Disclaimer : Novel ini hanya pure karangan dari imajinasi author saja, tak ada kaitannya dengan sejarah manapun. Nama- nama dan tempat ini juga hanya fiktif belaka, tak berniat menyinggung sejarah aslinya, semoga kalian suka🙏
****
Jihan Athala adalah seorang aktris muda yang terkenal, kepiawaiannya dalam berakting sudah tak perlu di ragukan lagi, tapi satu hal yang tidak di ketahui semua orang, dia merasa terkekang, hatinya kosong. Jihan merasa bosan dengan kehidupan glamor yang monoton. Hingga suatu hari sebuah kecelakaan merenggut nyawanya tapi bukannya pergi ke alam baka, jiwanya malah ber transmigrasi melintasi ruang dan waktu, saat membuka matanya Jihan menyadari dirinya bukan lagi seorang aktris yang hidup dalam dunia glamor yang membosankan namun terbangun sebagai Sekar wulan, seorang istri dari adipati kerajaan lampu yang terkenal bengis dan selalu berwajah angker.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jeju Oranye, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian : 25
Setelah prajurit itu membacakan gulungan dari Raja , suasana di dalam rumah kecil itu menjadi hening sejenak. Raden Erlangga menatap gulungan itu dengan ekspresi serius, sementara nyai Sedan mayang tampak sedikit cemas. Sekar wulan yang duduk di samping mereka juga merasakan ketegangan yang tiba-tiba menyelimuti suasana hangat yang baru saja tercipta.
Nyai Sedan mayang menghela napas panjang, lalu menatap kedua tamunya dengan lembut. "ini perintah dari Raja mungkin ada sesuatu yang penting. Atau mungkin ada kabar yang harus beliau sampaikan langsung. "
Kemudian raden Erlangga bangkit dari duduknya, menatap ke arah sang ibu dan istrinya bergantian lalu berbalik ke arah prajurit tersebut. "kalau begitu, aku harus segera berangkat ke istana. " Ia melirik ke arah belakang lagi tanpa memalingkan wajahnya. "Ibunda, aku titip sekar wulan di sini. "
Nyai Sedan mayang mengangguk sambil memejam sekilas. "Baiklah, Berhati-hatilah nak. "
Sekar wulan bangkit dari duduknya. "Apa itu berarti aku harus di sini dulu sampai kau pulang? " tanyanya pada sang suami.
Raden Erlangga mengangguk. "Ya, tak baik jika kau pulang seorang diri. Meski banyak pengawal, tapi aku tak bisa mempercayakan mereka sepenuhnya, karena ini sudah malam. "
Pundak sekar wulan tampak bergetar sesaat, ia memilin selendang di pundaknya lantas mengangguk. "Baiklah." ia menatap sang suami dengan tekad. "Kangmas, Berhati-hatilah. "
Deg! tak bisa menyembunyikan rasa terkejut nya, raden Erlangga menoleh. Wajahnya tampak berubah tak sekeras tadi bahkan menatap sekar wulan dengan lembut, untuk sesaat mereka hanya saling memandang, lalu Raden Erlangga mengangguk. Sementara nyai Sedan mayang tampak menahan senyumnya.
Setelah itu raden Erlangga pergi bersama prajurit istana itu. Nyai Sedan mayang kemudian menghampiri menantu nya, lalu menepuk lembut pundak Sekar wulan. "Tak usah terlalu cemas, Erlangga adalah seorang kesatria tangguh. Walaupun Raja memanggilnya untuk sebuah misi, pasti dia akan langsung menyelesaikannya. "
Sekar wulan menatap ibu dari suaminya itu, ia tersenyum kecil. "Aku percaya pada kemampuan nya, ibunda. "
Nyai Sedan mayang tersenyum. "syukurlah."
Hanya saja, Sekar wulan tetap merasa khawatir. Entah kenapa.
Di dalam perjalanan, di dalam benak raden Erlangga terus di penuhi banyak pertanyaan. Biasanya Raja tak seperti ini sebelumnya, pasti ada yang tak beres yang sedang terjadi di istana, hingga Raja pun tahu jika dirinya ada di kediaman ibu Sedan mayang dan menjemputnya langsung seperti ini.
Perjalanan mereka cukup singkat namun, setiap langkah penuh ketegangan. Raden Erlangga tetap tenang namun pikirannya di penuhi oleh berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi di istana. Ia tahu bahwa dalam kerajaan ini, politik dan kekuasaan sering kali berbalut intrik dan pengkhianatan.
Saat mereka tiba di gerbang istana, seorang pengawal kerajaan segera menyambut dan memberi isyarat mereka untuk masuk. Suasana di dalam istana terasa berbeda dari biasanya, lebih tegang dan penuh kewaspadaan. Raden Erlangga kemudian di antar ke ruang tunggu yang cukup luas dan nyaman. Di mana beberapa pejabat kerajaan dan penasihat sedang menunggu.
Tak lama kemudian seorang pejabat tinggi, yang Raden Erlangga tahu betul siapa dia, menghampiri dan menyambut nya dengan hormat. "adipati Erlangga, silahkan ikuti saya. "
Raden Erlangga mengangguk, mereka kemudian berjalan melewati lorong-lorong panjang dan berlapis kain sutra yang berkilauan. Ditengah perjalanan itu, raden Erlangga menyempatkan untuk bertanya pada pria paruh baya di sampingnya. "Ki atmajaya, sebenarnya ada apa gusti Prabu memanggil saya secara khusus seperti ini?"
Laki-laki berumur enam puluhan yang sangat terlihat wibawa dan kebijaksanaan nya itu hanya menatap lurus ke depan. "Ikuti saja saya dulu, nanti juga Raden akan tahu jika sudah sampai di sana. "
Raden Erlangga mengeratkan genggaman pada sabuk pedang nya, seperti biasa jawaban yang selalu tak memuaskan, namun ia memaklumi karena cukup tau dengan watak salah satu petinggi kerajaan yang sangat di hormati itu.
Hingga sampailah mereka di sebuah ruangan besar yang di penuhi oleh para penasihat dan prajurit kerajaan. Di depan sana raden Erlangga juga bisa melihat putra mahkota-- Raden Wirasesa, seperti biasa dengan wajah angkuhnya. Sudah menjadi rahasia umum jika antara raden Erlangga dan raden Wirasesa, terlibat perang Dingin. Raden Wirasesa terlalu percaya pada ramalan jika raden Erlangga akan menjadi pesaingnya dalam memperebutkan tahta. Padahal raden Erlangga sama sekali tidak tertarik untuk hal itu.
Ditengah ruangan, di singgasana nya, Prabu sekta kencana 11 duduk dengan penuh wibawa dan aura kepimpinan yang kuat. Tatapannya tajam dan penuh kewaspadaan, ia menatap mereka satu persatu, lalu tatapannya jatuh dan fokus pada kedatangan raden Erlangga, lalu mulai berbicara dengan suara tegas.
"Selamat datang, adipati Erlangga. Kedatangan mu sudah di nanti- nantikan di sini. "
Raden Erlangga menekuk satu kaki, dengan tangan di dada, bersikap hormat seperti ksatria. "Salam hormat untuk gusti Prabu! "
"Berdiri lah. " titah raja.
Raden Erlangga kemudian berdiri. "Jika hamba boleh tau, ada apa gusti Prabu memanggil hamba! " ujarnya, seperti biasa Prabu kencana tahu, putranya yang satu itu selalu ke intinya dan tak suka berbasa-basi.
Prabu kencana menghela napas pelan. "aku memanggil mu kesini karena ada sesuatu yang sangat penting dan mendesak. "
Raden Erlangga menyipitkan matanya. "Kalau boleh hamba tau, apa itu? "
Prabu kencana membuang napas panjang, wajahnya tampak penuh kegelisahan lalu dia melanjutkan. "Ada konspirasi besar yang mengancam kestabilan kerajaan. Aku sendiri baru mendapatkan kabarnya setelah beberapa antek-antek ku suruh untuk menyelidiki. Beberapa pejabat dan penguasa kecil, mulai bersekongkol untuk merebut kekuasaan. Mereka menyebarkan fitnah dan memanipulasi rakyat agar mendukung mereka. "
"Maksud gusti Prabu, makar terjadi kembali? " tebak raden Erlangga.
Prabu kencana mengangguk. "kau benar. Dan itu terjadi di wilayah selatan. Aku khawatir jika tidak segera di tangani, kerajaan ini akan jatuh ke tangan orang- orang yang berniat jahat. "
Raden Erlangga mendengarkan dengan seksama pun dengan para petinggi kerajaan yang menganggukkan kepala.
"Maka dari itu, aku berniat mengutus mu untuk menyelesaikan itu, sang Jendral kerajaan. "
"Ampun beribu ampun, gusti Prabu! " Raden Erlangga melipat kedua tangannya. "Bukannya hamba menolak, tapi bukankah ada raden Wirasesa di sini? dia pasti bisa menyelesaikan itu lebih baik dari pada hamba! "
Raden Wirasesa yang semula duduk tenang, mulai tersulut emosi. "Apa?! " dia menjadi berang, wajahnya mengeras tapi kemudian matanya bertatapan dengan sang ibunda-- permaisuri Padmawati yang duduk di sebrang raja. Raden Wirasesa segera mengerti dan kembali menetralisir raut wajahnya.
Dia kemudian tersenyum meski hatinya kesal setengah mati. "Rai, jika yang mulia menaruh beban ini pundak mu itu berarti beliau lebih mempercayai mu untuk menyelesaikan nya daripada aku. "
Permaisuri Padmawati kemudian menambahkan. "Itu benar, lagipula kangmas mu ada tugas yang lebih penting daripada ini. "
Raden Erlangga mengepalkan tangannya. Selalu seperti ini, pemerintahan seolah- seolah tunduk kepada ibu dan anak itu sementara raja seperti kerbau yang di cucuk hidung nya, hanya bisa diam saja.
Lalu raden Wirasesa diam- diam menatap lekat ke arah raden Erlangga.
"Kau tidak tahu saja jika sebenarnya ini adalah rencana untuk menghabisi mu. Nantikan lah kejutan yang akan kau temui di wilayah selatan nanti. Adapun istri mu, huh! Sekar wulan akan ku jadikan sebagai selir ku. " ucapnya dalam hati dengan tertawa puas.
lanjut Thor semangat 💪👍 trimakasih 🙏
ayo Thor lanjut up semangat 💪👍❤️🙂🙏
lanjutkan Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
ayo lanjut Thor semangat 💪👍❤️🙂🙏
lanjut Thor semangat 💪 salam sehat selalu 🤲🙂❤️🙏
maturnuwun Thor lanjut critanya ...
ibu suka crita transmigrasi semoga sukses, salam sehat selalu ya Thor 💪👍❤️ lanjut 🙏