Ardi, seorang ayah biasa dengan gaji pas-pasan, ditinggalkan istrinya yang tak tahan hidup sederhana.
Yang tersisa hanyalah dirinya dan putri kecil yang sangat ia cintai, Naya.
Saat semua orang memandang rendah dirinya, sebuah suara asing tiba-tiba bergema di kepalanya:
[Ding! Sistem God Chef berhasil diaktifkan!]
[Paket Pemula terbuka Resep tingkat dewa: Bihun Daging Sapi Goreng!]
Sejak hari itu, hidup Ardi berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon hamei7, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penghasilan Yang Lumayan
“Malam ini kan Naya ikut Papa ya… tapi besok, kamu tinggal di rumah saja. Nonton kartun, lalu tidur lebih cepat.”
“...”
Ardi mengayuh pelan sepeda roda tiga listriknya. Di sampingnya, Naya duduk sambil terangguk-angguk, matanya hampir terpejam.
Wajah mungilnya tampak sayu. Biasanya, jam segini Naya sudah lelap di kasurnya. Tapi kali ini, sudah lewat jam sepuluh malam, ia masih berusaha menahan kantuk hanya demi menemani Ardi pulang.
“Naya harus cuci muka dulu nanti, baru bisa tidur. Jadi paling cepat jam setengah sebelas baru bisa rebahan,” gumam Ardi dalam hati. Ia tak ingin menyulitkan putrinya. Dengan pengalaman hari pertama berjualan, ia merasa bisa mengurus kios sendirian besok malam.
Namun begitu Ardi berkata bahwa Naya sebaiknya istirahat di rumah, si kecil langsung menggeliat. Meski matanya setengah terpejam, nadanya tetap keras kepala.
“Tidak, besok Naya harus bantu Papa…”
Belum selesai bicara, ia sudah menguap lebar.
“Aku nggak ngantuk kok… sama sekali nggak…” katanya lagi dengan suara mengantuk, sebelum akhirnya rebah di pelukan Ardi.
Ardi tersenyum tipis melihat bulu mata panjang putrinya bergetar pelan. Dasar keras kepala… batinnya.
Meski begitu, ia sudah memutuskan: kalau besok Naya tetap bersikeras ikut, ia harus menutup kios lebih cepat. Bagaimanapun juga, anak sekecil ini butuh tidur cukup.
Hari ini saja, karena awalnya sepi, pembeli baru ramai menjelang jam sembilan. Akibatnya, kios baru benar-benar tutup sekitar pukul setengah sepuluh.
“Besok coba buka lebih awal. Kalau lancar, jam sembilan setengah sepuluh sudah habis terjual. Naya bisa pulang lebih cepat,” pikirnya.
Ardi menatap jalanan kota yang penuh lampu neon. Sepeda roda tiganya memang sederhana di tengah hiruk-pikuk kota besar ini, tapi malam itu terasa indah. Angin bertiup lembut, menyentuh wajah mungil Naya yang sudah tertidur pulas di pelukannya.
Selama ada Papa, dunia selalu terasa hangat—itulah yang dirasakan Naya.
Sesampainya di rumah kontrakan, Ardi memarkir sepeda roda tiga di halaman kecil. Ia menggendong Naya yang sudah hampir terlelap.
“Papa, ini sudah sampai rumah?” bisik Naya dengan suara mengantuk.
“Sudah, Nak. Ayo masuk.” Ardi melepas sepatu kecil putrinya, lalu berkata lembut, “Nanti Papa mandikan sebentar, setelah itu kamu harus tidur lebih awal malam ini.”
Naya mengangguk, tapi tiba-tiba ia mengingat sesuatu.
“Terus… cerita sebelum tidur gimana? Papa belum lanjutin kisah Serigala Jahat…”
Ardi terkekeh, sambil melepas sepatunya sendiri. “Baiklah, baiklah. Papa ceritakan nanti.”
“Hehe, terima kasih Papa…”
Mendengar janji itu, Naya jadi lebih patuh. Ia mau mencuci muka, gosok gigi, bahkan merendam kaki mungilnya di baskom kecil tanpa banyak rewel. Ardi mengelapnya dengan handuk merah muda yang baru ia beli hari itu, lalu menidurkan putrinya di ranjang kecil berseprai kartun.
Namun sebelum Ardi sempat membuka mulut untuk bercerita, Naya sudah lebih dulu terlelap. Nafasnya tenang, wajah bulatnya begitu damai.
Ardi tersenyum, mengusap pipinya perlahan, lalu mematikan lampu kamar. Ia menutup pintu dengan hati-hati.
Meski Naya sudah tidur, pekerjaan Ardi belum selesai.
Ia keluar ke halaman, menyambungkan selang air, lalu mulai mencuci bersih gerobak barunya. Masih ada banyak noda minyak menempel.
Menurutnya, menjaga kebersihan itu penting. Tak ada pelanggan yang mau makan di tempat kotor.
Dua puluh menit kemudian, gerobaknya sudah kinclong. Untung saja kontrakan ini punya halaman kecil, jadi ia bebas bekerja tanpa takut mengganggu tetangga.
Rumah ini memang tua, bahkan katanya akan dibongkar dua tahun lagi, tapi untuk sekarang cukup nyaman bagi Ardi dan Naya.
Ia teringat ucapan ibu pemilik rumah yang sempat menawarinya pindah ke rumah barunya di jalan sebelah. Tapi Ardi dengan tegas menolak tanpa pikir panjang.
“Aku masih muda, masih bisa tahan hidup susah dulu. Kalau waktunya tiba, baru kita bicara lagi,” pikirnya.
Melihat sikap tegas itu, pemilik rumah hanya bisa menghela napas.
Pemuda tampan, tapi keras kepala. Aku cuma mau berbagi kebahagiaan sama dia… kenapa malah seperti aku mau makan dia hidup-hidup? batinnya kesal sekaligus geli.
Setelah semua beres, Ardi masuk kamar, lalu rebah di kasurnya. Baru kali ini ia merasakan pegal luar biasa di kaki dan lengannya.
“Pertama kali bikin dua ratus porsi… ternyata begini rasanya,” gumamnya sambil menghela napas. Tapi senyum bahagia terlukis jelas di wajahnya.
Kerja keras memang selalu membuahkan hasil. Hari pertama membuka kios, mie goreng daging sapinya langsung habis terjual!
Setelah menghitung biaya bahan, bumbu, kotak kemasan, dan lain-lain, Ardi memperkirakan keuntungan bersih malam ini tetap lumayan—paling tidak sekitar … ribu rupiah.
“Kalau tiap hari bisa dapat segini, lebih baik daripada kerja kantoran dulu,” pikirnya. “Nggak ada lembur, nggak ada politik kantor, nggak ada bos rese, dan… yang paling penting, ada Naya di sisiku.”
Mata Ardi berbinar. Ia baru ingat sesuatu. Dari sistem misterius yang ia miliki, setiap penjualan memberinya poin. Dan tadi, ia sudah mengumpulkan lebih dari 260 poin.
“Kalau seratus poin bisa dipakai untuk undian hadiah…” Ardi menghitung cepat. “Berarti sekarang aku punya dua kesempatan!”
Senyumnya makin lebar.
“Baiklah. Mari kita lihat… apa keajaiban yang akan kudapatkan malam ini!”
tapi untuk menu yang lain sejauh ini selalu sama kecuali MIE GORENG DAGING SAPInya yang sering berubah nama.
Itu saja dari saya thor sebagai pembaca ✌
Apakah memang dirubah?
Penggunaan kata-katanya bagus tidak terlalu formal mudah dipahami pembaca keren thor,
SEMAGAT TERUS BERKARYA.