Aku sering mendengar orang berkata bahwa tato hanya diatas kulit.
“Jangan bergerak.”
Suara Drevian Vendrell terdengar pelan, tapi tegas di atas kepalaku.
Jarumnya menyentuh kulitku, dingin dan tajam.
Ini pertama kalinya aku ditato, tapi aku lebih sibuk memikirkan jarak tubuhnya yang terlalu dekat.
Aku bisa mencium aroma tinta, alkohol, dan... entah kenapa, dia.
Hangat. Menyebalkan. Tapi bikin aku mau tetap di sini.
“Aku suka caramu diam.” katanya tiba-tiba.
Aku hampir tertawa, tapi kutahan.
Dia memang begitu. Dingin, sok datar, seolah dunia hanya tentang seni dan tatonya.
Tapi aku tahu, pelan-pelan, dia juga sedang mengukir aku lebih dari sekadar di kulit.
Dan bodohnya, aku membiarkan dia melakukannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reenie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Drevian Bertindak
Gadis kecil itu menutup bukunya dan menyimpannya dirak buku bawah yang sejajar dengan tinggi badannya.
"Kak, aku mau pulang. Semoga besok Kak Liora udah sembuh, ya." ujar gadis kecil itu.
"Iya. Kamu hati-hati dijalan ya adik. Kamu kok sendirian terus ke sini? Rumah kamu jauh ya? Kok gak dijemput sama mama kamu?" tanya Livia
"Eh, kakak tidak tahu ya? Rumah aku tepat didepan toko kakak ini lah. Lihat itu rumah warna putih." tunjuk gadis itu
Pantas saja gadis itu selalu datang sendirian. Ternyata rumahnya diseberang Evianne Books.
"Sampai jumpa lagi, kak." gadis kecil itu melambaikan tangannya. Ia bahkan berani menyebrang sendiri dan kembali masuk ke rumahnya.
Di sisi lain, Drevian yang dari tadi pagi menghubungi Liora tapi tak mengangkat. Ia khawatir jadi memutuskan untuk langsung melihat Liora ke toko bukunya.
Drevian mengenakan kemeja hitam dengan celana jeans biru tua. Ia turun dari ruangannya dan menemui Zeke
"Zeke." panggilnya saat Zeke sedang membersihkan meja
"Iya bos ada apa?" tanya Zeke
"Saya mau pergi ke tempat Liora. Pesan saya tidak dibaca dari tadi pagi. Kamu jaga studio ini dan pastikan Selena tidak datang." tegas Drevian
"Baik boss, dimengerti." ujar Zeke sambil menunduk
Drevian mengambil kunci mobilnya dan bergegas pergi ke Evianne books. Ia memarkirkan mobilnya dihalaman toko itu. Halaman yang cukup luas untuk parkiran kendaraan.
Drevian masuk dan melihat Livia sedang duduk dikasir
"Livia, mana Liora? Kenapa dia tak membaca pesanku dari pagi?" tanyanya
Livia terkejut karena kedatangan Drevian tiba-tiba.
"Liora sakit, dia ada dikamarnya."
"APA?" tanya Drevian terkejut
Suaranya menggema di ruangan itu membuat pelanggan terkejut dan ibu-ibu yang berbicara pada Livia tadi.
Livia menahan amarahnya dan tetap tersenyum paksa
"Kau mau apa?" tanya Livia ketus
"Aku mau lihat Liora! Tunjukkan padaku dimana kamarnya!" tegas Drevian
Livia menghela nafas dan mengajak Drevian ke kamar Liora.
"Eh, denger ya. Jangan macam-macam sama Liora! Jangan ambil kesempatan!" ujar Livia ketika mereka sampai didepan pintu kamar Liora
"Kau pikir aku ini laki-laki apaan?" bentak Drevian
Livia ingin sekali menampar Drevian saat itu juga tapi dia menahan diri. Ia lalu membuka pintu kamar Liora dan mengajak Drevian masuk.
Drevian melangkahkan kakinya dan menghirup aroma wewangian dari kamar Liora. Kamarnya serba pink dan sangat feminime untuk Liora. Sambil berjalan ke arah ranjang, Drevian melihat pita rambut pemberiannya kemarin disimpan Liora dengan baik dan Ia tersenyum lembut.
Liora masih tertidur dalam keadaan terlentang. Wajahnya masih pucat dan kompres masih menempel dikeningnya.
"Puas kamu? Aku sibuk mau jaga toko dibawah. Awas aja kamu macam-macam." ucap Livia ketus lalu menutup pintu kamar Liora dan kembali ke toko buku melewati rak kecil.
Drevian duduk ditepi kasur Liora yang empuk. Ia melihat Liora tertidur dengan wajah yang pucat membuat hatinya teriris. Liora memeluk boneka beruangnya didadanya.
"Liv...Livia..." ucap Liora pelan sambil perlahan membuka matanya.
"Liora!" ujar Drevian yang melihat Liora mulai bangun.
Liora menetralkan penglihatannya dan melihat Drevian duduk ditepi kasurnya.
"Mana Livia?" tanya Liora pelan
"Dia dibawah. Aku disini menjagamu." ujar Drevian
Liora lalu memaksakan dirinya duduk bersandar didinding ranjangnya.
"Kamu mau apa biar aku ambilkan." ujar Drevian
"Air." ucapnya pelan
Drevian mencari air minum dikamar itu tapi tak ada. Jadi Ia memutuskan ke bawah untuk mengambil segelas air hangat ke dapur.
"Ini Liora."
Liora meminum air hangat itu dan membasahi bibirnya yang kering. Setelah minum setengah gelas, Drevian kembali meletakkan air itu diatas meja Liora.
"Kamu kenapa bisa jadi seperti ini, Liora? Kemarin kamu baik-baik saja." ujarnya
"Aku tidak apa-apa. Aku hanya kelelahan." balas Liora
Liora yang masih menetralkan pikirannya lalu menyadari bahwa Drevian disini, dikamarnya.
"Drevian, kamu ngapain disini?" tanyanya
"Kamu tidak membalas pesanku dari tadi pagi, jadi aku khawatir dan langsung menemuimu." ujar Drevian
"Tadi malam kepalaku pusing dan aku langsung tidur. Terus jam 5 tadi aku merasa lidahku pahit dan tahu-tahunya aku demam."
Drevian memegang jari-jari Liora dan mengaitkannya dengan jari-jarinya. Ia menahan diri untuk tidak langsung memeluk Liora. Sebenarnya Ia juga tidak sanggup melihat Liora yang rapuh seperti ini.
"Kenapa kau tidak telepon aku?" tanya Drevian khawatir
"Aku tidak mau merepotkanmu, Drevian. Aku juga pernah sakit tapi aku bisa sendiri." ucapnya
Drevian memegang leher Liora dan benar saja panasnya belum turun. Ia lalu mengganti plester kompres dengan yang baru.
"Kita ke rumah sakit sekarang." ujar Drevian
"Gak usah. Besok juga udah sembuh." Liora menolak
"Sembuh bagaimana? Kamu aja gak bisa megang gelas bahkan makan sendiri pun tidak bisa." ujar Drevian kesal
Di Evianne Books. Livia hanya menatap kosong kasir didepannya. Ia tak menyangka Drevian begitu perhatian pada Liora
Ibu-ibu yang tadi pagi berbicara pada Livia lalu menemuinya lagi. Ibu itu sering dijuluki dengan nama Veli.
"Non, ada apa kok melamun?" tanya Ibu Veli memecah keheningan
"Eh, gak apa Bu." ujar Livia
"Tadi ibu dan beberapa pelanggan lihat kalau Vendrell datang kesini, sekarang dimana dia?" tanya Ibu Veli
"Oh, dia menemani Liora yang sedang sakit, bu." ucap Livia jujur
"Hah? Vendrell menemani Liora? Yang ibu tahu Vendrell itu tak pernah dekat dengan wanita dan kini Ia menemani seorang wanita yang sedang sakit."
"Ternyata pria dingin seperti itu tetap luluh pada gadis yang dicintainya." lanjut Ibu Veli
Livia menatap ibu itu.
"Ibu tahu banyak ya tentang Vendrell?" tanya Livia penasaran
"Tahu, Non. Ayah Vendrell itu kan CEO jadi ayahnya ingin dia mewarisi perusahaannya tapi Vendrell tak mau, kan? Ia malah memilih membuka usaha studio tatonya."
"Tapi memang tatonya berbeda, kebanyakan pelanggannya juga anak muda seperti dia. Dan dia juga punya syarat untuk mau ditato umurnya wajib 18 ke atas." lanjut Ibu Veli
Livia mengangguk. Ia tak tahu banyak tentang Drevian. Yang Ia tahu itu hanya studio tato biasa tapi bagi seniman, itu luar biasa.
"Baik juga ya dia mau menemani Liora yang sedang sakit." ucap Ibu Veli lagi
"Iya, bu." balas Livia singkat.
Beberapa pelanggan berbisik ngapain akhir-akhir ini Vendrell datang ke Evianne Books dan sering menemui Liora. Mereka saling bertukar pembicaraan dan didengar oleh Livia
"Aku dengar-dengar Selena tahu tentang Liora." ucap pelanggan kepada temannya
"Hah? Selena siapa?" gumam Livia dalam hati
"Pasti Selena sakit hati sama Drevian karena memilih gadis lain. Tapi wajar sih Drevian selalu menolak Selena. Aku dengar-dengar juga Selena itu jadi simpanan bossnya dikantor."
Para pelanggan saling berbisik satu sama lain. Livia mencatat nama Selena itu di ponselnya. Ia mengernyit dan ingin mencari tahu siapa Selena itu. Kenapa gadis itu seperti dikenal banyak pelanggannya? Siapa gadis itu sebenarnya?
Ibu Veli sudah tahu siapa Selena itu. Tapi Ia melihat wajah Livia yang tak senang mendengar pembicaraan pelanggannya. Jadi Ibu Veli memutuskan untuk tidak memberi tahu dan membiarkan Livia mencari tahu sendiri.