.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhy-Chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Ayah bergerak perlahan, aku terkejut dan segera keluar dari kamar mertuaku. Kemudian ayah keluar dari kamarnya untuk pergi mandi, sementara aku kembali memasak.
Aku lihat ayah selesai mandi menghampiriku yang lagi memasak.
"Kamu tadi cium ayah," tanya ayah kepadaku.
Aku tidak menjawab hanya mengangguk pelan.
"Ibumu kemana?" tanya ayah lagi.
"Ke pasar, Yah," jawabku lirih.
Mendengar jawabanku, tiba-tiba ayah memelukku dari belakang.
"Ayah di suruh buka toko," kataku kepada ayah.
"Nanti saja," bisik ayah di belakang telingaku.
"Ayah, Tuti lagi masak," ujarku.
"Ayah pengin lihat kamu masak," kata ayah yang semakin erat memelukku.
"kalau seperti ini Tuti tidak bisa masak, Yah," jawabku.
"Kenapa, jadi pengin ya?" tanya ayah.
"Kopinya ada di atas meja di depan tv, Yah," ujarku kepada ayah, supaya dia tidak menganggu ku yang lagi masak.
"Iya nanti saja," cetus ayah yang tetap memelukku.
Kemudian terdengar pintu rumah terbuka di sertai teriakan ibu mertuaku.
"Ayah...!" teriak ibu mertuaku.
Mendengar suara ibu, ayah bergegas berlari menuju ke depan tv.
"Ayah!" panggil ibu mertuaku dengan suara lantang.
"Iya, Bun," jawab ayah melihat ke arah ibu.
"Tokonya kenapa tidak di buka," tanya ibu mertuaku sedikit kesal.
"Iya, ini mau ayah buka, masih minum kopi, Bun," ujar ayah.
"Sudah jam berapa ini yah, banyak pembeli yang balik," Kata ibu mertuaku sembari pergi ke toko.
Kemudian aku dan ayah saling berpandangan.
"Sukurin," ejek ku pelan.
Ayah hanya tersenyum kepadaku.
Setelah selesai masak, lalu aku hidangkan sarapan pagi di meja makan.
"Ayah, sarapan dulu," kataku kepada ayah yang lagi nonton tv.
Kemudian aku ke toko menawarkan sarapan kepada ibu mertuaku.
"Bu, sarapan dulu," kataku kepada ibu.
"Iya, Nak, ayahmu suruh sarapan dulu, ibu masih sibuk," ujar ibu.
Kemudian aku menghampiri ayah dan menyuruh beliau untuk sarapan.
"Sarapan dulu, Yah," ujarku.
"Ayo sama kamu, Nak," ujar ayah.
"Ayah duluan, Tuti masih mau mandi," jawabku sembari pergi ke kamar untuk mengambil pakaian ganti dan handuk.
Kurang lebih 20 menit aku mandi, selesai mandi terdengar suara ayah dari ruang tv memanggil.
"Nak, Tuti." Panggil ayah.
Aku bergegas ke ruang tv, kemudian ayah menyuruhku duduk. Aku turuti perintahnya, kemudian ayah memegang pundak ku, serta memijat perlahan-lahan dan bertanya apakah pijitannya enak.
"Bagaimana, enak pijatan ayah?" tanya ayah.
"Enak sekali, Yah," jawabku.
Ayah tersenyum, sembari tetap memijat pundakku, kami berdua membisu sambil menonton tv.
Lama kelamaan perasaan aneh itu menjalar lagi, aku merasakan sesuatu yang lain, aku tidak mengerti perasaan apa ini. Tiba-tiba aku rasakan hembusan nafas di samping leherku, aku melirik, ternyata wajah ayah telah sampai di leherku.
Aku merasakan getaran-getaran aneh yang menjalar ke seluruh tubuhku, aku tidak berontak tetapi getaran-getaran aneh itu kurasakan begitu nikmat hingga tanpa kusadari, ku miringkan kepalaku seakan memberi keleluasaan untuk ayah.
Tidak terasa aku memejamkan mata dan menikmati setiap usapan tangan ayah di leherku. Aku rasakan tubuhku melayang, tidak mempunyai beban, terasa ringan sekali seolah terbang.
Otakku seakan buntu, tidak dapat berpikir jernih, ayah berbisik supaya aku menikmati saja pijatannya.
"Nikmati pijatan ayah, sayang," bisik ayah pelan di telingaku. Perlakuan ayah kepadaku semakin jauh, akhirnya aku tersadar.