NovelToon NovelToon
Janda Cantik Untuk Om Duda

Janda Cantik Untuk Om Duda

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Single Mom / Janda / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:20.3k
Nilai: 5
Nama Author: kikoaiko

Arumi Bahira, seorang single mom dengan segala kesederhanaannya, semenjak berpisah dengan suaminya, dia harus bekerja banting tulang untuk membiayai hidup putrinya. Arumi memiliki butik, dan sering mendapatkan pesanan dari para pelanggannya.
Kedatangannya ke rumah keluarga Danendra, membuat dirinya di pertemukan dengan sosok anak kecil, yang meminta dirinya untuk menjadi ibunya.
"Aunty cangat cantik, mau nda jadi mama Lion? Papa Lion duda lho" ujar Rion menggemaskan.
"Eh"

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 15

Julia tidak terima melihat Bella dihinakan oleh orang asing, terlebih lagi wanita tengah baya itu yang sepertinya tidak memiliki etika. Dengan berkacak pinggang dan tatapan tajam, Julia mendekati situasi yang membuat darahnya mendidih.

"Kamu neneknya?" tanya Anggun, wanita tengah baya itu, dengan pandangan mengejek yang jelas. Dia menilai Julia hanya dari penampilannya, tanpa tahu betapa kuatnya identitas yang dia miliki.

"Pantas saja cucunya tidak memiliki sopan santun, neneknya saja seperti ini," cibir Anggun dengan sinis. Kata-katanya seperti belati yang menusuk hati Julia, membuatnya semakin marah.

Mendengar hinaan tersebut, Julia mengepalkan tangannya erat-erat. Amarahnya membara, matanya berkilau seperti api yang siap membakar segala hal di sekitarnya.

"Apa hakmu menghina cucuku!" teriaknya dengan suara menggema, menarik perhatian orang-orang yang melintas. Beberapa berhenti, penasaran melihat drama yang sedang terjadi di depan mereka.

Anggun, dengan senyum meremehkan yang masih terpatri di wajahnya, menatap Julia dingin. "Oh, jadi merasa tersinggung?" sindirnya sambil melipat tangan di dada dengan angkuh. "Mungkin jika neneknya memberi contoh yang lebih baik, cucunya tidak akan seperti ini."

Julia tak bisa menahan emosinya lagi. Ia melangkah maju, mendekatkan wajahnya ke wajah Anggun. "Dengar! Aku tidak peduli apa yang kamu pikirkan tentangku dan cucuku, tapi kamu tidak berhak menghina dia seperti itu! Jika kau berani mengatai cucuku bodoh, lalu kamu sendiri bagaimana? kau lebih bodoh karena hanya berani dengan anak kecil" Suaranya penuh kekuatan dan kemarahan, menggema di antara kerumunan yang semakin bertambah.

Orang-orang di sekitar mulai berbisik, merasakan ketegangan yang meliputi situasi tersebut. Namun, Anggun tetap tinggi hati, seolah tak terpengaruh oleh kemarahan Julia. Dia hanya tersenyum kecut dan berbalik pergi, meninggalkan Julia yang masih bergetar oleh emosi dan napas yang memburu.

Setelah beberapa lama diam, Bella akhirnya membuka suara. "Emang Bella ya, oma? Pelacaan Bella pintal kok, nenek itu aja yang nggak pintal," ujarnya sambil tersenyum nakal, berusaha menghibur neneknya.

"Kamu benar, cucu oma pasti pintar tidak seperti nenek peot itu," sahut Julia geram, merasa bangga atas keberanian Bella. "Sudahlah, tidak usah dipikirkan. Lebih baik kita beli mainan saja," ajaknya dengan tekad baru, berusaha mengalihkan perhatian dari situasi yang tak mengenakkan itu.

Setelah menyelesaikan semua transaksi belanjaan, Julia dan Bella melangkah menuju toko mainan yang terletak di lantai yang sama. Begitu mereka masuk ke toko, Bella berlari kecil di sepanjang lorong, matanya berkilau penuh rasa ingin tahu. Deretan mainan yang rapi dan bervariasi memikatnya, membawanya ke dalam dunia imajinasinya sendiri. Di sanalah, Bella merasa bebas, bisa menjadi apa saja yang dia inginkan, jauh dari semua hinaan dan kerumitan di dunia nyata.

Tiba-tiba, matanya tertuju pada sebuah rumah barbie yang berukuran lumayan besar. Dia berhenti, menatapnya dengan penuh kekaguman. "Oma, Bella boleh beli ini ndak?" tanya gadis kecil itu dengan suara penuh harap, sambil menunjuk rumah barbie itu.

Julia yang telah mengikutinya dari belakang dengan senyum lembut, mengangguk. "Beli semua yang kamu mau, jangan lupa kamu pilihkan juga untuk Naka, biar tidak nangis dia," jawabnya dengan suara yang lembut dan penuh kasih.

Bella mengangguk cepat, "Oma memang yang telbaik" ucap Bela dengan mata yang kembali bersinar.

Dia memulai misinya dengan penuh semangat, berjalan mengelilingi toko dan memasukkan berbagai jenis mainan ke dalam keranjang belanjanya. Boneka, mobil-mobilan, dan puzzle, satu persatu aman di dalam keranjang. Sesekali, dia mengangkat mainan tinggi-tinggi, memastikan bahwa ini adalah pilihan yang sempurna untuk dirinya dan tentu saja, untuk Naka, saudaranya.

Dengan keranjang yang sudah penuh, Bella berjalan menuju kasir. Setiap langkahnya ringan dan gembira, seakan dia membawa pulang lebih dari sekedar mainan—dia membawa pulang kebahagiaan dan kenangan yang akan selalu dikenang.

"Sudah, hanya ini saja?" tanya Julia.

"Iya oma, kalau banyak-banyak nanti di malahin mama" jawabnya.

Julia tersenyum seraya mengusap kepala Bella, "Yasudah, oma bayar dulu" ucap Julia dan membayar semua mainan yang di beli oleh Bella.

Usai belanja mainan dan baju, Julia mengajak Bella untuk makan siang. Dia membawa Bella masuk kedalam salah satu restoran yang berada di mall tersebut.

Bella melompat kegirangan saat memasuki restoran penuh warna itu. Cahaya yang terang dan aroma makanan yang menggoda langsung menyambut mereka.Julia meminta menu dan membiarkan Bella menunjuk-nunjuk pada gambar makanan yang menggiurkan itu.

"Ikannya, oma! Cama cpaghetti-nya juga!" seru Bella dengan mata berbinar.

Julia mengangguk sambil tersenyum, "Baiklah, kita pesan itu." Dia memberi tahu pelayan tentang pilihan mereka dan menambahkan, "Tolong tambahkan juga jus buah segar ya, yang banyak buahnya." Mereka berdua duduk bersebelahan, sambil sesekali Julia mengusap punggung Bella yang kecil.

Ketika makanan tiba, Bella hampir tidak bisa menahan kegembiraannya. Dia langsung menyantap ikan goreng dengan lahap, sesekali menyeruput jus buah yang dingin.

"Enak ya, sayang?" tanya Julia menikmati melihat cucunya bahagia.

Bella mengangguk dengan mulut penuh, "Enak cekali jadi olang kaya, Bella bica makanan cemua yang Bella cuka" Jawabnya dengan semangat.

Mereka berdua tertawa, menikmati makan siang bersama, melupakan sejenak kesibukan dunia di luar sana. Julia merasa lega melihat Bella bisa menikmati hari itu dengan tulus, sebuah pengingat tentang kesederhanaan kebahagiaan anak-anak.

*****

Alvaro menutup laptopnya dengan gerakan yang tergesa-gesa, tangannya sudah tak sabar ingin bertemu dengan putranya. Matanya melirik jam dinding yang menunjukkan sudah lewat dari waktu makan siang. Dengan cepat, dia mengambil jas dan kunci mobilnya yang tergeletak di meja.

"Jun, antar aku ke butik istriku, aku ingin menjemput Naka. Tapi sebelum itu kita mampir dulu ke restoran membeli makan untuk mereka," ucap Alvaro kepada assitennya.

"Tuan muda Naka ikut Nyonya Arumi tuan?" tanya Ajun memastikan, sambil mempersiapkan barang-barang yang mungkin dibutuhkan Alvaro untuk perjalanan singkat mereka.

"Iya, bilangnya sih mau bantuin mamanya," jawab Alvaro dengan senyum yang mengembang di wajahnya, membayangkan betapa antusiasnya Naka dapat menghabiskan waktu di butik milik Arumi.

Mereka berdua bergegas menuju mobil dan tidak lama kemudian, sudah meluncur di jalan raya menuju restoran favorit Alvaro dan untuk membeli beberapa kotak makan siang.

Alvaro memilih menu yang dia tahu akan disukai oleh Naka, namun dia tidak tahu makanan apa yang di sukai Arumi.

Hati Alvaro dipenuhi dengan kehangatan memikirkan kejutan kecil yang akan dia bawa. Setelah itu, mereka melanjutkan perjalanan ke butik dimana Arumi dan Naka berada.

Sesampainya di sana, Alvaro melihat melalui jendela besar toko kue, Naka sedang dengan ceria membantu Arumi merapihkan pakaian.Alvaro tak bisa menahan senyumnya melihat betapa bahagianya putrnya, meskipun mungkin lebih banyak mengacau daripada membantu.

Arumi yang melihat Alvaro dari dalam toko, mengangkat tangan dan melambaikan dengan senyuman yang lebar. Arumi membuka pintu toko dan masuk menghampiri mereka.

"Papa ngapain kecini" tanya Naka penuh selidik, bocah kecil itu seperti tidak suka melihat kehadiran ayahnya.

"Jemput kamu, memangnya mau apalagi" jawab Alvaro singkat.

Dia mengalihkan tatapannya ke arah Arumi. "Kamu sudah makan siang belum?  Ini aku bawakan makanan untuk kalian" tanya Alvaro seraya memberikan makanan yang ia beli kepada istrinya.

"Terima kasih mas. Aku belum makan, tapi kalau Naka sudah" kata Arumi.

"Makanlah terlebih dahulu, ini sudah lewat jam makan siang" titah Alvaro penuh perhatian.

Arumi mengangguk, "Kamu sudah makan?" tanya Arumi gugup.

"Belum, nanti aku bisa makan dengan Ajun kamu makan saja dulu" ucap Alvaro.

"Kita makan berdua saja. Makanannya banyak aku tidak bisa menghabiskannya sendiri" ucap Arumi

"Baiklah" jawab Alvaro.

Arumi masuk kedalam dapur, ia mengambil piring, setelah itu dia kembali menemui Alvaro. Ia menyajikan makanan tersebut di atas meja.

Arumi memandang meja makan yang penuh dengan sajian yang menggugah selera. Wajahnya menunjukkan kegugupan, tak tahu harus berbuat apa. Alvaro yang menyadari itu segera berdiri dan menarik kursi untuk Arumi, tindakan yang membuat pipi Arumi memerah.

Alvaro kembali ke kursinya di seberang meja, menatap lembut ke arah istrinya yang kini sudah mulai menyantap makanannya. Ada rasa lega yang terpancar dari mata Arumk, seolah beban di bahunya telah sedikit terangkat dengan kehadiran Alvaro yang menemaninya.

Sementara itu, Alvaro hanya memainkan sendok dan garpunya, matanya tidak lepas dari Arumi. Sesekali dia mengajak Arumi berbicara tentang hal-hal ringan, upaya untuk membuat suasana menjadi lebih rileks.

Arumi mulai larut dalam obrolan, sesekali terkekeh kecil mendengar lelucon dari Alvaro. Ketegangan yang sempat menghiasi wajahnya pelan-pelan menghilang, digantikan dengan senyum yang lebih sering terukir.

Makan siang itu berlangsung lebih lama dari yang biasanya, penuh dengan tawa dan cerita, membuat kedua hati yang sempat gugup menjadi lebih hangat. Selesai makan, Alvaro membantu istrinya merapikan meja, sebuah gerak solidaritas yang membuat Arumi merasa lebih dekat dengan Alvaro.

1
Adinda
pingin lihat reza menyesal dan menderita atas perbuatannya kepada Arumi
Marie Louis AK
dasar Reza bego. dikibuli ibunya yaa mau sj. jadi lelaki kok lembek dan tdk punya pendirian. hanya makan hasutan demi hasutan, shg tdk bisa berfikir logis.
Nety Dina Andriyani
Alvaro sdh move on tuh
seharusnya ganti tanya Arumi
bagaimana servisku jg lbh enakan mana sm clara wkwkwk
partini
Dah ga ingat istri yg dah meninggal nih ceritanya,,munafikun Weh Weh
Adinda
semoga dapat Triple biar seru /Facepalm//Facepalm//Facepalm/
Nety Dina Andriyani
aneh
Alvaro menyesal menghianati clara
kok minta jatah lagi sama arumi
itu mah suka al
partini
aku sumpahin bucin akut kamu sama Arumi segitunya ma istri yg sudah tiada merasa ini itu tapi menikmati malah minta lagi dasar laki laki kamfreeet to
partini
wah nyonya ada terbaik,,semoga di kasih kembar ma author nya 😁😁😁
Adinda
bella bella masih bocil udah pikirin pacaran,kalau kamu sudah besar nanti sama shaka
Adinda
lucu dua bocil gemesin
Jogrok Dewi Winarwan
semangat ya kak autornya, semoga sehat selalu biar bisa up mask terus.
Ariany Sudjana
Arumi harus belajar terbuka sama Alvaro, apalagi ini soal Reza, supaya Alvaro juga bisa lindungi Arumi
La Rue
masih ada typo ya,ayo semangat fokus buat Author biar gak salah penamaan utk tokoh² dlm cerita. btw thank utk updatenya 😊👍
Ariany Sudjana
semoga Alvaro tahu apa yang terjadi pada Arumi, dan bisa membalas ke Reza, yang begitu bodoh
Adinda
lanjut thor
TS
seru thour,,,,up lagi blm tau ini orang siapa yg akan di hadapi,,,,Shaka sudah di beri pesan bener2 bertanggung jawab.
La Rue
bagus ,tapi author masih keliru dg tokoh yang terkadang harusnya Shaka jd Alvaro. Semangat ya Author 👌
Nety Dina Andriyani
smangat kakak
Ariany Sudjana
senang bacanya
Adinda
kalau kamu sibuk terus Al siap siap istrimu direbut pria lain,lanjut thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!