NovelToon NovelToon
Wilona Gadis Desa Yang Jenius

Wilona Gadis Desa Yang Jenius

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: Call Me Nunna_Re

Wilona Anastasia adalah seorang gadis yang dibesarkan di desa. namun Wilona memiliki otak yang sangat jenius. ia memenangkan beberapa olimpiade dan mendapatkan medali emas sedari SMP. dia berniat untuk menjadi seorang dokter yang sukses agar bisa memberikan pengobatan secara gratis di desa tempat ia tinggal. Lastri adalah orang tua Wilona lebih tepatnya adalah orang tua angkat karena Lastri mengadopsi Wilona setelah Putri satu-satunya meninggal karena sakit. namun suatu hari ada satu keluarga yang mengatakan jika mereka sudah dari kecil kehilangan keponakan mereka, yang mana kakak Wijaya tinggal cukup lama di desa itu hingga meninggal. dan ternyata yang mereka cari adalah Wilona..
Wilona pun dibawa ke kota namun ternyata Wilona hanya dimanfaatkan agar keluarga tersebut dapat menguasai harta peninggalan sang kakek Wilona yang diwariskan hanya kepada Wilona...
mampukah Wilona menemukan kebahagiaan dan mampukah ia mempertahankan kekayaan sang kakek dari keluarga kandungnya sendiri...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Wasiat

Langit sore tampak sendu di atas kediaman besar keluarga Wijaya Kusuma. Awan kelabu menggantung, menutupi cahaya mentari yang biasanya menerobos lewat jendela kaca besar di ruang tamu megah itu. Udara di dalam rumah besar bergaya kolonial itu terasa dingin, bukan karena penyejuk udara, tapi karena suasana hati para penghuninya yang tegang.

Hari ini bukan hari biasa. Hari ini adalah hari di mana wasiat Tuan Kusuma pendiri sekaligus pemilik kerajaan bisnis Kusuma Group akan dibacakan.

Rumah itu sudah dipenuhi aroma kopi hitam dan dupa cendana, khas ruangan yang dulu selalu menjadi tempat Tuan Kusuma menerima tamu penting. Namun kini, tak ada tawa ramah atau langkah mantap sang pemilik rumah. Hanya sunyi, hanya bayangan masa lalu.

Di tengah ruang tamu yang luas, duduk tiga orang yang menjadi pusat perhatian hari itu: Wijaya Kusuma, satu-satunya anak laki-laki almarhum, Shinta Kusuma, istrinya yang dikenal cantik namun berhati tajam, dan Tania Kusuma, gadis berusia tujuh belas tahun yang mereka angkat sejak bayi pengganti Putri mereka yang hilang.

Di hadapan mereka berdiri seorang pria berjas abu-abu, memegang map cokelat tebal. Dialah Andika Prasetya, pengacara pribadi Tuan Kusuma orang kepercayaan yang selalu hadir dalam setiap urusan penting keluarga itu.

Andika memandangi mereka satu per satu, meneliti ekspresi yang berbeda-beda.

Wijaya tampak gelisah. Sejak tadi ia mengetuk meja dengan jarinya, menahan kesabaran yang hampir habis. Di matanya yang tajam tersirat ambisi besar; ia yakin hari ini namanya akan disebut sebagai pewaris tunggal seluruh harta keluarga.

Di sisi lain, Shinta menatap map di tangan Andika dengan mata berbinar serakah yang nyaris tak bisa disembunyikan. Ia bahkan mengenakan perhiasan emas putih dan kalung mutiara yang mencolok — seolah sudah bersiap untuk menjadi nyonya besar keluarga Kusuma yang baru.

Sementara itu, Tania duduk diam di ujung sofa. Gadis itu tampak kecil di antara kemegahan ruangan. Ia menatap karpet Persia di bawah kakinya, tak tahu harus merasa apa. Ia hanya tahu, Tuan Kusuma adalah sosok kakek yang sangat menyayanginya semasa hidup.

“Baiklah,” suara Andika memecah keheningan. “Sebelum saya membacakan isi wasiat almarhum, izinkan saya menyampaikan bahwa dokumen ini telah dibuat dengan kesadaran penuh dan tanpa paksaan. Semua prosesnya sah secara hukum dan telah disahkan oleh notaris negara.”

Wijaya langsung bersuara dengan nada tajam.

“Kami sudah tahu itu, Pak Andika. Tidak usah banyak pembukaan. Langsung saja pada intinya.”

Nada suaranya seperti cambuk. Tania sedikit tersentak, sementara Shinta tersenyum sinis, seolah mendukung sikap suaminya.

Andika menarik napas dalam. Dalam hatinya, ia benar-benar tak menyukai cara bicara Wijaya. Begitu berbeda dengan almarhum Tuan Kusuma yang selalu tenang dan berwibawa. Tapi sebagai profesional, ia menahan diri. Ia membuka map itu, mengambil selembar kertas berstempel, dan mulai membaca dengan suara tegas.

“Saya, Kusuma Adinata, dalam keadaan sadar, sehat jasmani dan rohani, pada tanggal 12 Januari 2023, menulis surat wasiat ini tanpa adanya tekanan atau paksaan dari pihak mana pun.

Saya menetapkan bahwa seluruh harta kekayaan saya, termasuk perusahaan, aset, dan rekening pribadi tidak saya wariskan kepada anak saya, Wijaya Kusuma, maupun istrinya, Shinta Kusuma.

Seluruh kekayaan saya akan diberikan kepada cucu kandung saya, Wilona Anastasia Kusuma, setelah ia mencapai usia delapan belas tahun.

Hingga saat wasiat ini dibuat, Wilona Anastasia Kusuma masih dalam pencarian, dan saya berharap keluarga besar Kusuma akan membantu menemukannya.”

Seketika, suasana ruangan meledak.

“Apa maksudnya ini?!” seru Wijaya sambil berdiri. Kursinya bergeser keras hingga menabrak meja.

Shinta menatap pengacara itu dengan mata membulat. “Wilona siapa? Cucu mana? Setahu saya, keluarga ini hanya punya satu anak, yaitu suami saya!”

Andika tetap berdiri tenang meski tatapan marah dua orang itu menusuk seperti pisau.

“Nama yang tercantum jelas, Ibu Shinta. Wilona Anastasia Kusuma. Almarhum menulis dengan tangannya sendiri.”

Wijaya tertawa getir. “Konyol! Ayah saya tidak pernah bilang apa pun soal cucu! Saya anak tunggal, dan anak saya hanya Tania!”

Tania yang duduk di ujung sofa menatapnya dengan mata bingung. Ia menggenggam jemarinya erat.

“Tapi, Pa… kalau benar ada cucu yang hilang, bukankah kita seharusnya—”

“Diam, Tania!” bentak Wijaya tanpa menoleh. Suaranya keras, membuat gadis itu menunduk.

Andika menutup map itu perlahan. “Tuan Wijaya, saya mengerti ini mengejutkan. Tapi semua dokumen lengkap. Bahkan ada surat pribadi dari almarhum untuk Anda.”

Ia mengeluarkan amplop putih dan meletakkannya di atas meja marmer di depan Wijaya.

“Beliau menulis surat ini dua bulan sebelum meninggal.”

Ruangan kembali hening. Wijaya mengambil amplop itu dengan kasar, lalu membuka dan membaca cepat.

“Untuk anakku, Wijaya.

Jika kau membaca surat ini, berarti aku telah pergi. Aku ingin kau tahu bahwa aku tidak melupakanmu, tapi aku juga tidak bisa melupakan kesalahan masa lalu.

Dua puluh tahun lalu, aku kehilangan seorang anak perempuan, kakak mu, Lestari Kusuma. Ia pergi karena konflik kita, dan aku gagal menemukannya. Kini aku tahu, ia meninggal di sebuah desa, meninggalkan seorang anak perempuan bernama Wilona Anastasia Kusuma.

Aku ingin menebus dosaku dengan merawat cucuku itu, meski aku tak sempat bertemu dengannya. Karena itu, aku mewariskan semua harta padanya. Aku harap kau bisa menerimanya dengan hati yang lapang. Dan satu lagi jika kamu sudah menemukan nya, kamu harus menikah kan nya dengan cucu sahabat ku yaitu Felix Dirgantara. kamu sudah berjanji sebelum meninggal akan menjodohkan cucu kami.”

Tangannya bergetar. Wajah Wijaya memerah karena marah bercampur emosi. Surat itu diremasnya kuat-kuat hingga kusut.

“Ini tidak masuk akal!” teriaknya. “Ayah sudah pikun saat menulis ini! Tidak mungkin! Tidak mungkin ada cucu lain!”

Shinta mencoba menenangkan, tapi wajahnya sendiri tegang. “Sayang, tenang dulu. Kita bisa urus ini secara hukum. Kalau perlu, kita buktikan surat itu palsu.”

Andika menggeleng pelan. “Sulit, Bu. Semua saksi dan notaris sudah menandatangani. Semuanya sah di mata hukum.”

“Berarti kami tidak mendapatkan apa pun?” tanya Shinta dengan nada menahan emosi.

“Untuk sementara,” jawab Andika, “selama Nona Wilona belum ditemukan, seluruh aset Kusuma Group akan dikelola oleh Tuan Kusuma tapi di bawah naungan Yayasan Kusuma group, sesuai amanat almarhum.

Tidak ada satu pun anggota keluarga yang berhak mengubah, menjual, atau mencairkan aset tersebut sampai Wilona mencapai usia delapan belas tahun, Dan juga anda tidak bisa dengan bebas menggunakan harta Tuan Kusuma.”

Hening.....

Yang terdengar hanya napas tertahan dan suara jam antik berdetak pelan.

Lalu tiba-tiba, Wijaya menatap Andika dengan mata menyala.

“Dan bagaimana kalau cucu nya itu… tidak pernah ditemukan?” tanyanya pelan tapi penuh ancaman.

Andika menatap balik dengan tegas. “Kalau dalam lima tahun Nona Wilona tidak ditemukan, maka seluruh harta akan menjadi milik yayasan. Tidak ada lagi yang jatuh ke tangan keluarga Kusuma.”

Suasana mendadak membeku.

Shinta menatap suaminya cepat, ekspresi matanya berubah dingin. Ada rencana yang perlahan tumbuh di kepalanya.

“Berarti… kalau gadis itu tidak pernah ditemukan, semuanya lenyap begitu saja?” gumamnya.

“Ya,” jawab Andika datar. “Dan itu keinginan terakhir almarhum.”

Wijaya berjalan mondar-mandir, wajahnya gelap. “Tidak. Aku tidak akan membiarkan itu terjadi. Semua ini milikku! Aku yang bekerja bersama ayah membangun bisnis ini! Aku yang berhak atas semua ini!”

Andika hanya menatapnya, kecewa.

“Justru itu, Pak Wijaya. Almarhum tidak ingin kerja kerasnya jatuh ke tangan orang yang lupa caranya berterima kasih.”

Ucapan itu seperti tamparan. Shinta memejamkan mata, menahan suaminya yang hampir melangkah ke arah Andika.

“Baiklah,” kata Andika akhirnya, menutup mapnya. “Tugas saya sudah selesai. Semua keputusan tertulis di sini. Semoga Bapak dan Ibu bisa menerima dengan kepala dingin.”

Ia menunduk sedikit, lalu berbalik menuju pintu keluar.

Tapi sebelum pergi, ia sempat menatap Tania tatapan berbeda, seolah ingin menyampaikan sesuatu.

Tania membalas dengan senyum tipis, tapi di hatinya ada ribuan pertanyaan yang berputar.

Setelah Andika pergi, ruang tamu itu berubah menjadi medan perang.

Wijaya membanting surat di tangannya ke meja. “Tidak masuk akal! Ayah benar-benar mempermalukan kita!”

Shinta mendekatinya, berbisik cepat. “Kita masih bisa kendalikan semuanya, sayang. Kalau cucu itu belum ditemukan, kita bisa buat dia tidak akan pernah ditemukan.”

Wijaya menatap istrinya, dan untuk pertama kalinya hari itu, senyum tipis muncul di wajahnya.

“Ya. Kalau gadis itu benar-benar ada… maka dia tidak boleh hidup untuk mengambil apa yang menjadi milikku.”

Tania yang masih duduk di sofa tertegun mendengar ucapan itu. Dadanya berdebar. Ia tidak tahu kenapa, tapi kalimat itu membuatnya takut.

“Pa… jangan bicara seperti itu,” katanya pelan.

Namun Wijaya hanya menatap dingin. “Kau tidak tahu apa-apa, Tania. Dunia ini tidak sebaik yang kau kira.”

Shinta menoleh ke arah Tania, senyumnya manis tapi matanya menusuk.

“Dan mulai hari ini, jangan ikut campur urusan orang dewasa. Mengerti?”

Tania mengangguk cepat, walau di dalam hatinya muncul rasa aneh campuran penasaran dan cemas.

Malamnya, hujan turun deras. Suara gemericik air di atap bercampur dengan hembusan angin yang menembus sela-sela jendela tua.

Tania tak bisa tidur. Ia masih memikirkan nama yang disebut dalam wasiat itu: Wilona Anastasia Kusuma.

Nama itu terasa asing, tapi entah mengapa seperti memanggil sesuatu di dalam dirinya.

Sementara itu Wilona malam ini tak bisa tidur..

Ia bangkit dari tempat tidur, membuka laci kecil di meja. Di dalamnya, ada sebuah liontin berbentuk kupu-kupu, satu-satunya benda yang selalu ia bawa sejak kecil, katanya pemberian panti asuhan tempat ia dulu diadopsi.

Ia membuka liontin itu. Di dalamnya ada foto buram seorang bayi dan tulisan samar:

“Buah Hatiku.”

Wilona menatap tulisan itu lama, jantungnya berdetak cepat.

“Mama…?” bisiknya pelan.

1
Evi Lusiana
jd tania itu wilona y thor?
Yurin y Meme
Membuat saya terharu
Call Me Nunna_Re: makasi kk sudh mampielr🙏 semoga suka
total 1 replies
Call Me Nunna_Re
makasi kk sudh mampir🙏
Tachibana Daisuke
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!