NovelToon NovelToon
Di Culik Tuan Mafia

Di Culik Tuan Mafia

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Ketos / Mafia / Cinta Terlarang
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Yilaikeshi

Sofia Putri tumbuh dalam rumah yang bukan miliknya—diasuh oleh paman setelah ayahnya meninggal, namun diperlakukan tak lebih dari seorang pembantu oleh bibi dan sepupunya, Claudia. Hidupnya seperti neraka, penuh dengan penghinaan, kerja paksa, dan amarah yang dilampiaskan kepadanya.

Namun suatu pagi, ketenangan yang semu itu runtuh. Sekelompok pria berwajah garang mendobrak rumah, merusak isi ruang tamu, dan menjerat keluarganya dengan teror. Dari mulut mereka, Sofia mendengar kenyataan pahit: pamannya terjerat pinjaman gelap yang tidak pernah ia tahu.

Sejak hari itu, hidup Sofia berubah. Ia tak hanya harus menghadapi siksaan batin dari keluarga yang membencinya, tapi juga ancaman rentenir yang menuntut pelunasan. Di tengah pusaran konflik, keberanian dan kecerdasannya diuji.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yilaikeshi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15

Banyak hal aneh terjadi pada Sofia Putri hari ini, tapi yang paling tidak ia sangka adalah lamaran absurd itu. Menjadi pacar Erik?

Jujur saja, Sofia cukup senang. Jarang ada pria setampan dia yang mendekatinya. Namun, rasa takut juga menyelinap. Bagaimana kalau dia menolaknya lalu ternyata Erik itu psikopat yang menguntitnya ke rumah atau tempat kerja? Lebih parah lagi, bagaimana kalau dia bos mafia yang bisa menculiknya lalu memaksanya jadi istri atau simpanannya? Astaga, terlalu sering dia menonton film thriller sampai-sampai pikirannya liar begini.

“Apa jawabanmu?” Erik mengulang pertanyaannya dengan tenang.

Sofia hanya bisa tertawa kecil, mencoba tetap sopan. “Aku… akan kupikirkan dulu,” jawabnya singkat.

Untung saja Ruth datang tepat waktu. Sofia menarik napas lega, bahkan sempat membuat tanda salib dalam hati.

Ia buru-buru berkata, “Aku pergi dulu, ya. Sampai jumpa,” lalu meraih tasnya dan melangkah cepat keluar sebelum Ruth sempat menahannya.

Begitu tiba di luar, Sofia mengembuskan napas panjang yang rasanya tertahan sejak tadi. Gila, itu pengalaman paling aneh dalam hidupnya. Berkencan dengan pria yang nyaris tak ia kenal? Bulu kuduknya berdiri.

Dia hanya bisa berdoa semoga Erik atau siapa pun dia sebenarnya tidak menanggapi ucapannya terlalu serius dan nekat mengejarnya. Oh Tuhan, masalah hidupnya sudah cukup banyak tanpa tambahan drama baru.

Ketika melihat jam tangannya, Sofia meringis. Sudah terlalu larut untuk menemukan taksi. Sial. Malam ini semesta jelas tidak berpihak padanya.

Mau tak mau, ia memutuskan berjalan ke halte bus. Sambil memasang earphone dan memutar musik favorit, Sofia mencoba menenangkan diri. Namun baru beberapa langkah, bulu kuduknya kembali berdiri.

Ia berhenti mendadak, mencabut earphone, lalu menoleh ke sekeliling. Meski jalan masih agak ramai, perasaan seperti sedang diawasi membuat jantungnya berdegup lebih cepat.

Sofia memicingkan mata, mencari-cari sesuatu yang janggal. Tak ada. Ia mengembuskan napas keras lewat hidung. “Mungkin cuma imajinasiku,” gumamnya.

Dengan sedikit ragu, ia memasang lagi earphone dan melanjutkan perjalanan. Syukurlah, perasaan aneh itu tidak kembali hingga ia sampai di halte bus. Tak lama bus datang, dan Sofia pun naik dengan lega.

Hari itu benar-benar melelahkan. Kerja di kafe sudah cukup bikin stres, ditambah lagi panggilan mendadak dari Ruth, lalu insiden Erik yang tak terduga. Begitu sampai rumah, Sofia bahkan tak sempat memikirkan makan malam. Lagipula sudah larut, dan ia lebih peduli menjaga pola hidup sehat ketimbang mengisi perut.

Dengan langkah berat, ia menaiki tangga menuju kamarnya. Untung anggota keluarga pamannya sudah tertidur semua. Berurusan dengan bibinya, apalagi dengan Cantika, di malam seperti ini sama saja bunuh diri.

“Ugh…” Sofia menjatuhkan diri ke kasur. Ia tahu seharusnya mandi dulu, tapi tubuhnya terlalu lelah. Niat istirahat sebentar malah berubah jadi tidur pulas empat jam.

Saat membuka mata, jam sudah menunjuk pukul lima pagi. “Aaaah! Serius?” Sofia hampir menjerit frustasi. Ia hanya berniat rebahan sebentar, tapi tahu-tahu sudah pagi.

Ia buru-buru bersiap, harus pergi sebelum keluarga lain bangun. Kalau tidak, bisa-bisa paginya berubah jadi neraka.

Syukurlah, sepanjang hari di tempat kerja berjalan mulus. Tidak ada pelanggan menyebalkan, tidak ada orang asing aneh yang datang menawarkan “hubungan,” bahkan Erik tak menampakkan diri. Ruth pun tidak mengganggunya. Hari itu terasa damai.

Namun, kebahagiaan Sofia runtuh begitu tiba di rumah dan tanpa sengaja berpapasan dengan bibinya, Cantika, serta pamannya yang ternyata sedang duduk di ruang makan.

“Halo, Paman!” Sofia mencoba tersenyum.

“Halo, Sofia.” Lelaki itu membalas senyumnya hangat. “Sudah berminggu-minggu sejak terakhir kali aku melihatmu.”

“Ya, berminggu-minggu sibuk bersembunyi, membiarkan kami yang mengurus masalahmu,” batin Sofia sinis, tapi mulutnya hanya berkata, “Iya, Paman, sudah cukup lama.”

“Kau harusnya bergabung dengan kami,” katanya sambil menunjuk makanan di meja.

“Tidak, terima kasih. Aku sudah makan sebelumnya,” Sofia menolak halus.

“Duduklah, Sofia,” suara pamannya terdengar tegas. “Aku punya sesuatu yang ingin kubicarakan denganmu.”

Sofia langsung bisa menebak. Ini pasti soal utang keluarga. Cantika dan bibinya pasti sudah melapor. Baiklah, dia akan dengar juga rencana pamannya kali ini.

Ia duduk. Cantika meliriknya tajam, tapi tak berkata sepatah kata pun. Pelayan datang membawa hidangan, dan suasana meja makan hening cukup lama. Baru ketika piring Sofia hampir kosong, pamannya membuka suara.

“Aku sudah dengar apa yang terjadi kemarin.”

“Oh,” Sofia hanya berdehem pelan.

“Terima kasih, Sofia, karena sudah membela keluarga kita.”

Sofia mendongak, menatapnya. “Aku tahu, Paman. Tapi sepertinya cara bibi dan Cantika menunjukkan rasa terima kasih agak… berbeda.”

“K-kamu!” Cantika hampir berdiri dari kursinya, tapi segera ditahan ibunya.

“Diamlah,” tegur sang bibi, dan Cantika pun kembali duduk, meski matanya tetap memancarkan kebencian pada Sofia.

Pamannya menghela napas. “Aku sudah menemukan cara untuk melunasi utang kita. Dan aku yakin ini akan menguntungkan semua pihak.”

“Untukmu,” Sofia menggerutu dalam hati. Setiap kali pamannya berkata begitu, ujung-ujungnya hanya membawa masalah baru untuknya.

“Dan satu hal lagi,” sambungnya, “aku ingin meminta maaf padamu.”

Kepala Sofia terangkat. Matanya menyipit curiga. “Maaf… untuk apa?”

Wajah pamannya tampak penuh penyesalan. “Maafkan aku, Sofia.”

Ada sesuatu yang tidak beres. Jantung Sofia berdegup lebih cepat. Tapi sebelum ia sempat bertanya lagi, kepalanya mendadak pusing. Ruang sekeliling berputar.

“Apa yang… kau lakukan… pada… aku…” Itulah kalimat terakhir yang sempat terucap sebelum kesadarannya hilang begitu saja.

1
Alfiano Akmal
Terima kasih sudah Mampir jangan lupa tinggalkan jejak kalian .....
Shinichi Kudo
Satu kata buat cerita ini: keren abis!
cómics fans 🙂🍕
Gak sabar nunggu lanjutannya thor!
Nami/Namiko
Terima kasih author! 🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!