Riris Ayumi Putri seorang gadis yang haus akan kasih sayang dan cinta dari keluarganya. Dan sialnya ia malah jatuh cinta pada kakak temannya sendiri yang umurnya terpaut jauh dengannya. Bukanya balasan cinta, justru malah luka yang selalu ia dapat.
Alkantara Adinata, malah mencintai wanita lain dan akan menikah. Ketika Riris ingin menyerah mengejarnya tiba-tiba Aira, adik dari Alkan menyuruhnya untuk menjadi pengantin pengganti kakaknya karena suatu hal. Riris pun akhirnya menikah dengan pria yang di cintainya dengan terpaksa. Ia pikir pernikahannya akan membawa kebahagiaan dengan saling mencintai. Nyatanya malah luka yang kembali ia dapat.
Orang selalu bilang cinta itu membuat bahagia. Namun, mengapa ia tidak bisa merasakannya? Apa sebenarnya cinta itu? Apakah cinta memiliki bentuk, aroma, atau warna? Ataukah cinta hanya perasaan yang sulit di jelaskan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon risma ayu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Di sebuah rumah sakit. Kini terlihat Alkan yang sedang mengobrol bersama dokter.
"Istri anda hanya kelelahan, jangan buat dia terus banyak pikiran dan larut dalam kesedihan. Itu akan berpengaruh pada kesehatan fisik dan batinnya," jelas dokter.
Lelaki itu hanya terdiam, apakah ia tidak bisa membahagiakan istrinya? Kenapa malah membuatnya menderita, padahal keinginannya dari dulu ingin menjadi suami yang baik untuk istrinya. Dan bisa membahagiakan istri dan anak-anaknya kelak.
Saat ini Alkan sudah berada di ruangan istrinya. Pria itu sedang duduk di sebuah kursi samping brangkar. Sedari tadi ia terus memperhatikan istrinya yang terbaring lemah di hadapannya.
Tidak ada tanda-tanda gadis itu bangun. Malam semakin larut, sedari tadi Alkan terus menguap merasa sangat mengantuk. Ia memilih berjalan menuju sofa berniat untuk tidur.
Alkan sengaja tidak memberitahu orang tuanya karena sudah malam, tidak ingin merepotkan mereka. Ia juga takut orang tuanya akan memarahinya jika tahu istrinya masuk ke rumah sakit.
Tidak terasa subuh menjelang pagi. Alkan terbangun dari tidurnya, badannya terasa remuk karena tertidur di sofa.
Alkan menoleh menatap ke arah istrinya yang tak kunjung bangun. Kemudian ia beranjak dari sofa berjalan keluar ruangan. Ia berniat untuk pulang karena harus bersiap untuk bekerja. Sebelum itu Alkan sempet menitipkan istrinya pada perawat di sana.
Cahaya matahari menyinari terang menembus jendela rumah sakit. Seorang gadis terbangun dari tidurnya karena merasa terusik. Ia mengucek matanya pelan, lalu menatap sekelilingnya heran.
Ia berada di rumah sakit? Riris celingak-celinguk berharap suaminya ada di sana. Namun, yang ia lihat malah dokter dan perawat dengan membawa sebuah makanan sedang berjalan menghampirinya.
Dokter pun mulai memeriksanya dan menyuruhnya untuk makan dan minum obat. Riris hanya mengangguk dan melakukannya sendiri.
Detik berganti menit, menit telah berganti jam, sudah berjam-jam ia menunggu kehadiran suaminya. Riris sedari tadi merasa sangat jenuh karena seharian terus berdiam di rumah sakit sendirian.
Kemana suaminya itu? Apakah dia tidak memperdulikan istrinya yang sedang sakit? Ah mungkin Alkan sedang bekerja dan tidak bisa menemaninya.
Karena merasa sangat bosan, gadis itu pun memilih berjalan-jalan keluar dari ruangan. Hingga kini dirinya sedang berada di taman rumah sakit.
Riris menatap sekelilingnya dengan semangat, akhirnya ia bisa keluar dari ruangan yang bau obat itu. Pandangannya beralih pada seorang gadis kecil yang sangat imut sedang menangis dan di tenangkan oleh orang tuanya.
"Aku mau pulang!" teriak gadis itu sambil menangis.
"Iya sayang bentar lagi pulang kok. Kamu harus pintar minum obatnya, biar cepat sembuh. Ayah janji setelah pulang akan ajak kamu jalan-jalan."
Riris terus menatap mereka dengan sendu karena teringat dengan orang tuanya. Namun, tiba-tiba senyuman tipis mengembang membayangkan jika dirinya dan Alkan punya anak. Pasti mereka akan kewalahan jika anaknya sedang sakit.
"Ah kamu mikir apa sih," guman nya tersadar.
"Tapi aku sangat berharap suatu hari nanti bisa merasakan itu. Hidup bahagia dengan Mas Alkan dan anak-anak kita nanti," ucapnya pelan dengan penuh harap.
Malam hari, Riris masih menanti kehadiran suaminya. Namun, pria itu tak kunjung datang membuatnya merasa sangat kecewa.
Apakah suaminya masih keluyuran tak jelas di saat istrinya sedang sakit? Sebenci itukah ia sampe tidak peduli padanya? Selama ini Riris selalu memperlakukannya dengan sangat baik dan tulus mencintainya. Apa salahnya hingga pria itu terus menyiksanya? Padahal ia rela mengorbankan cita-citanya dan juga sampai di buang oleh orang tuanya karena menikah dengannya.
Malam semakin larut, Riris sudah tertidur pulas. Karena efek obat membuatnya merasa begitu mengantuk.
Cklek!
Sebuah pintu terbuka dan Alkan berjalan masuk ke dalam ruangan istrinya. Ia berjalan menuju sofa dan langsung menyenderkan tubuhnya.
Matanya terpejam karena merasa sangat lelah. Hari ini ia di paksa untuk lembur. Dan ya Alkan pulang kerja langsung ke rumah sakit.
Karena ingin buru-buru istirahat, Alkan beranjak dari tempatnya menuju kamar mandi. Berniat untuk bersih-bersih, kebetulan ia bawa baju ganti yang sudah di siapkan di mobil sebelum berangkat kerja
Beberapa menit berlalu, Alkan sudah selesai dengan aktivitas nya. Ia berjalan menghampiri istrinya dan duduk di kursi samping brangkar.
Dengan pelan tangannya terangkat mengelus pipinya lembut. Entah kenapa ia tiba-tiba sangat kasihan pada gadis itu dan ingin memperlakukannya dengan baik. Apakah hatinya sudah luluh?
"Cepat sembuh," ucapnya pelan lalu mengecup keningnya sedikit lama.
Alkan kembali menuju sofa berniat untuk istirahat. Walaupun sebenarnya tubuhnya sangat sakit, ia rela tidur di sana untuk menemani istrinya.
Pagi hari, seperti biasa Alkan terbangun duluan karena merasa tidak nyenyak tidur di sofa. Saat ini pria itu sedang keluar membeli makanan untuk sarapan. Kebetulan hari ini weekend, ia berniat menemani istrinya di rumah sakit.
Riris terbangun dari tidurnya. Ia menatap sekelilingnya sepi, suaminya tidak ada lagi di sana. Apakah pria itu benar-benar tidak peduli padanya? Entah kenapa Riris merasa sangat marah dan kecewa.
Tidak lama Alkan masuk ke dalam ruangan dengan membawa beberapa makanan dan juga bubur untuk istrinya.
"Sudah bangun?"
Riris hanya diam tidak menjawab. Dirinya masih kesal pada suaminya. Mungkin karena sebentar lagi akan pms juga membuatnya sedikit sensi.
Alkan masih fokus menaruh makanannya, lalu ia menyiapkan bubur untuk istrinya.
"Ayo di makan dulu," ucapnya berniat menyuapi gadis itu.
"Gak usah sok peduli," tanpa sadar Riris menepis tangan suaminya hingga bubur itu terjatuh.
Pyar!
Alkan menatap bubur yang sudah berserakan di lantai. Lalu ia menatap istrinya dengan rahang mengeras, merasa di rendahkan. Tangannya terkepal kuat, matanya sudah memerah menatapnya tajam.
"Lo di baikin malah ngelunjak ya?"
"Lo bilang gak usah sok peduli? Masih mending gue peduli sama Lo, pulang kerja capek nemenin Lo tidur di sofa keras sampe badan gue pada sakit! Dan Lo malah kayak gini?!" bentak Alkan.
"Dan sekarang kesabaran gue udah habis!" ia menarik dagu istrinya dengan kasar.
"Sekarang bodo amat Lo mau sakit atau mati pun! Gue benar-benar gak peduli!" bentaknya di depan wajah gadis itu.
Alkan menghempaskan dagunya kasar, lalu pergi meninggalkan istrinya yang masih terdiam. Riris benar-benar merasa bersalah karena sudah tidak sopan dengan suaminya. Apalagi setelah mendengar ternyata Alkan selalu menemaninya setiap malam.
Riris terus merutuki dirinya yang bodoh karena sudah membuat suaminya sangat marah. Dirinya benar-benar kekanakan bisa melakukan hal sebodoh itu. Padahal tadi suaminya sudah sedikit lembut padanya. Dan sekarang pria itu kembali kasar dan tidak peduli padanya.
baru pub chap 6 penulisan makin bagus, aku suka>< pertahankan! cemangattttt🫶