NovelToon NovelToon
Mencari Suami Untuk Mama

Mencari Suami Untuk Mama

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Single Mom / Anak Genius / Hamil di luar nikah / Anak Kembar / Crazy Rich/Konglomerat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Alesha Aqira

Alia adalah gadis sederhana yang hidup bersama ibu kandungnya. Ia terjebak dalam kondisi putus asa saat ibunya jatuh koma dan membutuhkan operasi seharga 140 juta rupiah.

Di tengah keputusasaan itu, Mery, sang kakak tiri, menawarkan jalan keluar:

"Kalau kamu nggak ada uang buat operasi ibu, dia bakal mati di jalanan... Gantikan aku tidur dengan pria kaya itu. Aku kasih kamu 140 juta. Deal?"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alesha Aqira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15 MSUM

"Iya, mereka kembar. Nama kakaknya Arel Aditya Mahendra , dan adiknya Alya Aditya Mahendra. Mereka bersekolah di TK Kencana," Ucap Diego sambil memperlihatkan berkas tentang kedua anak kembar itu .

Namun, di tempat lain, suasana terasa jauh berbeda. Ketegangan menggelayuti wajah Mery yang gelisah, langkah-langkahnya mondar-mandir di dalam ruangan seolah pikirannya penuh oleh kekhawatiran yang berat.

"Gawat... ternyata Leonardo mulai menyelidiki tentang anak-anak Alia," gumam Mery dengan suara rendah, nyaris seperti bisikan pada dirinya sendiri. "Aku tidak bisa membiarkan mereka menemukan fakta sebenarnya… bahwa Leonardo adalah ayah dari anak-anak Alia."

Wajah Mery memucat. Tangannya mengepal, menunjukkan gejolak batin yang ia coba tahan.

"Leonardo itu... dia punya insting yang kuat. Kalau dia sudah mulai curiga, dia pasti akan terus menggali sampai menemukan kebenarannya." Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri, namun suara hatinya makin panik.

"Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi. Tidak boleh. Kalau Leonardo tahu kebenarannya, semuanya akan hancur. Aku… aku bisa kehilangan segalanya."

Bayangan wajah Alia melintas di benaknya—tersenyum dengan tatapan merendahkan.

"Alia pasti akan mentertawakan aku... dia akan puas melihat aku dicampakkan. Aku nggak sanggup kalau itu sampai terjadi. Aku harus menggagalkan rencana Leonardo, bagaimanapun caranya!"

Tak lama kemudian, terdengar suara dari arah ruangan Leonardo. Mery mendekat, mencoba mencuri dengar pembicaraan yang berlangsung.

"Suruh TK itu melakukan tes DNA dan ambil sampel darah setelah kamu pulang kerja nanti," perintah Leonardo dengan suara tegas namun penuh perhitungan.

"Pak, Anda akan melakukan tes DNA?" tanya bawahannya, sedikit terkejut.

"Iya. Aku harus melakukannya. Karena... entah kenapa, ketika melihat anak itu... seperti ada ikatan yang tak bisa kujelaskan. Seolah... aku mengenalnya."

"Baik, Pak. Akan saya laksanakan."

"Hem..."

"Kalau begitu, saya permisi dulu."

"Hem..."

Mery yang sejak tadi berdiri diam di dekat pintu, langsung berlari terbirit-birit menjauh dari ruangan. Wajahnya tegang, napasnya memburu.

"Tidak! Leonardo akan melakukan tes pada anak itu... Aku tidak bisa membiarkan hal ini terjadi. Informasi itu tidak boleh sampai terbongkar!"

____

Sore itu, di halaman TK Kencana, Arel dan Alya berdiri bersama teman-temannya yang sudah mulai dijemput oleh orang tua masing-masing. Mereka tampak lelah, terutama Alya yang wajahnya masih sembab karena habis menangis.

Tiba-tiba, terdengar suara lembut dari arah pagar.

"Alya! Arel!"

Kedua anak itu menoleh cepat, lalu mata mereka berbinar.

"Mama!" seru mereka bersamaan.

"Tumben, Ma, Mama yang jemput," ucap Arel, memiringkan kepala dengan ekspresi bingung namun senang.

Mery tersenyum, berusaha tampak hangat. "Hehe... Kalian ini. Mama kebetulan ada waktu luang hari ini, jadi Mama sempat jemput kalian."

Namun pandangannya segera tertuju pada Alya yang tampak murung.

"Alya, ada apa, Nak? Kenapa kamu terlihat sedih?"

Arel menjawab cepat, seolah melindungi adiknya, "Ma, tadi di sekolah ada tes kesehatan. Kami semua disuntik dan diambil darah. Makanya Alya menangis... Alya takut sama jarum suntik."

"Astaga... Kasihan sekali anak Mama... Mana, sini, yang sakit, biar Mama lihat."

Alya menunjuk lengannya yang masih ada bekas plester kecil. Mery berjongkok, memeriksa dan mencium bekas suntikan itu.

"Aduh, sayang banget anak Mama ini. Tapi sekarang sudah nggak sakit, kan? Hus hus hus... Nah, rasa sakitnya sudah hilang. Jangan menangis lagi ya. Alya kan anak Mama yang kuat. Nanti Mama beliin es krim, deh, supaya Alya nggak sedih lagi."

"Mama! Aku juga mau es krim!" sela Arel dengan mata berbinar.

"Iya, Arel juga dong!" tambah Alya cepat.

Mery tertawa kecil, meski dalam hatinya tetap waspada. "Iya, iya... Ayo sekarang kita pulang."

"Ayo, Mama!" seru keduanya penuh semangat, memegang tangan Mery di kanan dan kiri.

Sementara itu, di dalam mobil pengawasan yang diparkir di depan TK Kencana, seorang pria mengangkat walkie-talkie dan melaporkan,

"Pak Leonardo, anak-anak itu sudah dijemput oleh ibu mereka dan dibawa pulang."

"Baik. Tetap awasi. Beri aku kabar kalau ada hal mencurigakan," jawab Leonardo dari seberang.

"Siap, Pak."

____

"Pak Leonardo, hasil tes DNA-nya sudah keluar," lapor Diego dengan nada serius, menyerahkan sebuah map cokelat yang tampak tebal dan resmi.

Leonardo yang duduk di balik meja kerjanya langsung mengangkat kepalanya, menatap map itu sejenak. Wajahnya tegang. "Bagaimana hasilnya?" tanyanya, meskipun dalam hati ia sendiri merasa ragu untuk mendengarnya.

"Silakan Bapak cek sendiri," jawab Diego sopan, sedikit menunduk saat menyodorkan map tersebut.

Dengan gerakan cepat namun tangan yang sedikit gemetar, Leonardo mengambil map itu. Ia menarik napas dalam-dalam, seolah sedang mempersiapkan diri untuk menghadapi kenyataan yang selama ini mengganggu pikirannya. Jantungnya berdebar lebih cepat, seperti tahu bahwa sesuatu yang besar akan segera ia ketahui.

Saat lembaran pertama dibuka, matanya langsung tertuju pada hasil akhir tes:

Negatif.

Matanya terpaku, seolah sulit menerima apa yang baru saja ia baca. Suasana hening, hanya suara detak jarum jam di dinding yang terdengar.

"Negatif..." gumamnya pelan. Kata itu terasa berat. Meski hasilnya sejalan dengan logika, hatinya tetap bergetar.

"Kenapa rasanya seperti ini... hatiku berdenyut aneh saat membaca hasilnya. Seolah… ada sesuatu yang hilang, padahal hasil ini masuk akal." Ia menutup map itu perlahan, wajahnya kelam.

"Setelah kejadian enam tahun lalu dengan Mery... aku tidak pernah tidur dengan wanita lain. Jadi memang tidak masuk akal kalau kedua anak itu adalah anakku. Tapi entah kenapa... melihat mereka... terutama Arel.." Ia tak menyelesaikan kalimat itu, tenggelam dalam pikirannya sendiri.

Setelah beberapa saat terdiam, Leonardo mengangkat wajahnya.

"Baik. Jangan bahas soal anak itu lagi. Anggap saja ini sudah selesai. Kau boleh keluar, Diego."

Namun Diego belum bergerak. Ia tampak ragu, seperti masih menyimpan sesuatu yang ingin disampaikan.

"Ada satu hal lagi yang perlu saya sampaikan, Pak."

Leonardo menatapnya tajam. "Apa itu? Cepat katakan."

"Pak Wels mengundang Anda untuk makan malam malam ini."

Leonardo mendengus pelan. Kepalanya langsung menggeleng. "Tolak. Aku ada janji lain malam ini."

"Baik, Pak. Akan saya sampaikan kepada beliau."

"Kalau begitu, kau boleh pergi."

"Permisi, Pak."

Setelah Diego keluar dan menutup pintu perlahan, Leonardo bersandar di kursinya. Ia memejamkan mata sebentar, mencoba menenangkan pikirannya yang berkecamuk.

"Hemm..." desahnya pelan.

Setelah Diego keluar dari ruangan Leonardo Tiba-tiba matanya membelalak. Ia menepuk dahinya pelan.

"Astaga... bagaimana aku bisa lupa?

____

Di sebuah ruangan luas yang dipenuhi cahaya remang dari jendela besar, seorang lelaki tua terbaring lemah di ranjang. Wajahnya dipenuhi keriput, namun matanya masih menyimpan semangat yang kuat. Di sisinya, duduk seorang pria muda yang mengenakan jas hitam rapi—Leonardo.

Dengan suara lirih namun penuh makna, sang kakek berkata,

"Leonardo... kamu harus janji sama Kakek. Kalau nanti Kakek sudah tiada, kamu harus hidup dengan baik. Jaga dirimu baik-baik... dan yang paling penting, lindungi Global Holdings. Jangan sampai perusahaan ini jatuh ke tangan yang salah."

Leonardo menggenggam tangan kakeknya erat. Matanya berkaca-kaca, namun suaranya tegas dan penuh keyakinan.

"Kakek jangan khawatir. Aku janji, aku akan menjaga Global Holdings dengan sebaik mungkin. Aku akan meneruskan perjuangan Kakek... dan melindungi semuanya."

Waktu berlalu. Kini, Leonardo menjabat sebagai pemimpin muda Global Holdings—perusahaan besar yang menjadi tulang punggung keluarganya. Namun, tak semua berjalan mulus.

"Alia... kehadirannya di Global Holdings pasti bukan tanpa maksud. Wanita itu tidak mungkin muncul begitu saja. Aku harus waspada. Kehadirannya bisa membahayakan posisiku di perusahaan ini..."

Seorang wanita dengan penampilan elegan dan aura penuh percaya diri berjalan cepat menuju gerbang besar rumah Leonardo. Wajahnya tegang, namun tekadnya jelas.

"Aku harus cepat... Aku harus menarik perhatian Leonardo. Kalau tidak, posisiku bisa terancam. Dengan Alia di dekatnya, semuanya bisa berubah. Aku tidak akan diam saja."

Saat ia sampai di depan gerbang, seorang satpam segera menghentikannya.

"Maaf, cari siapa, Nona?" tanya pria itu sopan, namun tegas.

Wanita itu mengangkat dagunya sedikit, memasang senyum tipis penuh percaya diri.

"Aku Mery, pacarnya Leonardo. Aku punya janji dengan dia. Buka pintunya, aku ingin masuk."

Namun petugas keamanan itu tidak bergeming. Ia menggeleng pelan sambil tetap menjaga sikap profesional.

"Maaf, Nona. Tapi Pak Leonardo sudah memberikan instruksi kepada saya. Tidak boleh ada yang masuk ke rumah ini tanpa izin langsung dari beliau."

Mery mengerutkan kening, wajahnya mulai menunjukkan kekesalan. Nada bicaranya meninggi.

"Keras kepala sekali kamu! Aku sudah bilang, aku pacarnya Leonardo! Jadi biarkan aku masuk! Atau kamu mau dipecat?!"

Namun satpam itu tetap tenang. "Saya hanya menjalankan perintah, Nona. Mohon pengertiannya."

Mery menggertakkan gigi, lalu memalingkan wajahnya. Ia mengeluarkan ponselnya dan mulai mengetik pesan dengan cepat—berharap bisa langsung menghubungi Leonardo.

"Aku nggak bisa terus-terusan dipermainkan begini... Aku harus bertindak sebelum semuanya terlambat."

1
Evi Lusiana
giliran nengok muka ke duany mirip
Mericy Setyaningrum
Ya Allah ada nama aku hehe
Ermintrude
Gak bisa berhenti!
Mashiro Shiina
Terharu, ada momen-momen yang bikin aku ngerasa dekat banget dengan tokoh-tokohnya.
filzah
Sumpah baper! 😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!