Seaaon 1 tentang Jill dan Jeff (couple J).
Season 2 tentang Shanum dan Salman (couple S).
Jill kabur dari rumah untuk menghindari perjodohan, ia kemudian bekerja di sebuah perusahaan dan justru bertemu cowok tampan, mapan, dan menawan yang ternyata adalah bosnya.
Shanum terpaksa menggantikan kakaknya menikahi Salman, pria cacat yang tiba-tiba menjelma menjadi pria paling kuat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emma Shu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengaluh
Jill masuk ke ruangan yang bersebelahan dengan ruangan Direktur IC, di sanalah ruangan tempat anggota IC berkumpul.
Sejurus pandangan para pria yang ada di ruangan IC tertuju ke wajah Jill yang memucat.
Lima pria yang sedang berunding dengan posisi duduk melingkar di meja panjang, saling pandang keheranan melihat gadis yang memang usianya masih sangat muda menekuk wajah.
Jill menarik kursi dan duduk di antara para cowok ganteng.
“Ada apa, Jill?” tanya Alif, cowok berusia dua puluh tujuh tahun yang menurut Jill paling baik karena Alif kerap memberi pertolongan di setiap kesulitan Jill. “Kok, masem mukanya?”
“Pak Bos marah. Gara-gara ini, nih,” tukas Jill menunjuk laporannya yang rusak.
Para cowok di ruangan itu malah terkekeh mendengar penjelasan Jill.
“Kok, malah pada ngetawain? Apanya yang lucu?” tanya Jill kesal.
“Gimana atasanmu nggak marah, liat deh laporanmu aja ancur begitu,” sahut Alif. “Print ulang aja lagi.”
“Ini laporan kan udah ditanda tangani asisten afdeling masing-masing. Mana bisa aku ganti yang baru. Gimana caranya aku minta tanda tangan mereka lagi? Waktunya udah mepet banget, keburu closing.”
“Itu yang rusak laporan afdeling berapa?” tanya Alif.
“Afdeling satu dan dua,” jawab Jill.
“Laporan masih bisa dicover kok kalau diundur sehari lagi. Kamu print ulang aja laporannya sekarang, biar aku tungguin, setelah itu kita ke lapangan ngecek kerjaan, sekaligus aku bantuin mintain tanda tangan ke asisten afdeling satu,” ujar Alif yang paling jago untuk urusan intruksi.
Jill tersenyum senang merasa dibantu para cowok ganteng yang bekerja satu tim dengannya.
“Zaflan sama Faizan ngecek weeding gawangan di afdeling dua, sekaligus mintain tanda tangan laporan ke asistennya.”
“Aku sama Haziq ke afdeling tiga,” sahut Hafiz.
“Ya,” ucap Alif sembari mengangguk.
Tak lama kemudian Jill selesai ngeprint.
“Ini udah selesai,” ujar Jill sembari menunjukkan surat yang baru saja dia print.
“Oke, kita berangkat,” ajak Alif.
Mereka berbagi tugas ke lapangan menggunakan motor inventaris bermerk kawasaki, melintasi kantor bertingkat tiga yang merupakan kantor central. Jill berboncengan dengan Alif, sementara empat cowok yang lain berboncengan dengan dua kendaraan lainnya.
Jill menutup kepalanya dengan topi, ujung rambutnya berkibar diterpa angin. Sebuah ransel menggantung di punggungnya. Isinya bermacam-macam perbekalan, mulai dari roti, cemilan, cermin dan air mineral ada di sana. Ia juga mengenakan jaket untuk melindungi kulitnya dari terik matahari.
“Al, bisa pelan dikit nggak? Perutku mau muntah rasanya, ya ampun parah banget sih ini jalannya,” keluh Jill yang merasa eneg setelah tubuhnya memantul-mantul di atas motor yang melaju di jalan bergerigi.
Alif tersenyum menatap jalan tanah yang permukaannya dilapisi koral. “Namanya juga di perkebunan sawit, ya kayak gini jalannya. Ini mending di jalan utama. Nah kalau kamu masuk ke jalan blok, lebih parah dari ini.”
“Iya, aku tahu, kan udah beberapa kali masuk ke blok yang kayak neraka itu. Pelanin dikit, dong!”
“Duh, buset. Payah juga ternyata kerja sama cewek.” Alif tersenyum dan memperlambat laju kendaraannya.
Jill mengulumm senyum mendengar keluhan Alif. Meski bicara demikian, Alif tetap tersenyum dan tidak menunjukkan sikap kesal. Dia adalah pria paling bijak dan dewasa di mata Jill.
“Lagian kenapa bocah kayak kamu mesti kerja di perkebunan gini, sih? Kenapa nggak kuliah aja?” lanjut Alif.
“Males aja,” celetuk Jill sekenanya.
TBC