.
Terlepas dari itu semua, dia menyalahkan kelemahannya sendiri. Ia yakin, dengan hilangnya saham, maka saat itu juga kepercayaan ayahnya akan hilang, dan prestisenya di dalam bisnis keluarga di masa depan secara otomatis juga akan terpengaruh.
Setelah menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan, Gunawan pun mulai menenangkan diri.
“Lupakan. Istirahatlah dengan baik. Mulai sekarang, kau dilarang keluar rumah selama satu bulan. Menyangkut hal-hal lainnya, biar para kakakmu yang membereskannya,” ucapnya dingin sambil berbalik untuk keluar dari ruangan.
Gunawan memiliki tiga anak lainnya selain Adit. Dia adalah anak termuda atau anak keempat. Anaknya yang pertama bernama Reno (27 tahun), yang kedua Rendra (24 tahun), dan yang ketiga Rendy (21 tahun).
Sebelum benar-benar pergi, langkahnya terhenti tepat di ambang pintu. Kepalanya sedikit menoleh, matanya menyipit menatap ke arah putra ketiganya.
Selanjutnya, Gunawan mulai memberi perintah dengan tegas.
“Rendy! Bereskan kekacauan yang dilakukan oleh adikmu! Jika kau berhasil merebut kembali wilayah yang hilang, maka semua wilayah dan dua puluh persen saham yang menjadi haknya sebelumnya akan menjadi milikmu.”
Mendengar itu, seketika mata Rendy berbinar. Sementara itu, untuk Reno dan Rendra, ekspresi keduanya menjadi sangat jelek. Dengan tambahan dua puluh persen saham dari si bungsu yang gagal dalam duel wilayah, maka secara otomatis Rendy memiliki kemampuan untuk bersaing dalam perebutan posisi pemimpin keluarga selanjutnya.
Meskipun begitu, keduanya sama sekali tidak berani mengajukan keluhan sedikit pun, karena aturan keluarga Pratama adalah bersaing satu sama lain untuk mendapatkan kandidat terbaik.
Namun, tidak disangka-sangka, kata-kata yang keluar dari mulut Gunawan selanjutnya memberi mereka berdua secercah harapan.
“Dan tentu saja, jika Rendy gagal, kalian berdua bisa bersaing satu sama lain,” kata Gunawan, sementara ekor matanya beralih ke arah dua putranya yang lain.
Di sisi lain, tangan Rendy mulai terpal dengan erat. Bukan karena marah, tetapi karena adrenalinnya terpacu. Semangat bersaingnya langsung bangkit.
Jelas, misi yang dijalankannya kali ini tidak sederhana. Itu memiliki bobot berat yang bisa menaikkan statusnya di dalam keluarga.
Akhirnya, dengan nada tegas penuh kepercayaan diri, dia berkata kepada sang ayah:
“Jangan khawatir, Ayah! Tugas ini akan kuselesaikan!”
Mendengar itu, Gunawan mengangkat sudut bibirnya. Melihat anak-anaknya penuh semangat persaingan untuk melakukan yang terbaik benar-benar membuatnya merasa puas.
“Hm... Mari kita lihat hasilnya nanti,” jawabnya sambil melangkah pergi meninggalkan ruangan.
...◦~●❃●~◦...
Di tempat lain, di sebuah vila mewah.
Saat ini, berkumpul sekitar sebelas orang. Mereka semua tampak membicarakan hal yang begitu serius. Di tengahnya ada sebuah meja besar yang terdapat berbagai macam makanan ringan dan juga minuman rendah alkohol.
Sebelas orang itu tidak lain adalah Jaka, Rama, Ali, Yudha, serta para anggota lainnya dari geng RPJ. Sederhananya, ini bisa dikatakan sebagai pertemuan resmi mereka untuk pertama kalinya.
“Dari saham yang dia miliki, jadi wilayah mana saja yang kita kuasai? Dan yang paling penting, berapa banyak keuntungan yang bisa kita dapatkan?” tanya Jaka ingin tahu.
Rama yang mendengarnya langsung menjelaskan:
“Adit berasal dari keluarga Pratama. Keluarganya memiliki perusahaan investasi bernama Pratama Group. Setelah mengalahkannya, kita berhasil mendapatkan dua puluh persen saham dalam bentuk wilayah. Ada empat wilayah yang berhasil kita klaim: yang pertama adalah kafe dan rest area, yang kedua supermarket, yang ketiga warnet, dan yang keempat adalah bangunan ruko pasar seluas setengah hektar. Jika semuanya digabungkan dan dihitung secara kasar, maka per bulan kita bisa mendapatkan sekitar satu miliar rupiah. Lumayanlah,” kata Rama dengan santai.
Seketika mata Jaka langsung terbelalak lebar. Saking terkejutnya, ia sampai menelan ludah. Tak pernah terbayangkan jika keuntungannya sebesar itu. Tetapi yang paling membuatnya terkejut adalah, di mata Rama dan teman-temannya yang lain, angka itu sama sekali tidak membuat mereka bergeming.
“Sial! Apakah angka satu miliar itu di mata mereka semua uang receh?” batin Jaka dalam hati.
Namun, demi menjaga wibawanya, di permukaan ekspresinya sangat tenang, bahkan terkesan acuh tak acuh. Tapi tiba-tiba ia memikirkan satu variabel lain, sehingga menimbulkan satu pertanyaan.
“Jika Adit kalah, apakah pihak di belakangnya tidak akan mengambil tindakan?”
Meskipun belum mengenal dunia orang kaya terlalu dalam, tapi satu hal yang ia pahami: mereka memiliki harga diri yang sangat tinggi. Tindakan mereka semua pasti melukai harga diri keluarga Pratama, dan untuk itu, cepat atau lambat mereka pasti akan menghadapi balas dendam.
Maka dari itu, Jaka buru-buru bertanya kepada Rama:
“Rama, aku ingin tahu, apakah Adit memiliki saudara? Dengan kemenangan kita kali ini, apakah tidak ada pihak lain yang akan membalas dendam?”
Mendengar itu, ekspresi Rama berubah menjadi serius.
“Hal inilah yang ingin aku jelaskan padamu, Bos. Kita harus bersiap-siap untuk menerima pembalasan dari para saudara Adit yang lain.”
Kemudian mengalirlah penjelasan Rama tentang silsilah keluarga Pratama yang memiliki empat anak laki-laki, dan kebetulan Adit adalah yang termuda di antara mereka. Sedangkan untuk tiga sisanya, Jaka mengetahui nama mereka adalah Reno, Rendra, dan Rendy.
“Jadi maksudmu, dalam waktu dekat ini, entah siapa pun itu, kita pasti akan berurusan dengan salah satu dari ketiganya, begitu, kan?” tanya Jaka memastikan.
Sebagai tanggapan, Rama mengangguk. Dan kali ini, bukan hanya Rama, tetapi sembilan orang lainnya juga ikut mengangguk menyetujui.
Setelah mendapat kepastian, sebuah senyum kecil langsung terukir di sudut bibirnya.
“Haha! Bahkan jika kita tetap diam dan tidak mengambil tindakan apa pun, pada akhirnya pihak lainlah yang akan mengambil inisiatif! Hehe... Ini menarik. Semuanya, dengarkan instruksiku...” kata Jaka. Matanya yang tajam mulai menatap sekeliling.
Semua orang secara refleks langsung memperbaiki posisi duduk mereka. Kesepuluh orang itu siap mendengarkan perintah, karena ini akan menjadi debut pertama bagi geng RPJ.
Tidak lama kemudian, suara Jaka pun mulai kembali terdengar.
“Kita semua adalah geng RPJ, sang raja penguasa jalanan. Dan sebagai raja, jika ingin mendominasi, kita harus menunjukkan seberapa besar kekuatan kita. Kita harus menunjukkan bahwa wilayah yang sudah kita miliki tidak bisa disentuh dengan sembarangan.”
Kemudian mata Jaka beralih ke arah Rama.
“Rama, kau punya nomor Adit, bukan? Segera hubungi dia, katakan padanya... Tidak peduli siapa pun yang datang dari keluarga Pratama, mau satu per satu atau datang bersama sekaligus, kami, geng RPJ, siap menyambut kalian kapan saja!” ucapnya menggelegar.
Ini adalah tantangan terbuka.
Sebuah provokasi terang-terangan.
Di saat yang sama, ia segera membuka seratus segelnya.
Dan...
“BOOM!”
Fluktuasi energi yang begitu dahsyat segera menyebar ke segala arah. Di saat yang sama, gravitasi tingkat tinggi langsung turun dan menekan tubuh semua orang hingga tidak dapat bergerak sedikit pun.
Dalam sekejap mata, semua orang merasakan teror. Oksigen seolah membeku, membuat mereka semua begitu kesulitan untuk bernapas. Hanya dalam waktu singkat, mereka jatuh dalam kondisi kritis, seolah berada di depan gerbang antara hidup dan mati.
Kemudian...
“ZAAP!”
Jaka kembali menarik auranya dan kembali menyegel kekuatannya. Gravitasi langsung menghilang. Tekanan seberat gunung yang menindih semua orang juga langsung terangkat. Seketika tatapan mereka dipenuhi oleh kelegaan yang luar biasa.
Oksigen yang sebelumnya seolah berhenti kini kembali beredar, sehingga mereka segera menghirupnya dengan rakus.
Dari awal hingga akhir, sebenarnya tekanan itu tidak berlangsung lama, hanya tiga detik. Namun, tiga detik itu, bagi Rama dan yang lainnya, bagaikan berdiri di atas benang tipis, sedangkan di bawah mereka adalah jurang pembatas antara kehidupan dan kematian.