Aleena seorang gadis muda yang ceria dan penuh warna. Dia memiliki kepribadian yang positif dan selalu mencoba melihat sisi baik dari setiap situasi. Namun, hidupnya berubah drastis setelah ibunya meninggal. Ayahnya, yang seharusnya menjadi sandaran dan sumber kekuatan, menikah lagi dengan wanita lain, membuat Aleena merasa kehilangan, kesepian, dan tidak dihargai.
Pertemuan dengan Axel membawa perubahan besar dalam hidup Aleena. Axel adalah seorang pria yang tampaknya bisa mengerti dan memahami Aleena, membuatnya merasa nyaman dan bahagia. Namun, di balik hubungan yang semakin dekat, Aleena menemukan kenyataan pahit bahwa Axel sudah menikah. Ini membuat Aleena harus menghadapi konflik batin dan memilih antara mengikuti hatinya atau menghadapi kenyataan yang tidak diinginkan.
Yuk simak kisah mereka....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ScorpioGirls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pilihan Yang Rumit
Sebelum acara berakhir, Aleena sudah merasa bosan dan terjebak dalam kebosanan yang mendalam. Sementara Revan masih sibuk bersama rekannya, Aleena memutuskan untuk menjauh dari keramaian yang mulai membuatnya merasa tercekik. Dia memilih duduk di tempat yang agak sepi, jauh dari hingar-bingar pesta yang mulai kehilangan pesonanya.
Axel, yang telah lama memantau Aleena dari jauh, melihat kesempatan untuk mendekatinya. Dengan langkah tenang dan percaya diri, dia mendekati Aleena dan duduk di sampingnya. Aleena, yang menyadari kehadiran Axel, merasakan jantungnya berdetak lebih cepat. Dia ingin menjauh dari sana, tapi Axel mencegahnya dengan memegangi tangannya. Aleena pun menurut dan duduk kembali, meskipun rasa tidak nyaman masih menghantuinya.
"Jika kamu menghindar, aku semakin merasa tertantang," kata Axel dengan senyum menggoda.
"Tuan memang lebih suka yang menegangkan."
"Kalau tidak tegang, kamu tidak akan bisa menikmatinya," tambahnya, membuat Aleena merasa geram.
"Dasar rakus," balas Aleena, mencoba menyembunyikan rasa yang sebenarnya ada di dalam hatinya.
Axel tersenyum, merasa puas bisa melihat Aleena lagi seperti ini. "Al, kamu harus tahu dan percaya padaku, kalau hatiku hanya untukmu," ungkapnya dengan tulus.
"Tidak ada yang perlu dibicarakan tentang hati sekarang," sela Aleena, mencoba menutupi perasaannya.
"Aku menikah dengannya karena perjodohan. Aku tidak mencintainya. Di saat yang tepat, aku akan melepaskannya dan menjadi milikmu sepenuhnya," tambahnya, membuat Axel merasa ada harapan.
"Ikatan pernikahan lebih sakral dan kuat dibandingkan cinta," ujar Aleena, berusaha menguatkan dirinya sebelum berlalu meninggalkan Axel.
Namun, Axel tidak ingin menyerah dan menyia-nyiakan waktu begitu saja. Dia pun mengikuti Aleena hingga di tempat yang sepi. Dengan gerakan cepat, dia menarik lengan Aleena dan membawa mereka masuk ke dalam salah satu ruangan yang ada di hotel itu.
"Kak Axel," protes Aleena, merasa kesal dan frustrasi.
"Aku merindukanmu," bisik Axel, memeluk Aleena dengan erat. Aleena tidak bisa membohongi dirinya sendiri; dia belum bisa melupakan Axel. Dengan lembut, dia membiarkan Axel memeluknya dan membalas pelukan itu.
Axel melepaskan pelukannya sejenak untuk menatap Aleena penuh rindu. Tanpa aba-aba, dia langsung mencium Aleena dengan intens, melampiaskan kerinduannya selama beberapa hari ini. Aleena terbuai dengan permainan Axel, merasakan cinta dan kerinduan yang sama.
...----------------...
Saat acara berakhir, Revan mengantar Aleena kembali ke rumah. Setelah memastikan Aleena sudah masuk ke dalam rumah, Revan meninggalkannya tanpa banyak kata. Aleena bernyanyi kecil menuju kamarnya, ingin berganti pakaian dan melupakan kelelahan hari ini. Tidak membutuhkan waktu lama dia selesai berganti, tapi tiba-tiba pintunya diketuk dari luar. Dia merasa heran, siapa yang datang? Karena yang tahu rumahnya hanya Chika dan Revan, dan Chika tidak bilang mau datang, sedangkan Revan baru saja pulang. Aleena mengangkat bahu, lalu membuka pintu dengan rasa penasaran yang bercampur sedikit kekhawatiran.
"Kak Axel," Aleena terkejut, tidak menyangka Axel akan mengikutinya. Ada rasa tidak nyaman yang langsung menghampiri saat melihat senyum menawan Axel. Aleena ingin menutup kembali pintunya, tapi Axel menahannya sekuat tenaga, membuat Aleena merasa sedikit terintimidasi.
"Cukup bertenaga," ledek Axel saat berhasil masuk ke dalam rumah, membuat Aleena merasa semakin tidak nyaman.
"Tidak buruk," penilaian Axel terhadap rumah Aleena, sementara Aleena merasa rumahnya yang sederhana ini tidak pantas untuk dipuji oleh seseorang seperti Axel.
"Kak Axel tidak bisa seperti ini, Kak Axel itu punya istri, tidak sepantasnya ada di sini," Aleena mencoba menegaskan, meski suaranya terdengar kurang yakin.
"Pantaslah, kamu kan kekasihku," jawab Axel dengan nada yang membuat Aleena merasa geram dan sedih sekaligus. Senyumnya yang manis namun dingin membuat Aleena ingin menjauhkan diri.
"Aku tidak ingin menjadi kekasih simpanan lagi," katanya dengan suara yang bergetar, mencoba menyembunyikan rasa sakit di dalam hatinya.
"Oke, aku bisa mengumumkannya," kata Axel dengan nada santai, seolah tidak peduli dengan perasaan Aleena.
"Bukan itu maksudku, aku tidak ingin menjadi simpanan yang didatangi saat dibutuhkan dan dibuang setelah bosan," Aleena menegaskan, mencoba membuat Axel mengerti.
"Kamu tenang saja sayang, sekarang memang statusmu kekasih simpanan. Nanti, akan berubah menjadi Nyonya Axel setelah semua urusanku dan Clara selesai," Axel mengikis jarak di antara mereka, membuat Aleena merasa terpojok.
"Urusan apa? Urusan ahli waris penerus Grup Wijaya," tanya Aleena, mencoba mengalihkan perhatian dari perasaan tidak nyaman yang semakin menghimpit.
"Kamu cemburu? Tidak rela tubuhku dimiliki olehnya," Axel membangkitkan api dalam diri Aleena, membuat hidung mereka hampir menempel.
"Kalau iya, kenapa?" Aleena merasa dirinya terpancing untuk mengakui perasaannya.
"Ini yang aku suka, keberanianmu," Axel mengusap wajah Aleena hingga leher, menatapnya penuh cinta. "Jangan pernah lagi menghindar."
"Tapi, aku tidak bisa bersamamu lagi sebelum hubunganmu dengannya berakhir,"
"Tolong beri aku waktu, saat ini kamu cukup berada di sisiku, itu saja. Jangan pernah pergi lagi," Axel memohon, dengan mata yang memancarkan keinginan yang kuat.
Aleena merasa dirinya terombang-ambing dalam lautan perasaan yang sulit di mengerti. Di satu sisi, dia merasa tidak bisa menolak permintaan Axel, karena ada sesuatu yang kuat di antara mereka. Namun, di sisi lain, dia tahu bahwa menjadi bagian dari kehidupan Axel berarti harus menerima kenyataan pahit tentang statusnya sebagai kekasih simpanan dan harus siap akan konsekuensinya.
"Aku tidak tahu, Kak Axel," Aleena menjawab dengan suara lirih, mencoba menyembunyikan keraguan yang memenuhi hatinya.
"Tidak apa-apa. Aku akan memberimu waktu," Axel membalas, sambil terus menatap Aleena dengan mata yang penuh harapan.
Aleena merasa napasnya tercekat saat Axel mendekatkan wajahnya. Dia tahu bahwa dirinya tidak bisa menolak lagi. Saat itu, sepertinya tidak ada pilihan lain selain menyerah pada keinginan Axel.
Namun, tepat sebelum bibir mereka menyatu, Aleena merasakan sesuatu yang membuatnya sadar akan realitas yang dia hadapi. "Tunggu, Kak Axel," katanya, berusaha menarik diri dari pelukan Axel.
"Ada apa?" Axel bertanya, dengan nada yang menunjukkan bahwa dia tidak sabar untuk melanjutkan apa yang mereka mulai.
"Aku... aku perlu waktu untuk memikirkan semuanya," Aleena menjawab, berusaha untuk mengumpulkan keberanian untuk mengatakan apa yang dia rasakan.
Axel memandang Aleena dengan mata yang tajam, seolah mencoba membaca pikiran di balik kata-katanya. "Baiklah. Aku akan memberimu waktu. Tapi jangan lupa, aku menunggu jawabanmu," katanya, sebelum akhirnya melepaskan Aleena, mengusap lembut rambutnya kemudian melangkah keluar dari rumah.
Aleena merasa lega saat pintu rumahnya tertutup kembali. Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri dan memikirkan langkah selanjutnya. Apakah dia akan menerima tawaran Axel, ataukah dia akan mencari jalan lain untuk keluar dari situasi ini? Hanya waktu yang akan menjawab pertanyaan itu.
Kini Aleena berbaring di kamarnya dengan pikiran yang berputar-putar. Dia mencoba untuk mempertimbangkan pro dan kontra dari setiap pilihan yang ada di hadapannya. Kemudian dia memutuskan untuk menghubungi Chika sahabatnya yang selalu ada untuk mendengarkan dan memberikan nasihat.
Aleena meraih ponselnya yang ada di sampingnya lalu menghubungi Chika. Setelah dering kedua Chika baru menerima teleponnya.
"Ada apa, Ale? Kamu terlihat seperti kehilangan sesuatu," Chika bertanya, saat melihat wajah Aleena yang kacau.
Aleena mengambil napas dalam-dalam sebelum menceritakan semua yang terjadi antara dia dan Axel. Chika mendengarkan dengan saksama, ekspresi wajahnya berubah dari kaget menjadi khawatir.
"Apa yang kamu pikir tentang semua ini?" Chika bertanya, setelah Aleena selesai bercerita.
"Aku tidak tahu, Chika. Aku merasa terjebak," Aleena menjawab, mengungkapkan keraguan yang ada di hatinya.
"Kamu pantas mendapatkan yang lebih baik, Ale. Tapi, keputusan ada di tanganmu. Yang penting adalah kamu melakukan apa yang terbaik untuk dirimu sendiri," katanya, memberikan dukungan yang Aleena butuhkan.
Setelah berbicara dengan Chika, Aleena merasa sedikit lebih tenang. Dia menyadari bahwa apapun keputusan yang dia ambil, yang terpenting adalah dia melakukan apa yang dia yakini benar untuk dirinya sendiri.
Dengan pikiran yang lebih jernih, Aleena memutuskan untuk memberikan jawaban kepada Axel setelah dia mempertimbangkan semua aspek dengan lebih matang. Dia tahu bahwa apapun yang dia pilih, hidupnya akan berubah. Dan dia siap untuk menghadapi apapun yang akan datang.
Gaskeun 🔥🔥