NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Sahabat

Menikah Dengan Sahabat

Status: sedang berlangsung
Genre:Pengantin Pengganti / Nikah Kontrak / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Mengubah Takdir
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Mereka tumbuh bersama. Tertawa bersama. Menangis bersama. Tapi tak pernah menyangka akan menikah satu sama lain.

Nina dan Devan adalah sahabat sejak kecil. Semua orang di sekitar mereka selalu mengira mereka akan berakhir bersama, namun keduanya justru selalu menepis anggapan itu. Bagi Nina, Devan adalah tempat pulang yang nyaman, tapi tidak pernah terpikirkan sebagai sosok suami. Bagi Devan, Nina adalah sumber kekuatan, tapi juga seseorang yang terlalu penting untuk dihancurkan dengan cinta yang mungkin tak terbalas.

Sampai suatu hari, dalam situasi penuh tekanan dan rasa kehilangan, mereka dipaksa menikah demi menyelamatkan kehormatan keluarga. Nina baru saja ditinggal tunangannya yang berselingkuh, dan Devan, sebagai sahabat sejati, menawarkan sebuah solusi yaitu pernikahan.

Awalnya, pernikahan itu hanyalah formalitas. Tidak ada cinta, hanya kenyamanan dan kebersamaan lama yang mencoba dijahit kembali dalam bentuk ikatan suci.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 15

Hari itu langit cerah, rumah kecil mereka rapi dan penuh aroma sabun cuci. Nina baru saja selesai mengepel lantai saat Devan muncul dari balik pintu kamar, mengenakan kaus oblong longgar dan celana pendek favoritnya.

“Kamu kayak iklan deterjen hari ini,” katanya sambil menatap Nina dari ujung kepala sampai kaki.

Nina menyipitkan mata. “Itu pujian atau sindiran, tuan?”

“Pujian. Soalnya kamu bersinar kayak ubin setelah dipel.”

Nina melempar lap pel ke arah Devan yang langsung tertawa dan menangkis dengan bantal kursi.

Di siang hari, Nina menerima pesan dari seorang teman lamanya bernama Fajar, yang dulu pernah duduk sebangku dengannya di SMA. Fajar sedang mencari guru les privat matematika untuk adiknya.

Nina membalas dengan ramah. Tapi semua jadi... bergeser arah saat Devan, yang kebetulan meminjam ponsel Nina buat nelpon tukang galon, tidak sengaja membaca pesan masuk Fajar.

“Masih cantik aja, ya, kamu. Dulu juga aku suka kamu diem-diem pas SMA. Hehe. Tapi tenang, sekarang aku cuma mau les aja buat adikku kok 😂”

Dan Devan… membeku. Alis naik. Sudut bibir turun.

Saat Nina keluar dari kamar mandi dan melihat Devan duduk sambil menatap layar ponsel dengan ekspresi “suami tersinggung diam-diam”, dia langsung tahu: badai kecil sedang mendekat.

“Kamu dapet pesan dari... Fajar,” kata Devan tanpa nada.

“Oh, iya. Dia butuh guru les buat adiknya,” jawab Nina santai sambil mengeringkan rambut.

“Dia juga bilang kamu masih cantik. Dulu suka diem-diem. Hehe,” tiru Devan dengan intonasi aneh.

Nina menatapnya. “Van... kamu cemburu?”

“Nggak,” jawab Devan dengan cepat. Terlalu cepat. “Cuma... aneh aja. Kok dia baru muncul sekarang? Kenapa harus bilang-bilang suka dulu segala? Ngapain pake emoji ketawa gitu?”

Nina mendekat, duduk di pangkuan Devan, dan menatap wajahnya yang masih cemberut lucu.

“Devan, kamu tahu nggak kenapa aku nikah sama kamu?”

“Karena kepepet?” balasnya, mencoba ngeles sambil menunduk.

“Bukan. Karena kamu orang yang selalu bikin aku pengen pulang. Karena kamu orang yang bahkan cemburunya aja bikin aku ngerasa dicintai.”

Devan diam sejenak.

“...Tapi tetep aja emoji-nya nyebelin.”

Untuk mengalihkan perhatian Devan, Nina mendadak berdiri, mengambil bantal sofa, lalu... BOOM! bantal mendarat tepat di kepala Devan.

Devan terkejut, lalu menyeringai. “Oke. Kamu cari perang, Bu Guru?”

“Biar kamu lupa sama emoji ketawa dia!” Nina tertawa.

Devan segera membalas. Mereka berlarian keliling rumah, tertawa-tawa, saling memukul pakai bantal sambil menghindari vas bunga dan rak buku.

Sampai akhirnya Nina terpeleset karpet dan hampir jatuh—untung Devan menangkapnya.

Mereka terjatuh bersama di atas sofa. Nafas mereka memburu, tawa belum berhenti.

“Kamu beneran cemburu ya?” tanya Nina lagi sambil mencubit pipi Devan.

Devan mengangguk pelan. “Cemburu itu bukan karena aku nggak percaya kamu, tapi karena aku nggak pengen ada siapa pun yang bikin kamu ingat masa lalu. Karena aku mau jadi masa depan kamu… satu-satunya.”

Nina tersenyum, lalu mengecup pipi suaminya.

Cup

“Kamu udah jadi masa depanku. Dan sekarang... tolong buatin aku mi instan. Aku lapar banget.”

Dan Devan meleleh mendapatkan perlakuan seperti itu dari Nina.

Sambil memasak, Devan tetap menggerutu soal emoji Fajar.

“Harusnya dia pake emoji biasa aja. Gitu lho. Nggak usah sok akrab.”

Nina yang duduk di meja makan sambil memeluk perutnya yang mulai tampak membuncit sedikit.

“Kamu lucu, tahu nggak? Cemburu soal emoji. Besok-besok aku bilang ke dokter: suami saya alergi emoji ketawa.”

Devan tertawa. “Serius. Aku mau request ke dunia, emoji kayak gitu diblokir khusus buat cowok yang nge-chat istri orang.”

 

Hari ini kita bertengkar kecil. Bukan karena marah. Tapi karena cinta yang lucu bentuknya. Hari ini aku jatuh cinta lagi, pada cara kamu cemburu diam-diam, dan caraku menggodamu sampai senyum lagi. Ternyata, bahagia nggak perlu alasan besar. Cukup bantal, tawa, dan kamu yang selalu mau memeluk meski habis perang.

*

Pagi itu, Nina sedang bersantai di sofa sambil menonton drama Korea kesukaannya. Rambutnya diikat asal, dan wajahnya dipenuhi masker lidah buaya. Di sampingnya, Raka duduk dengan ekspresi bosan, memandangi wajah sang istri.

“Nin, kamu yakin itu masker? Kok baunya kayak sayur asem basi?”

“Ini organik! Katanya bikin kulit cerah dan kenyal,” jawab Nina sambil mengipasi wajahnya.

Devan menyipitkan mata, lalu mengambil masker satu lagi dari meja.

“Kalau gitu aku juga mau. Masa kamu doang yang cerah, aku kusam?”

Nina langsung menoleh dengan mata melebar. “Kamu?! Maskeran?!”

“Kenapa? Nggak boleh?”

“Boleh… cuma… jangan nyalahin aku kalau kamu berubah jadi pangeran Korea setelah ini.”

Lima menit kemudian, keduanya duduk berdampingan, wajah mereka mengilap karena masker. Devan bahkan pakai bando kelinci milik Nina untuk menahan rambut depannya.

“Kamu cantik banget, Van,” kata Nina sambil menahan tawa.

“Terima kasih, Bu. Ini hasil perawatan 5 menit,” jawab Devan dengan gaya sok manja.

Mereka mengambil selfie berdua dengan filter lucu. Lalu Devan berkata pelan, “Eh, Nin… gatel deh. Maskernya mulai kering ya?”

“Iya, jangan digaruk. Nanti ngelupas kulitnya.”

Tapi Devan mulai panik. “Nin, serius. Ini gatel banget. Aku kayak ditaburi cabai bubuk!”

“Bentar lagi juga bersih kok.”

“Nggak bisa! Aku nyerah! Aku mau cuci muka!”

Dan dengan panik, Devan berlari ke kamar mandi, membuat masker kering di wajahnya mulai retak kayak dinding rumah tua.

Nina ngakak sampai terjatuh ke karpet. “Astaga, kamu kayak mumi mesir kabur dari museum!”

Malamnya, mereka berdua berebut remote TV.

“Aku mau nonton lanjutan dramaku!” teriak Alya sambil menarik remote.

“Tapi malam ini ada final bola, Nin! Ini penting banget! Sejarah bangsa sedang dipertaruhkan!”

“Sejarah rumah tangga juga dipertaruhkan kalau kamu rebut remote!”

Mereka saling tarik menarik remote, sampai akhirnya Devan mengalah… dengan satu syarat.

“Oke. Kamu menang. Tapi aku mau hadiah.”

“Apa?”

“Cium pipi.”

Nina mencibir, tapi mendekat lalu mengecup pipinya. “Tuh.”

Cup

Devan tersenyum, lalu dengan cepat… mencabut kabel TV.

“DEVANNN!!”

“Hahaha, sekarang kita quality time aja yuk! Nonton kamu marah itu lebih seru dari sinetron mana pun!”

Nina memukuli bahu Devan dengan bantal sambil tertawa. “Kamu tega banget!”

Keesokan harinya, Devan mendadak ingin mengabadikan kehamilan Nina dengan cara unik.

“Kita bikin sesi foto hamil, yuk! Tapi pakai properti seadanya.”

Dengan cepat, Devan mengikat kain gorden sebagai syal, meletakkan boneka di sekitar perut Nina, dan memakai tripod dari… botol galon kosong.

“Van, ini bukan sesi foto. Ini proyek DIY gagal.”

“Eh, tapi kamu cantik banget, sumpah! Liat deh!” Devan memotret Nina dari berbagai angle sambil memberi arahan sok profesional.

“Ayo senyum, liat ke kanan, senyum lagi, sekarang gaya model hamil galak!”

Nina tertawa sambil menepuk perutnya. “Anakku di dalam pasti bingung. ‘Kenapa ibuku disuruh galak tapi ketawa?’”

Setelah beberapa jepretan, Devan ikut duduk dan memeluk Nina dari belakang.

“Nin, foto ini buat kita ingat bahwa kita pernah bahagia meski cuma punya botol galon dan boneka kodok sebagai properti.”

Nina mengangguk. “Dan kita bakal terus bahagia, asal kamu jangan nyabut kabel TV lagi.”

Malam itu mereka duduk di beranda, menikmati angin malam sambil makan mi instan dari mangkok besar.

“Van,” gumam Nina, “kamu tahu nggak… momen kayak gini tuh lebih romantis dari candle light dinner mahal.”

Devan mengangguk sambil menyeruput kuah. “Karena cinta kita dibumbui micin, bukan wine.”

Nina tertawa. “Dasar suami micin!”

Hari ini kita maskeran bareng, perang remote, foto konyol, dan ketawa tanpa henti. Kadang, cinta nggak butuh alasan. Cukup kamu yang mau duduk bareng, tertawa bareng, dan terus bilang: aku di sini, nggak kemana-mana.

1
Eva Karmita
masyaallah bahagia selalu untuk kalian berdua, pacaran saat sudah sah itu mengasikan ❤️😍🥰
Julia and'Marian: sabar ya kak, aku kemarin liburan gak sempat up...🙏
total 1 replies
Eva Karmita
semangat semoga semu yg kau ucapkan bisa terkabul mempunyai anak" yg manis ganteng baik hati dan sopan ya Nina
Eva Karmita
semoga kebahagiaan menyertai kalian berdua 😍❤️🥰
Eva Karmita
lanjut thoooorr 🔥💪🥰
Herman Lim
selalu berjuang devan buat dptkan hati nana
Eva Karmita
percayalah Nina insyaallah Devan bisa membahagiakan kamu ❤️
Eva Karmita
mampir otor 🙏😊
Julia and'Marian: hihihi buku sebelumnya Hiatus ya kak, karena gak dapat reterensi, jadi males lanjut 🤣, makasih ya kak udah mampir 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!