Janda Cantik Untuk Om Duda
Di sebuah butik yang dipenuhi dengan pakaian cantik beraneka warna, Bella, gadis kecil berusia tiga tahun, menjadi pusat perhatian. Dengan senyum lebar yang merekah di wajahnya, ia menyambut setiap pelanggan yang memasuki butik tersebut. Rambutnya yang diikat dua terus bergerak-gerak, penuh semangat, setiap kali ia berlari kecil menghampiri pengunjung.
"Bella! Celamat datang di butik kami, nyonya," serunya ceria saat melihat Julia, seorang wanita elegan yang tak asing di butik itu. Dengan pesonanya, Julia telah menjadi pelanggan setia yang selalu membuat butik semakin hidup.
"Terima kasih, kamu sangat menggemaskan," jawab Julia dengan senyum hangat, sambil mengusap pipi bulat Bella yang terlihat merah merona. Kehangatan interaksi antara keduanya membuat suasana butik terasa lebih akrab.
"Bella memang menggemaskan, cudah ada celibu olang yang belkata cepelti itu," ungkap Bella penuh percaya diri, memberi warna pada percakapan dengan kekonyolan khas anak-anak. Julia terkekeh, hatinya berbunga-bunga menyaksikan keimutan gadis kecil itu.
Dari jauh, Arumi, ibu Bella dan pemilik butik, mengamati momen manis itu. Senyumnya tak pernah pudar saat melayani pelanggan yang datang. Ia beranjak mendekati mereka dengan langkah penuh percaya diri.
"Silakan, Nyonya. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Arumi ramah begitu ia sampai di dekat Julia.
"Saya sedang mencari beberapa gaun pesta, untuk perempuan dan laki-laki. Nanti kamu antar ke rumah saya, ini alamatnya," ujar Anita sambil menyerahkan kartu namanya kepada Arumi, penuh harap agar butik ini dapat memenuhi kebutuhannya.
Arumi menerima kartu nama tersebut dengan senyum dan mengangguk, "Tentu, Nyonya Danendra. Akan saya pilihkan beberapa model untuk Anda." Suasana butik yang ramah dan penuh keceriaan itu membuat setiap pelanggan merasa seperti bagian dari keluarga.
Julia pun tersenyum lebar, puas dengan pelayanan yang tak hanya profesional, tetapi juga dipenuhi dengan kasih sayang antara Bella dan Arumi. Dalam setiap interaksi, butik itu bukan hanya sekadar tempat berbelanja, tetapi juga sebuah rumah hangat untuk setiap jiwa yang melangkahkan kaki ke dalamnya.
Setelah membayar, Julia pun meninggalkan butik tersebut. Arumi merasa bersyukur, hari ini mendapatkan pesanan yang lumayan banyak.
"Mama, olang itu tadi beli banyak baju ya?" tanya Bella dengan mata berbinar, penuh rasa ingin tahu.
"Iya, sayang," jawab Arumi seraya menggendong tubuh kecil putrinya, merasakan rasa syukur yang mendalam atas keberhasilan hari itu.
"Acik... Bel bica beli mainan!" seru Bella, sambil mengangkat tangannya tinggi-tinggi, seolah ingin menyentuh awan-awan kecil yang melintas di langit biru.
Arumi tersenyum getir. Ia teringat janji yang pernah diucapkannya untuk membelikan mainan bagi putrinya setelah baju-baju di butik laku keras. Namun, dalam hati, ia tahu betul bahwa hari itu, meski penjualan cukup memuaskan, pendapatan yang ada tetap harus diperuntukkan bagi biaya produksi dan kebutuhan sehari-hari.
Ia menatap lembut ke wajah ceria Bella, anak yang baru berusia tiga tahun. Canda tawa si kecil selalu menjadi penawar lelah setelah seharian berjuang mengelola butik kecilnya. Rasa capek yang kadang menghampiri seolah sirna ketika melihat senyum manis putrinya.
“Kita lihat nanti ya, kalau ada sisa, Mama janji akan belikan Bella mainan baru,” ucap Arumi, berusaha menjelaskan dengan lembut. Ia ingin Bella mengerti, meskipun dengan cara yang sederhana.
Bella, yang belum sepenuhnya memahami kondisi keuangan mereka, hanya mengangguk. Harapannya terlihat jelas di matanya yang berbinar, seolah meyakinkan Arumi bahwa janji itu sangat berarti baginya.
Arumi mengusap rambut lurus Bella dengan penuh kasih sayang. Dalam hati, ia berharap suatu hari nanti dapat memenuhi setiap keinginan putrinya tanpa harus berpikir dua kali. Sambil memilih beberapa pakaian pesanan, Arumi berdoa dalam hati semoga keesokan harinya pesanan akan lebih banyak lagi. Dengan setiap kue yang terjual, harapannya untuk memberikan kehidupan yang lebih baik bagi Bella semakin dekat, meski tantangan tidak pernah berhenti menghadang.
Arumi Bahira adalah seorang wanita yang tangguh, berjuang dalam kehidupan sebagai single mom setelah pernikahannya hancur. Kehidupan rumah tangganya yang dulu tampak penuh dengan harapan dan kebahagiaan berakhir tragis ketika suaminya, Reza, terpengaruh oleh hasutan ibunya.
Dalam sebuah skenario yang menyakitkan, mertuanya menuduh Arumi berselingkuh dengan pria lain, memperlihatkan foto yang ternyata adalah rekayasa belaka. Kenyataan pahit ini menghancurkan kenyamanan yang dulu mereka miliki.
Setelah beberapa tahun menikah, Arumi tidak pernah membayangkan bahwa ia akan dikhianati dengan cara seperti itu. Foto-foto yang dipermainkan dan cerita-cerita palsu membuat Reza lebih percaya kepada ibunya daripada kepada Arumi, yang telah menjadi pendamping hidupnya.
Ketika Bella lahir, ia berharap perasaan bahagia akan membawa mereka lebih dekat, namun Reza tetap bersikukuh tidak mengakui bahwa Bella adalah anaknya. Setiap kali Arumi berusaha menjelaskan dan memperlihatkan bukti-bukti, Reza menutup telinga, terperangkap dalam kebohongan yang dirancang oleh ibunya.
Arumi merasakan sakit yang mendalam. Dia bekerja keras untuk memberikan kehidupan yang layak bagi Bella, meski tanpa dukungan dari ayahnya. Setiap senyuman Bella menjadi penopang semangatnya, memberikan alasan untuk terus berjuang meskipun beban hidup terasa sangat berat. Momen-momen kecil kebersamaan mereka, tawa, dan pelukan hangat dari Bella adalah pengingat bahwa di tengah semua kesedihan, masih ada cinta yang tulus.
Bagi Arumi, setiap hari adalah perjalanan yang penuh dengan tantangan. Dia tidak hanya harus menghadapi stigma sosial sebagai seorang ibu tunggal, tetapi juga mencari cara untuk membuktikan bahwa cintanya kepada Bella tak tergoyahkan. Meski masa lalu menghantuinya, Arumi bertekad untuk membesarkan Bella dengan segala cinta dan kasih sayang, memberikan yang terbaik untuk masa depan mereka berdua, tanpa peduli pada cemoohan dan keraguan dari orang-orang di sekelilingnya.
*Flashback On*
Bella baru saja menginjak usia tiga bulan ketika Arumi mendengar suara ketukan keras di pintu rumahnya. Dengan wajah pucat dan langkah gontai, seolah seluruh tenaga terhisap oleh kecemasan, ia membuka pintu, hanya untuk mendapati suaminya, Reza, dan ibu mertuanya berdiri dengan tatapan tajam yang menyayat.
Sejak kelahiran Bella, Reza tak pernah kembali ke rumah, memilih bertaruh pada kenyamanan rumah ibunya daripada berjuang bersama Arumi.
"Kami datang untuk menemui kamu," ucap ibu mertuanya dengan nada dingin, tak dapat menyembunyikan kebencian yang ada.
Kata-kata itu seperti duri yang menusuk hati Arumi, yang seakan mempersiapkan dirinya untuk sebuah pertarungan yang tak ingin ia hadapi.
Arumi mengangguk lemah, meski harapannya bahwa pertemuan ini bisa menjadi kesempatan untuk menjelaskan semuanya teramat samar. Ia mempersilakan mereka masuk, berusaha menjaga ketenangan di tengah kecamuk yang mengguncang dalam hati.
Sambil memangku Bella yang sedang tertidur, Arumi berusaha menyusun kalimat-kalimat yang tepat. "Saya tidak pernah selingkuh. Foto itu hanya rekayasa. Saya bisa bersumpah..." Ucapnya dengan suara penuh harapan.
Namun, kata-katanya terhenti begitu Reza memotong dengan suara keras, "Cukup, Arumi! Aku tidak ingin mendengar penjelasanmu lagi. Aku datang ke sini hanya ingin memberikan surat ini." Suara Reza yang tegas membuat hatinya berdesir.
Tatapan Arumi gusar, matanya berkaca-kaca menahan air mata yang berusaha untuk tumpah. Melihat apa yang akan terjadi selanjutnya, Arumi merasa situasi ini sungguh tidak adil. Dengan tangan yang bergetar, ia menerima surat yang diberikan Reza.
"Su-rat cerai?" tanyanya, menatap suaminya dengan peluh gugup membasahi dahi.
"Iya, aku akan menceraikanmu. Sekarang juga, kamu harus tanda tangan surat itu!" Reza berkata tanpa keraguan sedikit pun, seolah keputusan itu sudah bulat dalam pikirannya.
Ibu mertuanya menghampiri, tangan kasar mengusap kepala Bella yang masih tak berdaya dalam pelukan Arumi. "Lihatlah, tidak ada yang tahu siapa sebenarnya ayah kandung anak ini" sindirnya dengan nada menyakitkan, seolah kalimat itu adalah senjata untuk merobek-robek sisa harapan di hati Arumi.
Arumi merasakan hatinya hancur mendengar kata-kata itu. Namun, demi Bella, ia harus tetap kuat. Suara yang bergetar hampir tidak bisa keluar dari bibirnya, namun semua penjelasannya hanya sia-sia di hadapan dua orang yang tidak pernah mau mendengarkan.
Dengan sisa tenaga, Arumi akhirnya memutuskan untuk menerima perceraian itu. Dia menghela napas panjang dan menandatangani surat perceraiannya dengan Reza.
"Ini," ucap Arumi sambil menyerahkan surat itu kepada Reza dengan tangan bergetar.
"Ambil lah, aku tidak menginginkan itu semua. Dan secepatnya aku akan pergi dari rumah ini," tambahnya dengan tegas, meski hatinya penuh kepedihan.
Reza dan ibu mertuanya segera pergi, meninggalkan Arumi dalam suasana yang terasa hampa. Setiap detik yang berlalu ibarat jam-jam yang menyiksa bagi Arumi.
Setelah menutup pintu, ia kembali ke ruang tengah dan memeluk Bella erat-erat, berbisik lembut, "Apapun yang terjadi, mama akan selalu ada untukmu, sayang." Emosi bercampur antara keputusasaan dan kekuatan untuk melindungi anaknya di tengah badai yang tak kunjung reda.
*Flashback Off*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments