”Elden, jangan cium!” bentak Moza.
”Suruh sapa bantah aku, Sayang, mm?” sahut Elden dingin.
"ELDENNN!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Felina Qwix, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
14 - Pembelaan Devano
Elden menahan senyum tipisnya. Dia tahu kalo Moza sangatlah polos. Pria itu tak segan mengiyakan aksinya sesuai dengan apa yang ia ucapkan.
"Elden! Sampe kapan gue harus tutup mata!" keluh Moza. Elden malah menjawab santai.
"Buka aja kenapa Sayang? Kan enak bisa bareng maen di kamar mandi."
Moza pun nyaris spontan menampar Elden, dan bodohnya dia malah membuka matanya dalam keadaan Elden sungguh tak memakai apapun selain boxer.
Pria itu malah terkekeh dengan tamparan Moza.
"Sayang, adik aku bangun jangan emosi terus, kamu bisa tambah cantik kalo marah."
Seketika mata Moza melirik ke bawah, benda itu.
"Arkh! Anjirrrrr!" Moza spontan menutup matanya lagi. Tapi, Elden mana peduli. Karena begitu gemas dengan ulah istrinya, Elden tanpa basa-basi menggendong Moza ke kamar mandi. Gadis itu malah nyaris semakin berteriak memohon sembari tak lepas kedua tangannya menutup matanya.
"Elden turunkan!"
"Nanti sayang di kamar mandi."
"Enggak, kamu yakin pasti buat ulah!"
"Janji, gak." Sahut Elden datar.
"Gak! Gak, Elden! Gak ada pelanggaran perjanjian!" mohon Moza kesal. Matanya masih tertutup rapat. Mana lagi tubuhnya dibawa ala karung beras oleh pria sialan yang justru menjadi suami dadakannya ini.
"Gak sayang, kamu gak melanggar tapi mari sama sama saling meng-enakkan." Bantah Elden tanpa dosa.
"ELDEN!"
Begitu Moza berteriak, Elden menurunkan gadis itu di atas wastafel. Tubuh jangkung Elden menunduk, mensejajarkan wajahnya dengan wajah Moza yang kalang kabut. Masih sama, dengan kedua tangannya Moza yang menutupi wajahnya.
"Buka tangannya, Sayang." Desis Elden dengan suara rendahnya. Sementara Moza kukuh tidak mau melakukannya, mana mungkin dia bisa aman dan tenang dengan posisi Elden yang hanya menggunakan bokser di dalam kamar mandi secara berdua seperti ini?
"Gak!"
"Mau aku buka tangannya apa bajunya, mm?" ancam Elden tiba-tiba menusuk adrenalin Moza yang sangat menciut sejak tadi.
Ancaman itu membuat Moza membuka tangannya dari wajahnya. "L-lo mau apa?" tanyanya getir. Wajahnya keringat dingin, tapi Elden menatapnya tajam, siluet wajahnya begitu jelas sekarang karena hanya satu jengkal kurang.
"Maunya digimanakan, mm?" pancing Elden.
"D-diturunkan." Mohon Moza. Maksudnya diturunkan dari wastafel, tapi Elden malah menurunkan bibirnya ke arah Moza. Bibir keduanya bertemu kembali, dengan lembut Elden menahan kepala Moza agar ciumannya jatuh lebih dalam sekarang.
Mata Moza terbelalak. Ingin dia meronta, tapi ketika tangan mungilnya hendak mendorong bahu kekar suaminya, justru tangan itu malah memberikan kesan yang membuat Elden merasa Moza membalas pergerakannya.
Gemericik air menjadi kesan yang lebih emosional bagi keduanya. Apalagi aroma lilin aroma terapi di kamar mandi semakin menambah kesan tegang seolah hendak melakukan bulan madu.
Terpaksa, Moza menarik bibirnya paksa karena takut Elden kelepasan dan terlewat jauh. Hingga membuat Elden semakin menjadi.
"Kenapa dilepas? Aku masih mau, Sayang."
"Aku gak suka ciuman di kamar mandi!" Bantah Moza.
"Mau dikasur?" tawar Elden. Tatapan hypernya sungguh memabukkan mata.
"Turunin!" mohon Moza.
"Cium sekali lagi, baru aku turunkan." Tekan Elden rendah, matanya mengisyaratkan Moza untuk tetap tunduk patuh.
"Aku gak mau dicium! Kamu kemarin kan minum!"
"Itu sebelum perjanjian, Sayang. Tadi aja aku gak ngerokok di markas." Bantah Elden.
"Terus, apa hubungannya!"
"Yaudah, gak usah ke ultahnya Jia." Balas Elden santai.
"Elden! Tapi kan ultahnya Jia bukan dibayar pake ini, kan harusnya pakai nude cuddle!" balas Moza yang malah membuat Elden tersenyum smirk.
"Kamu malah nantang? Kalo gitu, buka, Sayang. Let's cuddle." Suara rendah Elden nyaris membuat Moza tak bisa bersuara lagi. Dia tak punya petunjuk untuk tidak melakukan apa yang Elden mau, setidaknya demi hadir di ultahnya Jia.
"Lampunya kan belum bisa dimatikan!" rengek Moza. Elden pun tersenyum. "Gak usah, Sayang. Ini jam 4 sore. Kamu mau nunggu malam? Kapan mau ke ultahnya Jia, mm?"
Moza sebenarnya gelisah minta ampun, tapi mau bagaimana lagi. Gadis itu menundukkan wajahnya terpaksa membuka semua pakaiannya demi Jia.
Wajahnya memerah. Tapi, Elden tak sedetik pun melepaskan pandangannya dari arah Moza.
Ketika semuanya lepas. Elden tersenyum. "Cantik."
Moza menyilangkan kedua tangannya di antara tubuhnya. Tapi, Elden menahannya. "Gak usah ditutup. Let's cuddle."
"Aku malu, El." Mohon Moza.
"Tapi, aku suka malu-malu kamu, Sayang."
Cup.
****
Jam 7 malam tepat, semua orang berkumpul di hotel Transvit. Dimana party ulang tahun Jia dilaksanakan. Zon ada di sana.
Pria itu mengenakan jas hitam yang sempurna dengan sepatu pantofel mahal.
Renjia Evralda. Sahabat baiknya Moza ini duduk di sebuah kursi megah yang ada di dalam ruangan dimana party dilaksanakan. Semua orang bertepuk tangan.
Tak lama, seorang gadis yang dikenal bergengsi awalnya membawa dua tas berat dengan kunciran rambut yang terbagi dua bagian.
Semua orang melongo.
Apalagi antek anteknya.
"Seriusan Mirna jadi babu?"
"Kok bawa barang sebanyak itu? Dia mana didandanin norak! Anjay!"
"Waaah, ada karnaval gratis."
Semua itu adalah ocehan anak-anak Liston, memandang remeh ke arah Mirna Alosa. Sementara di belakang gadis yang jalannya selalu tertunduk itu ada Elden dan Moza, gadis itu memakai dress warna hitam dengan rambut keriting gantungnya yang menawan.
Semua petugas hotel Transvit sontak menundukkan kepalanya. "Selamat malam yang terhormat Tuan Muda Elden."
Tak asing pemandangan ini, karena memang orang tua Elden adalah orang terhormat di kotanya, asetnya bukanlah main-main. Jia datang menghampiri Moza. "Mozaaaa, lo cantik banget." Pujinya menatap wajah Moza yang nyaris sempurna tanpa celah.
"Happy birthday, Jia." Moza memeluk Jia dengan erat. Semua orang bertepuk tangan, mengingat posisi Moza dianggap hampir setara dengan Elden sang pewaris tunggal Alpender Grup.
"Beri tepuk tangan yang meriah dong, Renjia dapat ucapan langsung dari Nona Elden."
Prok
Prok
Prok.
Elden pun membungkukkan tubuhnya memberikan hormat kepada semua undangan di birthday party nya Jia.
Yah, meski Elden dikenal dingin, soal sopan santun pria itu tak ada tandingannya, dia belum pernah membawa perlakuan tak senonoh dari perwakilan keluarga besar Pitch.
Seorang host memberikan mic pada Elden. Pria itu menerimanya. "Selamat malam, gue di sini mau ngucapin selamat ulang tahun buat ceweknya Zon, sahabat gue. Selamat ulang tahun, Renjia. Sekaligus, gue mau bilang kalo Moza Lastia, bini gue, bakalan punya asisten rumah tangga yang sah, Mirna Alosa."
Sontak semua siswa dan siswi saling berbisik melihat ke arah Mirna yang dirias begitu cupu dengan kunciran rambut yang menjadi cirikhas seperti anak kecil. Belum lagi riasannya menor. Detik itu juga Devano bersuara.
"GAK! GUE GAK TERIMA!" teriaknya.
Elden hanya menatap remeh ke arah Devano. "Yang gak setuju, bisa gantikan asisten rumah tangga bini gue buat keluar dari Liston, atau menggantikan jadi pekerjaan pembantunya."
Semua siswa-siswi diam seketika, Elden memang tak pernah main-main soal sanksi yang ia berikan sejak dulu.
"GUE SEDIA. ASAL LO JANGAN SAKITIN MIRNA!" tegas Devano. Respon Elden justru hanya tersenyum simpul. "Bagus, lalat memang seharusnya menolong sampah." Tekannya dingin.
lah kok bisa jadi jovano itu loh /Hammer/