Malam tragis, telah merenggut masa depan Zoya. Menyisakan trauma mendalam, yang memisahkannya dari keluarga dan cinta.
Zoya, mengasingkan diri yang kembali dengan dua anak kembarnya, anak rahasia yang belum terungkap siapa ayahnya. Namun, siapa sangka mereka di pertemukan dengan sosok pria yang di yakini ayah mereka?
Siapakah ayah mereka?
Akankah pria itu mengakuinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tes DNA
“Mama!”
Zoya, terkejut mendengar suara Zayda dan Zayden yang berlari ke arahnya. Mereka langsung memeluk ketika menemukannya di gudang farmasi. Hampir saja Zoya, mengalami serangan jantung jika sampai orang lain yang melihat keadaannya saat ini. Zoya, langsung menunduk dan memeluk Zayda dan Zayden.
“Zayden, Zayda, dengan siapa kalian kemari? Tahu dari mana jika Mama ada di sini?”
Zayden, dan Zayda hanya diam tapi pertanyaan Zoya, terjawab dengan kedatangan Ardian, juga seorang perawat bernama Arini. Zoya, terpaku yang terkejut dengan kehadiran Ardian, tapi Ardian, menatap datar ke arah Zoya, seolah sedang mengamati tubuhnya.
“Mama, Pak Letnan yang bantu kami,” ujar Zayden. “Mama, kenapa pergi tidak bilang-bilang, Zayden jadi khawatir.”
“Mama … ini.” Zayda, menunjuk kemeja Zoya yang robek, tidak hanya itu jas putihnya terlihat kusut.
Ardian tidak mengatakan apapun, tapi tangannya merogoh sebuah ponsel dalam sakunya. Detik itu juga Ardian menghubungi Candra, meminta Candra untuk memberikan perintah kepada para penjaga Astracare.
“Kosongkan, rumah sakit dalam lima menit.”
“Tapi bagaimana caranya?”
“Nyalakan, fire alrm. Arahkan semua orang ke luar, dan kamu Candra, siapkan satu mobil di pintu belakang.”
“Tapi, untuk apa?”
“Lakukan saja!” Perintah Ardian dengan tegas, lalu menutup sambungan teleponnya.
Ardian, menatap datar ke arah Zoya, lantas mendekat, meminta Arini untuk membawa Zayden dan Zayda lebih dulu.
“Hai, naga kecilku,” ucap Ardian berjongkok di hadapan Zayden dan Zayda. “Pergilah lebih dulu, kalian akan ditemani kak Arini.”
“Pergi ke mana?” tanya mereka berdua.
“Kamu mau membawa anak-anakku ke mana?” tanya Zoya, yang langsung memeluk anaknya.
Ardian, mendongak dia menatap Zoya, yang terlihat sangat ketakutan jika Ardian akan membawanya. Ketakutan itu tidak berubah seperti saat di Qodroh, awal pertemuannya mereka. Ardian, hanya diam lantas berdiri sambil menghela nafasnya.
“Sebentar lagi akan ada suara fire alrm. Setelah alrm itu berbunyi, pergilah bawa mereka jalan ke pintu belakang,” perintah Ardian kepada suster Arini.
Suster Arini mengangguk lalu membujuk Zayden dan Zayda.
“Dr. Zoya, Anda jangan khawatir mereka akan aman bersamaku,” ucapnya lalu pergi bersama Zayden dan Zayda.
Arinilah orang yang pertama memberitahukan Ardian, dia mendengar suara wanita di dalam gudang farmasi, dan ia pun melihat Zoya ditarik oleh Radit. Takut terjadi hal buruk kepada Zoya, akhirnya Arini memberanikan diri berbicara kepada Ardian yang saat itu sedang mencari keberadaan Zoya bersama Zayden dan Zayda.
Zoya, beringsut mundur. Kedua tangannya tidak berhenti mendekap tubuhnya di saat Ardian terus saja mendekat. Bunyi nyaring dari Alrm, terdengar jelas membuat semua orang panik begitupun dengan Zoya. Seisi rumah sakit diamankan oleh beberapa penjaga, diiring ke luar gedung.
Sementara Arga, dia dan Radit awalnya terdiam sebelum akhirnya berlari keluar gedung. Mereka bertanya-tanya apa yang terjadi, di ruangan mana asal kebakaran ini.
Namun, tidak dengan Ardian, dengan sigap lelaki itu membuka jaketnya, yang langsung ia pakaian untuk menutupi tubuh Zoya, bersamaan dengan suara alarm yang masih berbunyi, Ardian membawa Zoya menuju pintu belakang. Sesuai perintahnya, tidak ada satupun yang berada di dalam ruangan, sehingga Ardian dengan bebas membawa Zoya, pergi tanpa ada yang melihat.
“Masuklah!” Zoya, hanya diam ketika Ardian membukakan pintu mobilnya.
Setelah memastikan Zoya, sudah duduk Ardian menutup pintunya lantas berjalan memutar menuju pintu bagian kemudi.
“Tunggu dulu, anak-anakku di mana?” Zoya, menahan Ardian saat hendak melajukan mobilnya. Ardian, hanya diam tidak menjawabnya sama sekali.
“Kenapa kau tidak menjawabku? Di mana anak-anakku?”
“Ada yang perlu kamu khawatirkan daripada anak-anakmu. Tidakkah kamu khawatir pada dirimu?” tanya Ardian, yang masih fokus menyetir.
“Sudah aku bilang jangan pernah mendekati anakku. Kenapa kamu tidak mengerti!”
“Kenapa? Apa karena aku ayahnya?”
Deg,
Zoya, terpaku. Matanya membulat setelah mendengar ucapan Ardian. Sementara Ardian dia tidak merasa bersalah sama sekali, justru dia semakin berani menantang walau ungkapannya belum pasti.
“Aku yakin kamu mengenalku, itu sebabnya kamu menghindariku.”
“Apa maksudmu?”
“Kamu benar-benar tidak mengenalku?” tanya Ardian, sekilas melirik Zoya, lalu kembali melajukan mobilnya. “Aku, sudah tahu semuanya, kamu pasti mengingat malam di kamar hotel horizon, aku laki-laki yang tidur denganmu malam itu.”
Tubuh Zoya, mendadak lemas. Apalagi ini, setelah pertemuannya dengan Radit yang sangat tidak diinginkan, sekarang Ardian yang tiba-tiba mengingat semuanya.
Apa yang harus Zoya katakan, apa dia harus mengatakan iya? Haruskah Zoya mengakui semuanya setelah ia bahagia dengan hidupnya?
“Tidak. Dia bukan anakmu, bagaimana kau yakin jika kau saja meninggalkanku malam itu.”
Ardian, menginjak rem menghentikan mobilnya sejenak. Lalu, melirik ke arah Zoya.
“Ya, kita memang bertemu malam itu dan kau sudah menghancurkan hidupku. Jika kita tidak melakukannya … mungkin sekarang ….”
“Kau sudah menjadi istri Radit.”
Lagi-lagi Zoya tertegun. Ardian, tahu semua tentangnya, dan tahu hubungannya dengan Radit.
“Aku tahu, aku salah. Dan aku minta maaf, aku minta maaf karena sudah menghancurkan hidupmu. Tapi saat itu aku ….”
“Turunkan aku, turunkan Aku!” teriak Zoya. Zoya, menatap Ardian penuh amarah.
Ingin rasanya, Zoya mencabik-cabik wajah tampan itu. Seenaknya dia berkata jika Zayden dan Zayda adalah anaknya, yang sampai kapanpun tidak akan pernah Zoya terima. Baginya Ardian hanya masa lalu, dia tidak mau kembali apalagi harus berhubungan dengannya.
“Turunkan aku sekarang juga, turunkan aku!”
“Kau, yakin ingin turun dengan pakaianmu seperti itu.”
Zoya, menunduk lantas mendekap tubuhnya kembali. Zoya baru sadar, jika pakaiannya kini sudah robek karena cakaran Radit. Zoya, tidak mungkin pulang dalam keadaan seperti ini.
“Aku akan membawamu bertemu anak-anakmu, jadi kamu diam saja.” Ardian, kembali melajukan mobilnya.
Sepanjang perjalanan, Zoya hanya diam. Dia tidak berani melihat apalagi menatap Ardian, matanya terus melirik ke arah luar jendela. Ekspresinya yang datar, berubah menjadi tegang setelah memasuki sebuah mansion milik Ardian. Dari mula gerbang, dipenuhi pengawal sampai tengah pekarangan mansion itu belum juga terlihat.
Halaman yang begitu luas, dan rumah minimalis yang terlihat indah berada di tengah halaman yang hijau, tidak hanya itu halaman rumah itu dipenuhi tanaman bunga. Lebih tepatnya rumah itu terlihat seperti villa, mungkinkah Ardian membawanya ke villa keluarga?
“Di mana Zayden dan Zayda?” Lagi-lagi Zoya, menanyakan kedua anaknya.
“Turunlah dulu, kau tidak nyaman dengan pakaianmu, kan?”
Zoya, terdiam. Dia harus menuruti apa kata Ardian, mereka turun dari mobil uang langsung disambut oleh Candra.
“Kamu sudah siapkan pakaiannya untuknya, kan?” tanya Ardian, Candra pun mengangguk.
“Bawa dia ke kamar,” perintahnya kepada seorang pelayan.
“Tunggu dulu!” tolak Zoya, saat hendak di tuntun oleh pelayan itu. “Apa maksudmu bawa aku ke kamar? Aku tidak mau kemanapun sebelum bertemu anak-anakku.”
“Dr. Zoya, sebaiknya berganti pakaianlah dulu. Setelah itu kami akan menemukanmu dengan mereka. Pak Ardian akan menunggumu di ruang tamu,” ucap Candra.
Zoya, melirik kepada Ardian seolah mencari kebenaran jika pria itu tidak berbohong. Zoya, terpaksa pergi yang dituntun oleh kedua pelayan, sepanjang jalan menu kamar Zoya terus bertanya tentang keberadaan putra-putrinya.
Sementara, Ardian dia kini berada di ruang tamu bersama Candra.
“Nyonya dan Tuan sudah mengetahui kekacauan di Astracare, bagaimana jika mereka mencarimu?”
“Aku akan bertanggung jawab dan menghadapi ayahku. Sekarang … bagaimana dengan darahnya?” tanya Ardian, yang menyandarkan tubuhnya pada dinding sofa.
“Kami sudah mengambil beberapa sampel. Rambut mereka, dan darah, saya sudah mengambil darah keduanya supaya hasil tes DNA bisa dilakukan besok. Dan seperti yang dikatakan dokter, darah adalah sampel kuat untuk membuktikan dia anakmu atau bukan.”
“Ok. Lakukan segera, dan ambil darahku sekarang.”
Ardian, memberikan tangannya kepada Candra. Demi tes DNA Candra harus mengambil darahnya. Setelah selesai Candra memberikan darah itu kepada seorang pria untuk diberikan kepada dokter, yang sudah menjadi kepercayaannya.
“Di mana anakku?”
Zoya, akhirnya sudah turun dari kamarnya. Penampilannya saat ini mampu membisukan Ardian. Dia tidak bicara apalagi berkedip saat melihat Zoya.
“Aku tanya di mana mereka?” Barulah, Ardian tersadar. Dia langsung bangkit dari duduknya.
“Kau sudah menyuruhku berganti pakaian, dan sekarang aku ingin menemui anakku.”
“Makanlah dulu.”
Zoya, menyunggingkan senyum lalu menatap tajam Ardian. “Tidak. Aku ingin bertemu anakku bukan untuk makan.”
“Ya, sudah. Kalau begitu tunggu saja mereka.”
“Kamu mempermainkan ku? Kamu tidak berniat untuk menculiknya, kan. Apa aku akan memisahkan aku dengan mereka?”
“Aku hanya ingin melakukan tes DNA.”
“Tidak bisa!”
“Kenapa?”
“Mereka bukan anakmu jadi tidak perlu tes DNA.”
“Kamu boleh mengatakan itu setelah hasilnya keluar.”
Zoya mengepalkan tangannya erat.
Ya Allah, semoga kembar gak akan kenapa-napa...
up LG nnti thor
Pak Letnan, yang pintar kenapa sih gak liat itu anak-anak ada kemiripan gak sama dia, dan tas DNA. Apalagi punya rumah sakit sendiri... Gereget aku...