Semua berawal dari rasa percayaku yang begitu besar terhadap temanku sendiri. Ia dengan teganya menjadikanku tumbal untuk naik jabatan, mendorongku keseorang pria yang merupakan bosnya. Yang jelas, saat bertemu pria itu, hidupku berubah drastis. Dia mengklaim diriku, hanya miliknya seorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yusi Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 14
Aku menyantap burger yang kupesan melalui online. Sembari makan, aku melirik Elbarra yang rebahan di kasur. Ia menjelaskan bahwa dirinya tidak menyukai makanan siap saji seperti burger, pizza, kentang goreng dan ayam goreng. Karena menurutnya makanan seperti itu tidaklah sehat. Aku tahu, tapi kan aku lapar. Jadi apa yang menurutku cepat disantap, ya itu yang kubeli.
Setelah menghabiskan makananku, aku bergegas bersih-bersih. Kemudian, ikut duduk di tepi kasur. Kedua mata Elbarra nampak terpejam, apakah dia tidur?
Aku melambai-lambaikan tanganku diwajahnya, tapi tidak ada respon. Sepertinya Elbarra benar-benar merasa lelah.
Disaat aku ingin bangun untuk mematikan televisi, sepasang mataku justru tertarik pada benda pipih yang tergeletak diatas meja. Kupandang sejenak Elbarra yang masih terlelap, kemudian pelan-pelan mengambil ponsel miliknya itu.
Ternyata tidak terkunci, cukup diusap saja maka menampilkan isi ponselnya. Diam-diam aku mengutak-atik ponsel tersebut hingga membuka Imessagenya.
Tak ada yang aneh, hanya percakapan biasa mengenai pekerjaannya. Namun satu nama membuatku berhasil tertarik, Fernando. Ah, pria itu yang membawa dan menjebakku disini.
"Apa yang kau lakukan pada ponselku, Sayang?" Suara tersebut berhasil membuatku menahan nafas untuk beberapa detik.
Elbarra memelukku dari belakang, kemudian mengintip ponselnya yang berada di tanganku. Seketika aku menjadi gugup dan malu, seolah baru saja ketahuan mencuri.
"Apa yang kau cari, Sayang?" Elbarra bertanya lagi.
Aku berdehem singkat untuk menetralkan kondisi wajahku. "Aku mencari nomor Evelyn. Aku ingin bertanya tentang keadaannya sejak kepergian dari restaurant tadi."
Kurasakan kepala Elbarra yang mengangguk-angguk. "Sudah menemukannya?"
"Tidak," gelengku.
"Kemari!"
Aku mengembalikan ponsel miliknya. Tak lama Elbarra menunjukkan nomor Evelyn padaku. Ia lalu mengirimkan nomor itu ke ponselku. Yaa, aku memiliki ponsel baru yang dibelikan oleh Elbarra, hanya tersimpan nomor pria itu diponselku. Ia tidak mengizinkanku menyimpan nomor orang lain, dan barulah ini dia mengizinkanku menyimpan nomor adiknya.
"Aku ingin menghubungi Evelyn dulu, boleh?" pintaku yang langsung diangguki olehnya.
"Aku kebawah dulu, okey? Kau ingin menitip sesuatu?"
Segera aku menggeleng. Elbarra mencium keningku sebentar, kemudian melangkah keluar dari apartementku. Seperti yang kukatakan tadi, aku ingin menghubungi Evelyn. Panggilan pertama tidak dijawab olehnya, ketika aku menghubungi kembali terdengarlah suara seseorang di seberang sana.
^^^"Hallo, siapa ini?" ^^^
"Eve, ini aku Sisi!"
^^^"Oh, benarkah? Senang sekali mendengar suaramu. Kau baik-baik saja? "^^^
"Harusnya aku yang bertanya seperti itu kepadamu, Eve. Aku mengkhawatirkanmu sejak kepergianmu tadi. Oleh sebab itu, aku menghubungimu."
Suara tawa terdengar dari balik ponselku. Tawa yang begitu anggun sekali.
^^^"I'm okey. Jangan terlalu mencemaskanku, Si. Barra akan cemburu jika mendengarmu mencemaskanku seperti ini." ^^^
Aku berdecak sebal, "Kenapa membawa-bawa namanya?" bisikku yang mungkin tak terlalu terdengar oleh lawan bicaraku.
^^^"Oh ya, dimana kau sekarang? Mengapa aku tidak mendengar suara Barra?" ^^^
"Dia sedang keluar. Mungkin sebentar lagi akan kembali."
^^^"Baiklah kalau begitu." ^^^
"Emm, Eve. Bagaimana bisa kau mengenal Colt?"
^^^"Aku mengenalnya melalui teman di kampusku. Kami sering menghabiskan waktu di Bar, dan temanku sering mengajak Colt bersamanya. Dari situlah kami saling mengenal, tak ada yang istimewa, Si. Hanya teman, sungguh!"^^^
Aku tersenyum lega, "Aku percaya padamu, Eve."
^^^"Terima kasih, Si. Oh ya, ada satu hal lagi. Colt sering membicarakan gadis yang ia sukai. Colt bilang, gadis itu dari Asia, dia sering memujinya cantik dan manis. Sayangnya, Colt tidak memberitahu namanya. Dan kurasa itu bukan kekasihnya, karena dari yang kulihat kekasih Colt seperti gadis Amerika pada umumnya."^^^
Apakah itu aku? Buru-buru aku menggeleng dan menepis pikiran itu. Gadis dari Asia banyak di kampus, bukan hanya aku. Dan mungkin saja gadis yang disukai Colt tidak satu kampus dengan kami.
^^^"Si, kau masih disana?" ^^^
"Ah, iyaa.."
Ceklekk!
Pintu apartement terbuka, menampakkan Elbarra yang telah kembali sambil membawa paperbag ditangannya.
"Apa yang kau bawa?" tanyaku seraya memperhatikan paperbag yang ditaruh di atas meja.
"Hanya beberapa cemilan. Apakah kau masih menghubunginya?"
Aku mengangguk, "Kau ingin bicara dengannya?"
"Tidak!" Singkat sekali, huh.
^^^"Hallo, Sisi... Elbarra telah kembali?" ^^^
"Iya, apa kau ingin mengatakan sesuatu?"
^^^"Tentu. Tolong besarkan volumenya yaa.."^^^
Kuanggukan kepala ini walaupun kutahu Evelyn tidak dapat melihatnya.
^^^"Barra, kau mendengarku?"^^^
Elbarra nampak terkejut mendengarnya, sedetik kemudian ekpresinya berubah seperti biasa. "Ada apa?"
^^^"Aku merindukanmu, Pria dingin."^^^
Terdengar gelak tawa diujung sana, aku pun jadi ikut tertawa dibuatnya.
^^^"Sesekali datanglah mengunjungi Mommy. Kau sudah lama tidak pulang, Mommy selalu merindukan, Pria Bodoh." ^^^
Aku bergidik, Evelyn kasar sekali. Kupandang Elbarra yang tampak biasa saja, sepertinya memang sudah jadi kebiasaan mereka berbicara seperti itu.
"Hmm, lain kali."
^^^"Ish, kau selalu seperti itu, dingin sekali terhadapku. Si, kusudahi yaa. Bicara dengan Barra tidak ada gunanya, justru membuatku kesal." ^^^
"Baiklah, Eve. Sampai jumpa.."
^^^"Byeee.."^^^
Tutt!
Panggilan kuakhiri. Langkahku lalu membawaku mendekati Elbarra yang sedang minum bir sambil memandangi jendela kaca. Apartementku kecil, jadi tidak ada yang namanya balkon untuk menikmati hembusan angin.
"El, ada apa?"
Ia tersenyum kecil, "Tidak ada, Sayang. Bagaimana? Kau sudah puas bicara dengan Eve?"
"Ya, begitulah."
"Apa saja yang kau bicarakan dengannya sejak kepergianku?"
"Hanya bertanya mengenai keadaaannya, lalu masalah Colt di Resto tadi."
"Evelyn tidak akan menyukai pria seperti itu," pungkas Elbarra yang membuat dahiku mengernyit heran.
"Memangnya kenapa? Apakah Eve sudah memiliki kekasih?"
"Aku akan membunuh pria yang mencoba mencari kesempatan dengan mendekatinya!"
Jadi, Elbarra tidak suka jika Evelyn memiliki kekasih. Memangnya kenapa? Bukankah itu hal yang wajar di zaman sekarang?
"Bukankah kau tidak perduli dengannya? Lalu, kenapa mengekang Eve sampai seperti itu?"
Elbarra mendelik tajam, "Tidak ada seorang kakak yang tidak perduli terhadap adiknya."
"Tapi kau---"
Cup!
"Kenapa kau senang sekali berdebat denganku, Sayang? Haruskah kubungkam dulu bibirmu dengan bibirku agar berhenti bicara?"
Refleks,aku menutup mulutku menggunakan kedua tangan. Mataku melotot tajam kearahnya, yang justru membuat Elbarra tertawa senang.
"Pergilah mandi. Aku tadi membelikanmu pakaian," sambungnya.
Kulirik sejenak paperbag berwarna merah muda diatas meja, ternyata isinya pakaian untukku. "Memangnya kau tau ukuranku?"
"Semuanya aku tahu. Bahkan ukuran pakaian dalammu aku juga tahu!"
"El!!" Aku memekik kesal.
"Apa? Aku hanya mengatakan apa yang sebenarnya."
Dia selalu saja membuatku kesal, aku memandangnya sinis. Padahal di lemari masih banyak pakaianku, tapi entah kenapa dia justru membeli lagi. Benar-benar boros.
"Haruskah aku membantumu mandi, Sayangku?"
"Jangan coba-coba!!" Kuambil kasar paperbag itu, kemudian berjalan menuju kamar mandi.
Brakk!
Aku menutup pintu dengan kencang, entah apa yang lucu hingga Elbarra malah tertawa kencang diluar sana.
"Dasar pria aneh!" Bergegas aku melepaskan semua pakaianku, lalu mengguyur tubuhku dengan air shower yang hangat.
Rasanya menenangkan, seolah penatku terasa berkurang. Aku mendongak membiarkan wajah ini terguyur oleh air. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan kehadiran Elbarra. Tapi walaupun begitu, aku masih merasa was-was jika berada terlalu dekat dengannya.