NovelToon NovelToon
SERIAL SILAT PENDEKAR

SERIAL SILAT PENDEKAR

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Fantasi / Misteri / Ilmu Kanuragan
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Ikko Suwais

PENDEKAR Mabuk memiliki nama asli Suto Wijaya Kusuma dan dia adalah seorang pendekar pembela kebenaran dan menumpas kejahatan. Perjalanan nya dalam petualangannya itu banyak menghadapi tantangan dan rintangan yang sering kali membuat nyawa nya terancam. Namun pendekar gagah dan tampan itu selalu punya solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ikko Suwais, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 15

GADIS mantan prajurit yang masih gemar mengenakan pakaian perangnya itu, akhirnya hentikan serangannya setelah berhadapan langsung dengan Pendekar Mabuk. Setiap kali la Ingin maju, sentilan jurus 'Jarl Guntur' selalu dilepaskan Suto Sinting. Hawa padat selalu menghantamnya hingga gadis ltu terpaksa jatuh bangun dan mengalami memar di beberapa bagian tubuhnya.

"Kalau kau tak mau jelaskan persoalan sebenar nya aku tetap akan memihak Karina!" ujar Suto, pada akhirnya Pandawi terengah-engah, bicara sambil menahan sakit.

"Dia membunuh kekasihku yang bernama Aryaseta!"

"Benarkah, Karina?"

"Dusta!" sentak Karina dengan keras. "Dia dusta dua kali padamu, Suto! Aryaseta bukan kekasihnya,melainkan hanya seorang pemuda yang ditaksirnya, tapi Aryaseta tak pernah mau membalas cintanya yang berlumur nafsu itu! Kedua, aku tidàk membunuh Aryaseta dengan pedangku atau tanpa pedangku. Justru aku baru tahu sekarang kalau Aryaseta tewas!"

"Kau yang dusta! Siapa lagi yang mampu membunuh tanpa luka tapi membuat darah korban berceceran jika bukan kau! Kau punya jurus pedang 'Satria Lintah' dari si Burung Bengal! Pedangmu bisa menyedot darah lawan tanpa harus lukai tubuh lawanmu itu!"

"Jurus pedang 'Satria Lintah' hanya bisa menyerap darah lawan, tapi tidak membuat darah itu berceceran, Tolol!" bentak Karina.

"Kau pikir aku..."

"Tunggu!" potong Pendekar Mabuk.

"Kurasa ada sesuatu yang perlu kau jelaskan lebih rinci lagi Pandawi. Bagaimana keadaan mayat Aryaseta itu?"

Pandawi mendenguskan napas, merasa muak dengan pertanyaan itu. Tapi ia merasa dipaksa untuk turuti keinginan Suto Sinting, karena ia melihat Jari tangan Suto sudah siap lakukan sentilan maut lagi.

"Kutemukan mayatnya tadi malam di atas tanggul sunga! dalam keadaan berlumur darah di bagian leher. Tapi leher Aryaseta tidak terluka sedikit pun, dan bagian tubuh lainnya juga tak ada Iuka. Dia dibunuh dengan jurus pedang 'Satria Lintah' yang.."

"Bukan!" sahut Santana dengan emosi yang membuatnya berdebar-debar. la tak berani memandang Pandawi atau Karina. Tapi pada saat ia berseru demikian, mata Pandawi dan Karina, juga Suto Sinting dan Panji Klobot, menatap ke arahnya dan menunggu lanjutan kata-katanya.

"Aku juga melihat kematian seperti itu tadi pagi. Mendung Merah melihatku saat aku dikejar Dewi Ranjang. Ia ingin melindungiku dari kejaran Dewi Ranjang. Pertarungan singkat terjadi, dan kulihat sendiri Dewi Ranjang tebaskan pedang panjang itu Ke leher Mendung Merah. Tapi kepala Mendung Merah tak putus. Hanya semburkan darah dan jatuh tak bernyawa lagi. Padahal kulihat jelas saat pedang itu masuk ke dalam leher kiri dan tembus ke leher kanan Mendung Merah!"

Pendekar Mabuk langkahkan kaki cepat-cepat dengan wajah tegang. la dekati Santana dan me mutar tubuh Santana agar berhadapan dengannya.

"Mendung Merah tewas di tangan, Dewi Ranjang?"

"Benar, Suto! Ak... aku tadi lupa menceritakan nya padamu, karena... karena aku gugup sekali!" jawab Santana yang membuat Pendekar Mabuk segera tertegun dibayang-bayangi duka. Mendung Merah pernah bertemu dengan Suto Sinting. Sekalipun gadis itu juga pernah ingin membunuh Suto karena hasutan dari Ratu Ladang Peluh, namun akhirnya mereka bersahabat, Oleh sebab itu hati Suto menjadi berkabung duka mendengar Mendung Merah tewas di tangan Dewi Ranjang. Geram kemarahan hanya tersimpan dalam hati si Pendekar Mabuk.

"Jika begitu," ujarnya sambil memandang Pandawi. "Aryaseta juga dibunuh oleh Dewi Ranjang. Rupanya perempuan itu mulai gila-gilaan setelah memegang Pedang Jagal Keramat!"

Karina dekati Suto dan berkata pelan, "Aryaseta pernah bercerita padaku, dia diburu-buru seorang Janda liar yang selalu memburu kehangatan pemuda sepertinya. Tapi ia berhasil menghindar. Janda liar itukah si Dewi Ranjang?!"

"Tepat sekali!" jawab Pendekar Mabuk.

Pandawi segera perdengarkan suaranya yang masih bernada penuh keberanian.

"Kalian tak perlu alihkan pembicaraan ke dongeng kuno tentang Pedang Jagal Keramat! Pedang itu tak pernah ada, hanya sebuah dongeng yang tak layak untuk dipercaya!"

"Pedang Jagal Keramat memang ada,Pandawi!" tegas Pendekar Mabuk.

"Tidak ada! Menurut mendiang Ratu Kehangatan, pedang itu hanya sebuah dongeng masa lalu."

"Apa yang kau tahu tentang dongeng pedang itu?!" sahut Karina.

"Hemmm...!" Pandawi sunggingkan senyum sinis. "Kau kira aku tak pernah mendengar dongeng murahan itu? Pedang Jagal Keramat milik seorang petapa dari Gunung Brahmana yang bernama Tapak Lintang"

"Benar, dan aku sudah pernah...."

"Ada dua petapa sakti bernama Tapak Lintang sahut Pandawi yang menandakan ucapannya tak mau dipotong oleh kata-kata Suto tadi.

"Di Gunung Rangkas juga ada petapa sakti yang bernama Eyang Tapak Lintang alias si Rambut Hijau. Sedangkan petapa sakti Eyang Tapak Lintang yang ada di Gunung Brahmana dikenal pula dengan nama si Mata Putih. Keduanya adalah saudara kembar yang mempunyai seorang adik perempuan dari aliran hitam, tak kutahu siapa namanya. Menurut dongeng yang pernah dituturkan oleh mendiang ratu ku, Tapak Lintang si Mata Putih punya pedang pusaka bernama Pedang Jagal Keramat, yang mampu bekerja sendiri jika pemegangnya sudah marah. Pedang itu punya gerakan seperti kecepatan cahaya dan selalu memenggal kepala lawan. Jika lawan terpenggal Pedang Jagal Keramat, maka kepalanya tak akan terpisah dari lehernya, tapi darahnya menyembur ke mana-mana. Kecepatan dan ketajaman pedang itu membuat kepala tetap terpasang pada tempatnya. Karena menurut dongeng itu, kesaktian Pedang Jagal Keramat tak sempat timbulkan kengerian siapa pun. Bahkan darah korban akan berbau harum bagai taburan bunga aneka warna. Tetapi itu hanya sebuah dongeng yang.."

"Apakah keadaan mayat Aryaseta tidak demikian? Tanpa luka, tapi ada darah, dan darah itu berbau harum?!" sahut Karina dengan lantang dan cepat.

Pandawi diam tertegun. Dalam benaknya teringat ciri-ciri yang ditemukan pada mayat Aryaseta; berdarah tanpa luka, dan darah itu berbau wangi pandan. Akhirnya Pandawi berdebar-debar dalam kesangsiannya.

"Tapi... tapi menurut mendiang ratuku, Pedang jagal Keramat hanya ada dalam dongeng masa lalu yang sering dikisahkan kembali oleh para orangtua pada anaknya saat menjelang tidur?!" Pendekar Mabuk berkata dengan tenang, "Pedang itu memang ada, Pandawi. Eyang Tapak Lintang di gunung Brahmana juga ada walau tinggal tulang belulang dan berada di dalam gua yang mungkin dikenal dengan nama Gua Perawan Maut.

Sedangkan petapa sakti di Gunung Rangkas yang menurutmu tadi adalah saudara kembar Eyang Tapak Lintang dari Gunung Brahmana itu, juga ada dan sudah tewas. Seorang sahabatku bernama Tenda Biru pernah berguru kepada Eyang Tapak Lintang yang tinggal di Gunung Rangkas!" sambil Suto teringat penjelasan Tenda Biru saat bertemu dengannya, (Baca serial Pendekar Mabuk dalam episode ("Gadis Tanpa Raga").

Si cantik bermata biru terbungkam seribu kata, seratus bahasa. Ketegangannya mengendur, tapi wajah galaknya masih tampak sebagai wajah seorang prajurit pemberani. Suto Sinting berkata kepada Pandawi,

"Kurasa kau hanya salah paham terhadap..."

Kata-kata itu terpotong oleh teriakan Panji Klobot yang mengejutkan semua orang di situ.

"Awaaas..." sambil Panji Klobot sendiri berlari dengan ketakutan hingga menabrak pohon seberangnya. Peringatan itu ditujukan kepada Santana yang segera melompat dan berguling-guling di tanah beberapa kali, karena sekelebat bayangan menerjang nya dari belakang. Wuuus...! Andai saja Santana terlambat bergerak, entah apa jadinya. Karena orang yang menerjangnya dari belakang itu adalah seorang perempuan berjubah hijau yang tak lain adalah si Dewi Ranjang.

Kemunculan Dewi Ranjang membuat mereka bergerak ke satu sisi membentuk kelompok dengan masing-masing memasang kuda-kuda. Kecuali Panji Klobot. Santana sendiri segera melepaskan kuda-kuda nya dan berlari ke balik semak. Grusaak..!

Ia bersembunyi di sana, disusul oleh Panji Klobot yang juga merasa takut melihat Dewi Ranjang, sebab perempuan itu memanggul pedang panjang di pundaknya. Pedang itu berwarna putih tanpa karat dan dipanggul dengan Satu tangan memegangi gagangnya.

"Kenapa kau bersembunyi di sini?" tanya Panji Klobot kepada Santana.

"Aku takut... takut dan malu pada perempuan itu karena.. karena.... Kau sendiri mengapa bersembunyi di sini?"

"Aku juga malu pada perempuan itu."

"Apakah kau pernah bercumbu dengannya?"

"Belum," jawab Panji Klobot dengan polos dan kepala menggeleng lugu. Sementara itu, Dewi Ranjang sunggingkan senyum menatap ke arah Pendekar Mabuk dengan sorot pandangan mata menggoda. Pendekar Mabuk memang memandang ke depan dengan sikap yang segera ditenangkan, bumbung tuak berada di tangan kanan. Tetapi pandangan mata Suto tidak tertuju ke mata Dewi Ranjang, sebab ia tak mau terkena pengaruh kekuatan ilmu pemikat dari perempuan itu yang bisa dilepaskan sewaktu-waktu. Pandangan mata Suto tertuju pada dedaunan yang ada jauh di belakang telinga Dewi Ranjang.

Sedangkan Pandawi dan Karina sempat terperangah sesaat dengan mata tertuju pada pedang yang yang dipanggul Dewi Ranjang itu. Hati mantan prajurit wanita Istana Kematian itu pun segera menggumam kagum.

"Benarkah pedang itu yang bernama Pedang Jagal Keramat?! Oh, kalau begitu apa yang pernah dituturkan oleh mendiang Ratu Kehangatan itu bukan sekadar dongeng. Mungkin ia katakan sebagai dongeng supaya tak ada orang yang berusaha ingin memiliki pedang tersebut?!"

Karina berbisik kepada Suto Sinting,

"Aku yang hadapi dia! Minggirlah, Suto..!"

"Mundurlah! Biar aku yang hadapi!"

"Tak bisa! Aku yang hadapi dia!" Karina ngotot.

"Kuperintahkan kau, mundur!" tegas Pendekar Mabuk. Karina ingat perjanjian semula, akhirnya ia mendengus kesal dan undurkan diri.

"Pandawi, mundurlah kau!"

"Aku ingin membalas kematian Aryaseta!"

"Kau akan membuang nyawa sia-sia! Mundurlah!" Suto tampak berkasak-kusuk. Pandawi ingat sentilan maut Suto yang membuat tubuhnya sampai saat itu masih memar dan nyeri semua. Dengan hati dongkol dan kecewa, akhirnya Pandawi mundur ke bawah pohon. Tapi pedangnya masih digenggam kuat-kuat untuk hadapi bahaya sewaktu-waktu.

Pendekar Mabuk maju tiga langkah dengan tenang. Senyumnya menghiasi wajah tampan dan wajah tampan itu mendebarkan hati Dewi Ranjang apalagi pandangan mata Suto sering tertuju ke arah lain, seperti pemuda angkuh, maka sikap itu membuat Dewi Ranjang kian berdebar-debar dan berhasrat ingin bercumbu dengan pemuda tampan tersebut.

"Tentunya kau masih ingat padaku, Pendekar Mabuk?!" Dewi Ranjang mulai perdengarkan suaranya.

"Tentu saja aku masih ingat padamu, karena kau sudah lama mengincarku, mulai dari alun-alun istana Bardanesya sampai ke Bukit Kecubung!"

"Benar! Tapi karena saat itu kau ada bersama Candu Asmara, maka aku tak ingin memburumu. Aku tak ingin berselisih dengan Candu Asmara, sebab ia hanya akan membuat tanganku kotor!"

"Katakan saja, kau takut berhadapan dengan Candu Asmara!"

"Hmmm," Dewl Ranjang mencibir sinis. "Apa yang perlu kutakuti dari gadis binal itu?! Apalagi sekarang pedang ini ada di tanganku, tak ada satu pun manusia yang kutakuti di muka bumi ini! Siapa pun akan kutundukkan dengan kalem. Pedang Jagal Keramat ini, termasuk keangkuhanmu, Pendekar Mabuk!"

Suto membalas senyuman sinis itu dengan kalem.

"Boleh saja kau menundukkan diriku. Tapi jelaskan dulu dari mana kau peroleh pedang pusaka itu?!"

"Guruku telah berhasil menemukan Gua Perawan Maut dan berhasil pula mencuri pedang Ini!"

"Dan pedang itu pun kau curi dari tangan gurumu?!"

"Kupinjam untuk menundukkan dunia!!" Jawab Dewi Ranjang berkesan sombong. Kau bukan orang yang berhak memiliki pedang pusaka itu, Dewi Ranjang," sambil Suto berlagak memeriksa daun-daun semak, tapi perhatiannya tertuju ke arah gerakan si Dewi Ranjang yang tersenyum mendengar ucapan Suto tadi.

"Jika aku bukan orang yang berhak memiliki pedang ini, mengapa pedang ini bisa di tanganku, ini menunjukkan bahwa aku adalah calon penakluk dunia yang tak ada tandingannya lagi, Pendekar Mabuk! Kau pun harus tunduk padaku jika tak ingin mati seperti Wabah Langit, Aryaseta, Mendung Merah, Lembah Wuyung, dan yang lainnya."

"Mengapa kau bunuh Wabah Langit?"

"O, dia orang tua yang tak tahu diri! Dia ingin mencuri pedang ini saat ku sembunyikan di balik batu berlumut. Tapi aku lebih dulu mendapatkannya. Dia ingin merampas, dan aku merenggut nyawanya. Lembah Wuyung juga ingin merampas pedang ini, dan aku merampas nyawanya lebih dulu."

"Juga Aryaseta dan Mendung Merah?"

"O, tidak! Mendung Merah hanya ingin menjadi pahlawan di depan pemuda yang sedang kugandrungi. Tapi akhirnya ia menjadi mayat di ujung pedang ini. Aryaseta menyakiti hatiku dengan penolakannya, maka kukirim ke neraka agar bisa menyakiti hati para perempuan penghuni neraka! Sebentar lagi kalian yang ada di sini juga akan kukirim ke neraka jika coba-coba melawanku. Terutama Santana akan kujadikan seperti Aryaseta, karena ia telah berani menolak kasmaranku!"

Santana gemetar di balik semak saat mendengar kata-kata Dewi Ranjang.

1
arumazam
lucu
arumazam
seru jg
arumazam
mantapppp
Mukmini Salasiyanti
kpn nih up nya, Thor???
☺🙏💪
Mukmini Salasiyanti
Salken, Mas Thor...
mampir yaaa
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!