Setelah sekian lama Nathan berusaha menghindari Nadira—gadis yang melukai hatinya. Namun, pada akhirnya mereka dipertemukan kembali dalam sebuah hubungan kerjasama yang terjalin antara Nathan dan Rendra yang merupakan atasan Nadira di Alfa Group.
Sebuah kecelakaan yang dialami Davin dan Aluna dan menyebabkan mereka koma, membuat Nathan akhirnya menikahi Nadira demi untuk melindungi gadis itu dari bahaya yang mengancam keluarga Alexander.
Siapakah sebenarnya yang mengintai nyawa seluruh keluarga Alexander? Mampukah Nona Muda Alexander meluluhkan hati Nathan? Atau justru ada cinta lain yang hadir di antara mereka?
Simak kisahnya di sini.
Jangan lupa follow akun sosmed Othor
Fb : Rita Anggraeni (Tatha)
IG : @tathabeo
Terima kasih dan selamat membaca gaes
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15
Suasana di dalam mobil terasa begitu hening. Baik Nadira maupun Nathan sama-sama enggan untuk membuka suara mereka. Nadira duduk bersandar menatap ke luar jendela, ia sengaja menghindari pandangan dengan Nathan. Sementara Nathan terlihat begitu fokus dengan jalanan di depannya. Dia menyalakan musik agar suasana di mobil tidak begitu senyap.
I'm the first to say that I'm not perfect
And you're the first to say you want the best thing
But now I know a perfect way to let you go
Give my last hello, hope it's worth it
Here's your perfect
Lagu milik Jamie Miller- Here's Your Perfect, mengalun merdu memecah keheningan suasana di mobil itu. Batin Nadira mendadak terasa begitu bergejolak. Entah mengapa perasaannya menjadi tak menentu ketika mendengar lagu itu. Dia menoleh ke arah Nathan yang terlihat sangat fokus menyetir.
"Bisakah Kak Nathan mengganti lagu ini?" pinta Nadira. Nathan menoleh sekilas lalu kembali menghadap ke depan.
"Nanti kalau sudah waktunya selesai juga akan berganti dengan sendirinya, Nona." Nathan menjawab dengan ketus. Bahkan Nadira bisa mendengar hembusan napas kasar keluar dari mulut Nathan.
"Kenapa Kak Nathan masih saja bersikap seperti ini?" tanya Nadira dengan suara parau. Terlihat sekali gadis itu sedang menahan tangisnya saat ini.
"Memang saya harus bersikap yang bagaimana lagi? Bukankah Anda sendiri yang menyuruh saya untuk tidak menganggap pernikahan kita pernah terjadi dan bersikap seperti saat ijab kabul belum terucap?" Nadira terdiam mendengar ucapan Nathan. "Saya hanya melakukan apa yang Anda perintahkan, tapi kenapa saya selalu salah di mata Anda. Sebegitu hinakah saya di mata Anda?"
Nadira menatap ke arah Nathan dengan bola mata berkaca-kaca. Dia tidak tahu apa yang harus dilakukan saat ini. Dia merasa sangat sakit melihat Nathan yang bersikap begitu dingin kepadanya. "Kak, bukan seperti ini yang aku mau," ucap Nadira dengan lirih.
"Bukankah lagu ini tepat untuk saya, Nona Muda. Saya bukanlah orang yang sempurna, sementara Anda menginginkan semua hal yang terbaik, tapi satu hal yang harus Anda tahu, Nona Muda." Nathan menghentikan ucapannya untuk menghela napas panjang agar bisa mengurangi beban berat yang serasa menghimpitnya. Nadira tidak membuka suara, dia hanya menatap lekat wajah orang yang dia cintai dan kini telah resmi menjadi suaminya.
"Walaupun cara terbaik adalah melepaskan, tapi saya tidak akan pernah melepaskan Anda. Karena status kita sah di mata agama maupun negara. Saya tidak akan melarang Anda dekat dengan siapa pun, seperti Anda yang tidak melarang saya dekat dengan wanita lain." Nathan menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran. Nadira hanya terdiam menatap restoran yang terlihat cukup ramai.
"Satu hal yang harus Anda ingat, Nona Muda. Saya membebaskan Anda dekat dengan siapa pun, tapi sampai mati pun saya tidak akan pernah melepaskan atau bahkan menceraikan Anda!" tandas Nathan. Dia melepas sabuk pengaman yang terpasang di tubuhnya.
"Lebih baik kita makan dulu, Nona Muda. Saya tahu Anda sangat kelaparan," ajak Nathan, tetapi Nadira menggeleng dengan cepat.
"Aku tidak lapar," ucap Nadira parau. Bahkan Nathan bisa melihat airmata menetes dari sudut mata gadis itu.
"Baiklah kalau itu yang Anda mau." Nathan keluar dari mobil, lalu masuk ke restoran begitu saja. Meninggalkan Nadira sendirian di dalam mobil.
Melihat Nathan yang pergi begitu saja, membuat hati Nadira terasa berdenyut sakit. Dia kembali duduk bersandar dengan airmata yang sudah semakin mengalir deras. Jantungnya terasa dihujami dengan sangat kuat hingga menciptakan rasa sakit yang teramat hebat. Nadira menutupi mulutnya saat tak bisa lagi menahan isak tangisnya. Sampai kapan hubungannya dengan Nathan akan kembali membaik?
Nadira segera mengusap airmatanya saat melihat dua orang wanita berjalan mendekat ke arah mobilnya dengan salah satu di antara mereka membawa nampan di tangan. Benar saja, ketika sampai di samping mobil, salah satu dari mereka mengetuk kaca mobil. Nadira pun segera membuka kaca mobil itu.
"Selamat siang, Nona. Selamat menikmati makanan dari kami," kata seorang wanita berwajah cantik dengan memakai kemeja berbalut blazzer. Wanita itu tersenyum simpul ke arah Nadira.
"Maaf, Mbak. Saya tidak lapar," tolak Nadira dengan memaksakan senyumnya.
"Mohon diterima dan dimakan, Nona. Karena kalau sampai Tuan selesai, Anda belum memakan makanan ini, maka seluruh karyawan di restoran ini akan dipecat," kata wanita itu lagi.
"Tuan?" tanya Nadira mengerutkan alisnya. Wanita itu mengangguk cepat.